Ketika Sinetron Indonesia Masih Bermutu


Mengenang masa ketika sinetron Indonesia masih bermutu dan sangat layak dinantikan.


Kalau mendengar kata sinetron, apa yang terbayang di kepalamu? Kalau saya sih, hal pertama yang terbayang adalah adegan orang melotot dengan musik yang mengangetkan, cerita yang tidak masuk akal, wanita yang kaget akan ditabrak tapi tidak berusaha untuk lari, musik latar yang sangat mengganggu, dan episode yang dipanjang-panjangkan meski sebenarnya sudah sangat tidak masuk akal. Oh jangan lupa, judulnya juga sangat tidak gampang diingat.

Pokoknya kalau bicara soal sinetron Indonesia, hanya ada kesan buruk. Tentang sebuah tayangan televisi yang tidak bermutu. Mungkin ada, tapi tinggal beberapa judul saja. Selebihnya, ya seperti yang disebut di atas. Sebuah tayangan yang disederhanakan dengan kata: tidak bermutu.

Anak-anak generasi Z mungkin tidak tahu kalau dulu Indonesia sempat punya beberapa judul sinetron yang cukup bermutu. Dulu namanya belum sinetron, masih disebut drama atau drama seri. Drama ini terhitung bermutu baik dari sisi cerita, maupun dari sisi pemerannya. Masih dikemas dengan sangat serius sejak dari pemilihan cerita sampai krunya. Tambahan lain, sinetron ini tidak dipanjang-panjangkan demi mendapatkan rating tinggi. Berhenti tepat ketika cerita memang sudah selesai.

Beberapa judul tersebut adalah:


Sinetron Sitti Nurbaya

#1. Sitti Nurbaya (1991)

Sinetron miniseri sebanyak empat episode ini dulu tayang di TVRI mulai tanggal 7 September 1991 dan berakhir 28 September 1991. Selepas itu pernah ditayangkan lagi berkali-kali karena tingginya permintaan publik.

Drama ini diangkat dari kisah dari novel berjudul sama karangan Marah Rusli. Berkisah tentang kehidupan Sitti Nurbaya (diperankan Novia Kolopaking) yang terpaksa menikah dengan Datuk Maringgih (HIM Damsyik). Pernikahan ini terpaksa digelar untuk menutup utang keluarga Sitti Nurbaya pada Datuk Maringgih yang terkenal sebagai pengusaha culas di kampungnya. Padahal, saat itu Siti Nurbaya sedang menjalin cinta dengan Syamsul Bahri (Gusti Randa). Kisah kasih yang tak sampai.

Sebuah kisah drama yang sangat berkualitas karena digarap dengan sangat serius.


Sengsara Membawa Nikmat

#2. Sengsara Membawa Nikmat (1991)

Hampir bersamaan dengan sinetron Sitti Nurbaya, stasiun TVRI kembali memproduksi sinetron dengan tema yang hampir sama. Diangkat dari roman zaman dulu. Judulnya Sengsara Membawa Nikmat. Kisah ini diangkat dari roman berjudul sama yang ditulis oleh Tulis Sutan Sati.

Sinetron ini mengisahkan perjalanan hidup seorang pemuda Minang bernama Midun (Sandy Nayoan) dan sahabatnya Maun (Septian Dwi Cahyo). Mereka harus menghadapi ketamakan dan kelicikan seorang anak orang kaya di kampungnya bernama Kacak (Arief Rivan). Dalam perjalanan hidupnya, Midun bertemu dengan seorang perempuan cantik bernama Halimah (Desy Ratnasari). Perempuan yang kemudian membawa semakin banyak kisah drama dalam hidupnya.

Sama seperti Sitti Nurbaya, kisah sinetron ini juga digarap sangat serius dengan kualitas yang bagus.


Para pemeran Rumah Masa Depan

#3. Rumah Masa Depan (1985)

Mundur agak jauh, TVRI juga pernah punya sinetron yang tayang setiap hari Minggu. Berkisah tentang kehidupan sebuah keluarga sederhana di sebuah kampung. Sinetron ini membawa nama-nama berkualitas di dunia peran Indonesia saat itu. Ada Hamid Arief, Mak Wok atau Wolly Sutinah, Deddy Soetomo, Aminah Cendrakasih, dan Septian Dwi Cahyo serta nama baru berdarah Bugis, Andi Ansi. Ada juga tokoh antagonis yang diperankan Mieke Wijaya.

Ceritanya sederhana, tentang dinamika kehidupan bertetangga di sebuah kampung. Semua terasa damai dan biasa saja. Hanya sesekali ada gangguan dari tokoh antagonis yang diperankan Mieke Wijaya. Meski begitu, tidak ada hal-hal lebay dalam cerita drama ini. Biasa saja, dan malah terkesan natural.

Satu hal yang saya ingat, kami sangat menantikan kehadiran sinetron ini setiap hari Minggu.


Aku Cinta Indonesia

#4. Aku Cinta Indonesia (1985)

Di tahun yang sama, ada sinetron yang mengisahkan kehidupan geng anak-anak SMP yang anggotanya Amir, Cici, dan Ito. Soundtrack sinetron ini sangat ikonik dan masih terbayang-bayang sampai sekarang.

β€œA-C-I, Aku Cinta Indonesia. A bisa Amir, C bisa Cici, I bisa Itoo”

Hahaha, saya masih ingat ternyata. Kisahnya sederhana saja, tentang dinamika kehidupan anak-anak sekolah SMP di sebuah kota. Ada kisah tentang persahabatan, tentang sportivitas, tentang tanggung jawab, toleransi, dan hal-hal positif lainnya.


Losmen Bu Broto

#5. Losmen (1986).

Berkisah tentang sebuah usaha losmen di Jogjakarta yang dimiliki pasangan Pak Broto (Mang Udel) dan Bu Broto (Mieke Wijaya). Pasangan ini punya tiga anak, Tarjo (Mathias Muchus), Pur (Ida Leman), dan Sri (Dewi Yull). Belakangan namanya berganti menjadi Penginapan Bu Broto.

Kisahnya seputar suka-duka mengelola losmen. Ada pelanggan yang rese, ada pelanggan yang banyak permintaan, ada juga persaingan dengan losmen yang lain. Kisahnya sederhana, tapi menarik dan natural.

#6. Dokter Sartika (1989).

Dibintangi oleh Dewi Yull sebagai seorang dokter muda bernama Sartika, dan Dwi Yan. Ceritanya dokter Sartika bertugas di sebuah kampung kecil di Jawa Barat (kalau tidak salah ingat ya). Kisah sinetron ini berpusat pada pengalaman kehidupan dr. Sartika dengan pengabdiannya dan kisah cintanya.

Sinetron ini ternyata disponsori oleh Kementerian Kesehatan sebagai promosi hidup sehat untuk masyarakat. Namun, meski disponsori lembaga pemerintahan, sinetron ini cukup berkualitas koq.


Sayekti

#7. Sayekti dan Hanafi (1988).

Sebuah miniseri tentang kehidupan seorang penarik becak bernama Hanafi (diperankan Wawan Wanisar), dan istrinya buruh kuli panggul di pasar, Sayekti (Neno Warisman). Suatu saat sang istri terpaksa melahirkan di rumah sakit karena butuh penanganan khusus. Sialnya, mereka tidak punya uang untuk membayar biaya rumah sakit yang berakhir pada disanderanya anak mereka di rumah sakit tersebut.

Mini seri ini berkisah pada kehidupan mereka, bagaimana mereka mengusahakan supaya uang bisa terkumpul agar anak mereka bisa dibawa ke rumah. Seingat saya, sinetron ini sangat menguras air mata karena ceritanya yang sangat dalam dan aktingnya yang sangat bagus.


Dede Yusuf zaman muda

#8. Jendela Rumah Kita (1989-1991).

Sinetron yang melambungkan nama Dede Yusuf dan Desi Ratnasari. Dede Yusuf berperan sebagai Jojo, seorang anak remaja ibukota yang jago bela diri. Kisahnya tidak jauh dari kehidupan Jojo, seperti kehidupan remaja pada umumnya. Dari kisah sehari-hari, persahabatan, kisah cinta, sampai harus berkelahi melawan preman.

Saya masih ingat betapa tampannya Dede Yusuf di sinetron ini, dan tentu saja betapa moleknya Desi Ratnasari.


Keluarga si Doel

#9. Si Doel Anak Sekolahan (1994 – 2006).

Rasanya tidak sempurna membicarakan sinetron berkualitas zaman dulu tanpa memasukkan sinetron yang satu ini. Kisahnya diangkat dari cerita Si Doel Anak Betawi karangan Aman Datuk Majoindo yang disadur menjadi film berjudul sama di tahun 1972 oleh sutradara Sjumandjaja. Rano Karno yang bermain di film tersebut kemudian mengubahnya menjadi format sinetron bersama rumah produksinya.

Berkisah tentang kehidupan warga Betawi pinggiran dengan segala dinamikanya. Ada Babe Sabeni (alm. Benyamin Suaeb), Mak Nyak (Aminah Cendrakasih), serta adiknya Mandra (Mandra) dan dua anaknya, Doel (Rano Karno) dan Atun (Suti Karno). Selain mereka ada juga tetangga yang mengontrak rumah Babe Sabeni bernama Mas Karyo (alm. Basuki), serta dua perempuan cantik yang menaruh hati pada Doel, Zaenab (Maudy Koesnaedi) dan Sarah (Cornelia Agatha).

Ceritanya awalnya berpusat pada perjuangan Doel menyelesaikan kuliahnya dan menjadi seorang insinyur, sebelum kemudian bergulir kepada kisah bagaimana Doel mencari pekerjaan sambil menata hatinya di antara kedua perempuan yang menyimpan rasa padanya.

Ini salah satu sinetron terbaik yang pernah ada di Indonesia. Ceritanya, aktingnya, semua juara. Sampai hari ini kita masih sering menikmati sinetron ini di RCTI karena masih selalu ditayangkan ulang.

Dua hal paling ikonik dari sinetron ini adalah oplet tua yang dibeli seharga Rp.500.000,- dan sekarang ditawar Rp.1 Milyar! Terus ada juga terompet besar yang melilit Atun, sebuah adegan yang tidak direncanakan tapi malah menjadi ikonik.

*****

Itulah sembilan sinetron yang menurut saya sinetron terbaik yang pernah ada di Indonesia. Di luar sembilan sinetron itu masih ada beberapa sinetron lain yang juga sama berkualitasnya. Mungkin kalian bisa menambahkannya di kolom komentar. Sinetron ini muncul sebelum para pembuatnya mulai berpikir sepenuhnya soal uang, soal bagaimana menjaring keuntungan sebanyak-banyaknya tanpa memikirkan kualitas sinetronnya.

Bagaimana dengan kalian? Adakah sinetron yang kalian ingat karena kualitasnya? [dG]