Waktunya Buka Puasa!
Setelah puasa gelar selama 11 tahun, akhirnya tahun ini klub kesayangan saya bisa kembali merasakan manisnya menjadi juara.
Tahun lalu, setelah sekian lama menjadi penikmat sepak bola saya akhirnya bisa kembali merasakan ketegangan menonton final kejuaraan sepak bola. Tepatnya, ketegangan menonton dan kebahagiaan setelah final. Terakhir kali saya setegang itu sepertinya ketika final Euro 2012, ketika Italia menghadapi Spanyol. Sayang, hasil akhirnya membuat Italia harus menangis. Beruntung, tahun lalu ketika Italia kembali masuk final dan kali ini menghadapi Inggris, hasil akhirnya manis buat Italia. Itulah yang saya bilang ketegangan sepanjang pertandingan, dan hasil akhir yang manis selepas pertandingan.
Tahun ini, saya kembali merasakan ketegangan menonton pertandingan puncak kejuaraan sepak bola dan merasakan hasil manis selepas pertandingan.
Senin subuh waktu Indonesia, atau 23 Mei 2022, AC Milan menjadi tamu untuk Sassuolo. Ini pertandingan puncak Serie A Italia, dan penentuan juara akan terpaut 90 menit dari tendangan pertama. AC Milan dan Inter Milan sama-sama berada di jalur depan perebutan juara itu, hanya terpaut dua angka. AC Milan sebenarnya hanya butuh satu angka untuk mengunci titel juara, tapi tentu saja tiga angka adalah yang terbaik.
Perburuan gelar dimulai pukul 00:00 WITA dan kemudian sepanjang 90 menit itu saya terus berdebar-debar. Memang AC Milan bermain sangat baik malam itu. Terus menyerang, menguasai pertandingan, dan bahkan sudah memimpin dengan tiga gol selepas babak pertama. Tapi ini sepak bola bung! Tahun 2006, AC Milan sudah memimpi tiga gol di babak pertama saat bertemu Liverpool di final UEFA Champions League. Tapi hasil akhirnya, mereka jadi pesakitan. Kalah lewat adu pinalti. Jadi wajar kalau saya tetap berdebar sebelum peluit panjang ditiup.
Beruntung, Sassuolo bukan Liverpool. AC Miilan memastikan diri menjadi juara Serie A Liga Italia 2021/2022.
Menuju Era Kegelapan
Terakhir kali AC Milan menjadi juara Serie A Italia itu tahun 2010/2011, sebelas tahun lalu. Saya bahkan sudah lupa bagaimana perayaan juara waktu itu. Selepas itu, AC Milan pelan-pelan memasuki masa kegelapan. Ditinggal Silvio Berlusconi – sang presiden klub yang menjadi legenda, AC Milan limbung. Neraca keuangan tidak stabil, badai kesulitan keuangan menjadi bagian yang akrab untuk klub.
Pernah berusaha dipindahtangankan ke miliarder asal China, tapi gagal. Investor itu cabut setelah gagal membayar utang pinjaman dalam upaya proses akuisisi. AC Milan tetap limbung. Kegagalan mengelola keuangan membuat klub yang dulu disegani di Italia bahkan Eropa itu pelan-pelan seperti buram. Papan atas klasemen jadi barang yang sulit dijamah, AC Milan lebih akrab di papan tengah klasemen.
Satu per satu pemain asing datang, tapi tidak ada lagi yang sebesar nama-nama seperti Andrea Pirlo, Andriy Shevchenko, apalagi Kaka. Tidak ada yang mampu mengangkat AC Milan dari lumpur yang semakin menyedot mereka. Pelatih juga begitu. Bergantian mereka hadir ke kandang AC Milan, bahkan nama-nama yang adalah legenda AC Milan dipanggil dengan harapan bisa membangkitkan semangat AC Milan, tapi nihil. Semua berujung pada kegagalan.
Terang Mulai Nampak
Titik cerah mulai tampak ketika Elliot Management Corporation yang membawahi AC Milan menarik saham Li Yonghong, miliarder asal China tersebut, dan menguasai sepenuhnya saham AC Milan. Pengambilalihan itu dilanjutkan dengan restrukturisasi di tubuh AC Milan. Ivan Gazidis ditunjuk sebagai sebagai CEO dan lewat tangan dinginnya berhasil menyeimbangkan neraca keuangan AC Milan. Pendapatan dari sponsor juga meningkat 20% pada tahun 2020-2021.
Paolo Maldini sebagai direktur teknik juga melakukan langkah efisien. Mulai dari usaha menerapkan restrukturisasi beban gaji tahunan. Beban gaji yang besarnya sampai 142 miliar Euro per tahun di tahun 2018/2019 bisa diturunkan menjadi sekitar 82 miliar Euro di tahun 2021/2022. Walaupun untuk itu mereka terpaksa melepas bintang seperti Donnarumma dan Hakan Calhanouglu.
Di bagian perekrutan pemain, Paolo juga mengambil langkah merekrut pemain-pemain muda potensial. Nama-nama yang tidak terlalu dikenal. AC Milan sekarang bukan lagi AC Milan zaman dulu yang dengan berani mendatangkan pemain kelas atas berharga tinggi. Walhasil, langkah Paolo ini mendatangkan ejekan dari banyak orang. Dengan sedikit sarkas mereka menyebutnya “Maldini Masterclass.”
Tahun 2020, Paolo mendatangkan satu pemain tua yang kata orang sudah hampir habis masanya. Zlatan Ibrahimovic yang sebenarnya sudah memasuki masa pensiun di LA Galaxy terbang ke kota Milan dan bergabung dengan AC Milan, klub yang dibawanya menjadi juara tahun 2011 lalu.
Mendatangkan pemain yang tahun itu akan mencapai usia 39 tahun? Buat apa? Ya tentu saja untuk menjadi mentor bagi pemain muda yang sudah terlebih dahulu dibeli AC Milan. Zlatan dengan semua pengalaman dan mental juaranya adalah cara terbaik untuk menanamkan mental juara bagi sepasukan anak muda awal 20-an yang dibeli Milan.
Setahun kemudian, giliran Olivier Giroud yang dibawa ke San Siro. Pemain gaek yang secara performa juga sudah mulai memasuki masa pensiun. Tapi, Giroud pernah juara Champions, pernah juara dunia, dan pernah mencicipi gelar juara di Inggris. Jadi tidak salah kalau dia juga didapuk sebagai mentor di ruang ganti.
Stefano Pioli yang baru direkrut sebagai pelatih juga dipertahankan. Meski ada wacana untuk menggantinya dengan Ralf Rangnick, Paolo – dan Zvonomir Boban – bertahan untuk membelanya. Dia dipertahankan, dan kesempatan itu tidak disia-siakan Pioli. Break COVID-19 tahun 2020 dimanfaatkan Pioli untuk mendekati para pemainnya. Menjadikan mereka selayaknya anak sendiri.
Musim 2020/2021 perencanaan matang AC Milan mulai membuahkan hasil. Mereka sempat berada di puncak sebelum akhirnya harus menyerah ada di urutan kedua klasemen di akhir musim. Kalah dari Inter Milan yang lagi bagus-bagusnya musim itu. Urutan kedua sudah cukup untuk membawa mereka main di UEFA Champions League yang sudah ditinggalkan selama tujuh tahun. Walau hasil akhirnya masih mengecewakan, tapi bisa dimaklumi. Tidak banyak pemain AC Milan kala itu yang pernah mencicipi turnamen Eropa.
Akhirnya Buka Puasa!
Musim 2021/2022 akhirnya menjadi masa yang tepat untuk mengakhiri puasa gelar. Para pemain muda mulai stabil penampilannya. Para mentor sudah berhasil menjalankan tugas. Musim ini, AC Milan menjadi klub dengan rataan usia pemain paling muda nomor tiga. Rata-rata usian pemain mereka adalah 24,7 tahun. Dan ini adalah hasil pembelian yang sangat jeli dari manajemen di bawah Paolo Maldini.
Olivier Giroud, pemain gaek terakhir yang direkrut AC Milan menjadi pemain kunci di pertandingan besar. Giroud menjadi pembunuh Inter Milan di derby terakhir musim ini, lalu menyumbang dua gol kemenangan di pertandingan terakhir melawan Sassuolo. Rafael Leao yang di musim sebelumnya tampil angin-anginan, musim ini menjadi kunci. Hattrick umpan di partai penentu jadi bukti nyata kematangannya. Lalu ada juga Theo Hernandez yang menjadi salah satu bek kiri terbaik di Italia saat ini. Tangguh di belakang, dan tajam di depan. Tidak percaya? Simak gol solonya saat melawan Atalanta. Mendapatkan bola dekat kotak pinaltinya, Theo menggiring bola sendirian ke daerah lawan sebelum mengakhirinya dengan gol cantik. Theo rasa Weah, kata orang.
Eh jangan lupa juga nama Mike Maignan, penjaga gawang yang seolah-olah menjadi reinkarnasi Dida. Maignan didatangkan dari Lille sebagai pengganti Donnarumma dengan harga murah. Nyaris tidak dikenal sebelumnya, namun akhirnya menjadi penjaga gawang terbaik Liga Italia 2021/2022. Benar-benar sebuah investasi yang berbuah manis.
Selepas pertandingan melawan Sassuolo, pemain dan staf pelatih AC Milan berjingkrakan di lapangan. Ratusan suporter pun tidak tahan untuk tidak menembus barikade dan turun ke lapangan. Pesta besar tumpah ruah di stadion milik Sassuolo. Mereka dengan tidak sopannya berpesta di rumah orang. Tapi, mohon dimaklumi karena ini adalah pesta buka puasa bersama yang sudah tertahan 11 tahun.
AC Milan akhirnya bisa kembali sebagai juara. [dG]