Tidak Ada Pelatih Inggris Yang Bagus?

Wayne Rooney seperti memperpanjang daftar mantan pemain Inggris yang belum berhasil menjadi pelatih yang bagus.

Wayne Rooney dipecat dari Birmingham. Padahal dia baru saja menduduki kursi pelatih itu selama tiga bulan, sejak Oktober 2023 lalu. Pasalnya, di bawah kepelatihan Rooney, Birmingham hanya mampu menang dua kali dari 15 pertandingan. Alasan yang cukup buat manajemen klub untuk buru-buru memutuskan kesepakatan dengan Rooney.

Ini kali ketiga mantan penyerang papan atas Premier League itu berpisah dengan klub yang dia latih. Sebelumnya di tahun 2022 Wayne Rooney berpisah dengan Derby County yang sudah dua tahun dia latih, sekaligus menjadi tempat debutnya di karir pelatihan. Di Derby County, Wayne Rooney mencatat hasil 28.2% kemenangan dari total 85 pertandingan.

Dari Inggris, mantan pemain yang dulu kerap disebut Wazza ini terbang ke Amerika Serikat untuk melatih mantan klubnya, DC United. Setahun lebih di DC United, dia pun sepakat untuk berpisah dengan catatan 26.4% kemenangan dari total 53 pertandingan. Birmingham adalah klub ketiga yang coba untuk diasuhnya, tapi ternyata hasilnya masih belum menunjukkan hasil yang menggembirakan.

Lampard dan Gerard

Rooney bukan mantan pemain Inggris pertama yang gagal sebagai pelatih. Kita kerucutkan ke generasi pemain Inggris yang pernah tampil di Piala Dunia 2010 ya. Di skuad itu minimal ada tiga nama lain selain Rooney yang sekarang menjadi pelatih. Mereka adalah Frank Lampard, Steven Gerard, dan Michael Carrick. Dari ketiganya, setidaknya saat ini tinggal Michael Carrick yang masih bisa dibilang lumayan.

Frank Lampard memulai karir sebagai pelatih di tahun 2018 dengan menangani Derby County. Hasilnya tidak terlalu buruk. Lampard mencatatkan hasil 24 kemenangan dari 57 pertandingan atau 42.1%. Setahun kemudian dia melatih mantan klubnya, Chelsea dan kembali meraih hasil tidak terlalu buruk. Lampard membawa Chelsea menang 44 kali dari 84 pertandingan dengan prosentase 52.4%. Sayangnya statistik itu tidak cukup untuk membuatnya bertahan. Dia dilepas Chelsea dan kemudian mendarat di Everton dengan catatan yang lebih buruk, hanya menang 12 kali dari 44 pertandingan. Dia dipecat tepat setahun setelah menangani Everton.

Frank Lampard saat melatih Chelsea

Steven Gerard sebenarnya memulai karir pelatihannya dengan sangat baik. Menjadi pelatih Glasgow Rangers – klub asal Skotlandia –  di musim 2018/2019 dia memulai dengan cukup baik. Perjalanannya terbukti ketika di musim 2020/2021 Gerard membawa timnya menjadi juara Liga Skotlandia dengan catatan tidak pernah terkalahkan selama satu musim. Catatan invincible yang cukup mengesankan. Mungkin catatan itu yang membuat Gerard pede untuk terbang ke Inggris dan setuju untuk menangani Aston Villa. Sayangnya, persaingan dan tekanan di Liga Primer Inggris sangat berbeda dengan Liga Skotlandia. Hasilnya hanya setahun Gerard menangani Aston Villa sebelum dipecat di tahun 2022 dengan prosentase kemenangan hanya hanya 32.5%. Saat ini legenda Liverpool ini menangani klub Al-Ettifaq dari Saudi Arabia.

Catatan yang cukup bagus sejauh ini dibuat oleh Michael Carrick. Mantan gelandang Manchester United ini menjadi pelatih untuk klub Middlesborough setelah sebelumnya menjadi caretaker pelatih di Manchester United di tahun 2021. Carrick memimpin United di tiga pertandingan sisa musim itu setelah Ole Gunnar Solksjaer meninggalkan posisinya sebagai pelatih Manchester United. Sampai tulisan ini dibuat, Carrick masih tergolong lumayan di Middlesborough dengan prosentase kemenangan 53.03% dari 66 pertandingan.

Pelatih Inggris Kalah Jauh

Apa yang terjadi pada tiga orang pemain Inggris tahun 2010-an itu (di luar Carrick) memang seperti gambaran bagaimana sulitnya mencari pelatih bagus di tanah Inggris. Coba tengok klub-klub top Liga Primer Inggris saat ini, anggaplah lima klub teratas. Tidak ada satupun nama pelatih asal Inggris di sana. Hanya ada nama satu pelatih Jerman, satu pelatih Turki, dua pelatih Spanyol, dan satu pelatih dari Australia. Total hanya ada tiga pelatih asal Inggris di Liga Primer Inggris saat ini, dan dari ketiganya hanya Eddie Howe yang melatih tim yang cukup lumayan, Newcastle United.

Ini sebenarnya bukan hal baru karena kalau melihat ke belakang, Liga Primer Inggris memang sudah lama sekali tidak dikuasai oleh pelatih lokal. Sebelum era Pep Gurdiola yang orang Spanyol, Liga Primer Inggris dibagi antara Sir Alex (Skotlandia), Arsene Wenger (Perancis), dan Jose Mourinho (Portugal).

Ini agak berbeda dengan negara top di sepak bola Eropa lainnya seperti Italia, Spanyol, Jerman, dan Belanda. Negara-negara ini terkenal rajin melahirkan pelatih kelas atas yang sebagian adalah mantan pemain aktif.

Saat ini minimal ada dua nama pemain era pertengahan 2000 sampai 2010-an yang namanya sedang harum. Xabi Alonso yang melatih Bayern Leverkusen dengan catatan yang menggiurkan, dan Simone Inzaghi yang melatih Inter Milan dan bisa tetap menjaga reputasi klub itu setelah ditinggalkan Antonio Conte. Sampai saat ini Inter Milan masih menjadi klub raksasa di Serie A. Nama lain yang cukup menjanjikan adalah Xavi Hernandes yang menangani Barcelona.

Xabi Alonso, sekarang lagi naik daun

Nama lain yang masih belum mencapai puncak karir kepelatihan adalah: Ruud van Nistelrooy, Giovanni van Bronckhorst, Vincent Kompany, dan beberapa nama lain. Mereka bisa dibilang baru meniti karir dan belum benar-benar berada di puncak. Tapi mereka bisa jadi nama yang sangat menjanjikan.

Mundur ke generasi yang sedikit lebih lawas, di sini juga terlihat bagaimana mantan pemain Inggris yang jadi pelatih tetap tidak bisa berbuat banyak. Kalah sama pemain dari negara lain. Sebut saja nama seperti Zinedine Zidane, Antonio Conte, Mancini, Pep Gurdiola, atau Luis Enrique. Nama mereka harum dengan gelar dan capaian, baik di tingkat lokal maupun di benua biru.

Kenapa Ya?

Pertanyaan ini memang selalu diajukan banyak pecinta sepak bola dan mungkin belum ada jawaban yang benar-benar tepat. Data tahun 2013 memang menunjukkan betapa sedikitnya orang Inggris yang mengambil lisensi kepelatihan FIFA. Total hanya sekitar 1.400-an orang Inggris dengan lisensi A atau Pro Licence. Jumlah ini kalah banyak dengan orang Jerman (7.000-an) dan Spanyol (15.000-an) yang memiliki lisensi A atau Pro Licence.

Data ini mungkin menunjukkan bahwa memang menjadi pelatih bukan pilihan bagi banyak orang Inggris, sekalipun mereka adalah mantan pemain yang sukses. Sebagian besar dari mereka lebih memilih karir lain daripada menjadi pelatih. Bahkan lebih banyak mantan pemain Inggris yang sukses menjadi pundit daripada pelatih. Gary Neville contohnya.

Di sisi lain ada juga yang berasumsi bahwa pelatih asal Inggris memang miskin referensi dalam karir kepelatihan. Mungkin karena memang sudah sejak lama Inggris tidak punya pelatih top yang bisa jadi referensi atau minimal jadi role model. Kondisi ini tentu berbeda dengan Spanyol, Italia, Jerman, atau bahkan Belanda.

Ada satu teori lagi yaitu tidak adanya pelatih asal Ingggris yang punya filosofi dalam bermain. Pelatih dari Spanyol seperti Pep Gurdiola punya filosofi tiki-taka, lalu Jurgen Klopp punya gegenpressing, pelatih Italia punya filosofi pertahanan, dan pelatih Belanda punya total football. Pelatih Inggris tidak mungkin bertahan dengan filosofi kick rush yang sudah ketinggalan zaman itu, dan mereka belum ada yang menemukan filosofi baru.

Mungkin juga gabungan dari teori-teori di atas itulah yang membuat Inggris kesulitan menemukan pelatih baru produk dalam negeri mereka sendiri.

*****

Saat ini Inggris memang sangat kesulitan untuk benar-benar menemukan pelatih dalam negeri yang bisa dibilang moncer. Saat ini nama Gareth Southgate bisa dibilang yang terbaik. Prestasinya membawa Inggris menjadi semi finalis Piala Dunia 2018 dengan mengandalkan sebagian besar pemain muda seperti menjanjikan. Tapi, apakah itu cukup untuk menyebutnya sebagai pelatih top? Sepertinya belum. Kita harus lihat konsistensinya setelah ini. Mungkin di Euro 2024 ini? [dG]