Naif Bubar

Berita yang cukup menyedihkan tentang bubarnya band Naif, salah satu band favorit dari masa 90-an.

Menjelang Idulfitri tahun ini, tiba-tiba berembus sebuah kabar yang cukup mengangetkan untuk para pecinta musik Indonesia. Apalagi kalau bukan tentang bubarnya grup band Naif. Band yang sudah berkarya sejak 1995 ini, akhirnya mengembuskan kabar yang bisa dipercaya kalau mereka benar-benar bubar. Awalnya berita ini datang simpang-siur, berawal dari keputusan bahwa Naif akan vakum untuk sementara. Lalu, beberapa minggu lalu ada berita resmi kalau bassis mereka Emil Hasan dan sang penggebuk drum Pepeng akhirnya mengundurkan diri. Pengunduran diri dua personel ini kemudian diikuti dengan berita kalau Naif akhirnya bubar.

Berita ini cukup menyedihkan buat saya. Walaupun bukan fans berat Naif, tapi setidaknya saya cukup menyukai band yang personelnya berasal dari kampus IKJ ini.

Pertama kali mendengar karya Naif sekitar tahun 1998, bertepatan rentang waktu peluncuran album pertama mereka Naif. Lagu yang langsung populer saat itu adalah Mobil Balap. Lagu dengan lirik sederhana tentang seorang pria yang memamerkan mobil balapnya dan merasa tertantang beradu balap hingga berakhir di kantor polisi.

Lagu ini menarik karena dibawakan dengan gaya lagu-lagu tahun 1970-an. Begitu pula dengan konsep video klipnya yang terlihat sangat retro. Otomatis Naif berhasil merebut perhatian pendengar musik Indonesia.

Dua tahun kemudian Naif datang lagi dengan album Jangan Terlalu Naif. Salah satu singel andalan mereka adalah Posesif, lagu sederhana tentang seorang pria yang sangat posesif pada pasangannya. Video klip lagu ini juga mendapat banyak perhatian karena menampilkan konsep yang tidak umum di masa itu. Mereka menggunakan (Alm) Afi – seorang transpuan – sebagai modelnya. Album kedua ini mengukuhkan Naif sebagai salah satu band papan atas Indonesia.

Naif Paket Lengkap

Terus terang saya memang tidak mendengarkan secara penuh semua album Naif, hanya lagu-lagu mereka yang terkenal saya. Dari beberapa lagu yang sangat terkenal, salah satu yang paling saya suka adalah Benci Untuk Mencinta. Lagu ini ada di album Retropolis tahun 2005. Lagu bernada galau dengan lirik yang sebenarnya sederhana, tapi entah kenapa seperti sangat dalam.

Aku tak tahu apa yang terjadi
Antara aku dan kau
Yang ku tahu pasti
Ku benci untuk mencintaimu

Melodi lagu ini juga terasa sangat menyayat. Pelan tapi dalam. Padahal saya tidak sedang galau, tapi rasanya lagu ini bisa terasa sangat menyentuh buat saya. Bagaimana dengan mereka yang memang relate dengan lagu ini ya?

Tapi sebenarnya hal yang paling menarik dari Naif itu bukan cuma lagu-lagunya saja. Band yang lagunya menarik sudah biasa, tapi Naif menambahkan dengan unsur hiburan saat di panggung. Naif termasuk band yang sangat ekspresif di panggung, utamanya karena faktor David Bayu sang vokalis.

David bisa membangun interaksi sangat baik dengan para penonton. Mulai dari banyolan-banyolan dan plesetan-plesetan sampai aksi panggung yang lucu. Pokoknya menonton Naif di panggung berarti siap menyaksikan aksi menghibur dari para personelnya. Sayangnya, sampai hari ini saya belum pernah menonton langsung aksi Naif.

Naif di atas panggung

Di luar panggung, mereka juga terkenal sebagai band yang sangat nyaman diwawancara. Mereka dengan segala kekonyolan dan keisengannya sangat mampu membangun suasana. Apalagi bila bertemu pewawancara yang berasal dari lingkaran yang sama seperti Vincent dan Desta.

Pokoknya Naif adalah paket yang lengkap. Musik yang asik dan aksi panggung yang menghibur.

Kehilangan Passion

Di kanal YouTube Medcom, Emil sang bassis mengakui kalau dia sudah mengundurkan diri dari Naif sejak September 2020, tapi mereka sepakat untuk menyimpan rapat-rapat berita itu. Keluarnya Emil diikuti oleh Pepeng sang drummer. Keluarnya dua personel ini buat mereka berarti sinyal untuk membubarkan band.

“Satu keluar, semua keluar,” kata Emil.

Emil sendiri mengaku niatnya keluar dari band adalah karena hilangnya passion. Emil sedang sangat fokus mengembangkan bisnisnya, utamanya bisnis sepatu sneaker yang masih seperti bayi. Perlu perhatian lebih. Masa pandemi yang dimulai tahun 2020 lalu ikut menyumbang penyebab hilangnya passion para personel Naif. Tidak ada waktu untuk bertemu dan latihan, dan tidak ada panggung yang bisa memberi mereka energi lebih dan alasan untuk bertahan ngeband.

Dan itulah alasan kenapa Emil akhirnya memutuskan untuk mundur, dan memberikan efek domino pada mundurnya Pepeng lalu akhirnya Naif bubar.

Memang sulit mempertahankan passion ya? Apalagi untuk sebuah band dengan perjalanan 25 tahun. Vakum bukan pilihan buat mereka, karena menurut Emil itu tidak membantu. Tidak ada pilihan lain selain mundur, karena dia sendiri mengaku sulit menebak kapan dia akan kembali bersemangat memegang alat musik dan mencipta lagu.

Gua bukan tipe orang yang bisa mengerjakan beberapa hal sekaligus. Itu juga yang bikin kuliah gua berantakan karena waktu itu gua fokus sama Naif,” kata Emil.

Dan semua akhirnya sudah terjadi. Naif sudah resmi mengumumkan bubarnya band mereka.

*****

“Naif sebagai band memang udah nggak ada. Tapi, sebagai personal kami akan tetap sebagai teman,” kata David Bayu di kanal YouTube miliknya. Dia juga menambahkan kalau orang tetap bisa menikmati karya-karya Naif di mana saja. Youtube, Spotify, atau bahkan rilisan fisik. David mungkin berlagak blo’on, pura-pura tidak tahu kalau itu tidak membantu menghapuskan kesedihan para penggemar Naif.

Kita memang masih bisa mendengarkan karya-karya mereka di mana saja, tapi tetap ada rasa sedih mengingat kita tidak akan bisa melihat mereka tampil di panggung seperti dulu. Setidaknya harus bersabar menunggu mereka membuat penampilan reuni.

Mungkin ini yang dirasakan para penggemar Beatles ketika band itu bubar. Sedih karena meski tetap bisa mendengarkan karya-karya mereka, tapi sangat kecil kemungkinan untuk bisa melihat mereka menghasilkan karya baru bersama-sama. Para personel masih ada, masih berkarya, tapi bukan lagi sebagai satu kesatuan seperti yang dulu dikenal.

Apapun itu, Naif sudah memberikan warna menarik untuk dunia musik Indonesia. Mereka memang sudah bubar, tapi warisan mereka mungkin akan abadi. [dG]