Mengobrolkan Musik 90an


Sebuah catatan tentang musik di dekade 90an, dekade yang paling berbekas buat saya.


Rabu pekan lalu, seorang blogger bernama Eka mengajak saya live di instagramnya. Topik yang kami angkat adalah tentang musik 90an. Semua berasal dari kebiasaan mengobrolkan musik 90an di grup chat. Kebetulan kami berada dalam sebuah grup chat yang sama, yang anggotanya sudah sepuh, para remaja tahun 90an yang tentu saja akrab dengan musik 90an. Jadi sepertinya kloplah kalau kami membicangkan tentang musik masa itu.

Kebetulan juga sejak zaman pandemi dan kebanyakan berada di rumah, saya banyak mengulik tentang musik. Mulai dari beragam wawancara dengan musisi dan pengamat musik, sampai bacaan tentang musik. Beberapa di antaranya memang memberi insight baru tentang musik, termasuk musik tahun 90an.

Ada penelitian yang menyebutkan bahwa selera musik seseorang didefinisikan di usia 15 tahun untuk laki-laki dan 13 tahun untuk perempuan. Di masa itulah mereka mulai merasa bahwa definisi musik yang mereka dengarkan itulah yang cocok dengan selera mereka. Setelah masa itu selera musik mereka tidak akan terlalu banyak berubah dan relatif sulit menerima jenis musik lain dari yang mereka temukan di usia itu.

Penelitian itu rasanya benar. Saya pun merasa menemukan jenis musik yang paling saya suka di usia 15 tahun dan setelahnya selera musik saya tidak terlalu banyak terpengaruh lagi. Tetap menyukai musik-musik baru tapi tidak lagi setertarik dulu.

Karena itulah, masa 90an menjadi masa keemasan saya bila berbicara soal musik. Meski saya juga banyak mendengarkan musik 70an dan 80an, tapi tetap saja musik 90an jadi yang paling utama. Dekade yang sangat menancap di kepala bila berbicara tentang musik.

Ada beberapa ciri khas dari musik dekade 90an yang menurut saya sangat membekas, yaitu:


Dewa 19, salah satu band yang merajai dekade 90an

Kejayaan Band dan Grup

Berbeda dengan dekade sebelumnya yaitu dekade 80an, dekade 90an adalah masa kejayaan band atau grup. Ini berbeda dengan era 80an ketika penyanyi solo merajai musik Indonesia. Sebutlah nama-nama seperti Iwan Fals, Chrisye, Januari Christy, Vina Panduwinata, Nicky Astria, Utha Likumahuwa, Broery Pesolima, Harvey Malaiholo, Nia Daniati, dan banyak lagi. Band atau grup dari tahun 80an yang populer tidak terlalu banyak. Nama yang lekat dalam pikiran hanya nama seperti Halmahera, Karimata, atau Trio Libels.

Ini berbeda dengan dekade 90an ketika band atau grup menjadi sangat populer mengalahkan para penyanyi solo. Buktinya, kalian pasti kesulitan untuk menyebut siapa penyanyi solo yang terkenal di tahun 90an. Bila diminta menyebutkan 10 penyanyi favorit di tahun 90an, maka bisa jadi daftar itu akan dikuasai oleh band atau grup. Jarang penyanyi solo.

Fenomena ini terjadi secara global, bukan hanya di Indonesia. Chart Top 40 dunia juga selalu dikuasai oleh band atau grup. Apalagi ketika gelombang musik alternatif melanda dunia bersamaan dengan gelombang boyband dan girlband.

Saya belum menemukan alasan teknis kenapa hal ini bisa terjadi. Saya pun baru menyadarinya ketika mendengar wawancara Sindhu dengan Erwin Gutawa di kanal Medcom.


Band Jamrud, band rock terakhir yang meraih kesuksesan di jalur mainstream

Surga Terakhir Musik Rock dan Metal

Dekade 90an juga saya sebut sebagai surga terakhir musik rock dan metal. Band-band rock maupun sedikit penyanyi solo aliran keras ini sempat merajai penjualan materi musik di dekade 90an. Sebut saja nama Jamrud, Power Metal, Power Slave, atau Boomerang. Bahkan, Jamrud bisa menjadi band rock paling sukses yang berhasil menjual jutaan kopi album rekaman mereka.

Selain rekaman album, konser musik rock pun rutin digelar di berbagai daerah di Indonesia. Bukan hanya konser musik, tapi juga festival musik. Nama yang paling mudah diingat adalah Log Zhelebour yang dijuluki “Kaisar Metal Indonesia”. Beliau inilah yang rutin menggelar konser dan festival musik rock yang berhasil mengorbitkan berbagai nama musisi rock. Salah satunya adalah Jamrud.

Di masa itu juga musisi rock luar negeri berdatangan konser di Indonesia, salah duanya adalah Sepultura dan Metallica. Konser Metallica tahun 1993 malah tercatat sebagai konser rock bersejarah. Bersejarah karena efek kerusakannya yang sangat besar sampai panitianya dipanggil khusus menghadap presiden Soeharto.

Selepas dekade 90an, musik rock mulai tenggelam dan sama sekali tidak pernah menjadi raja lagi. Musik rock lebih banyak beredar di bawah tanah alias underground.


Almarhum Imanez, musisi regge yang juga sukses di dekade 90an

Musik Mainstream yang Beragam

Musik mainstream atau musik arus utama kita sebut saja musik yang sering muncul di televisi, media promosi paling populer di dekade 90an. Dekade 90an memberi tempat yang luas untuk semua genre musik. Semua bisa masuk televisi dan artinya bisa masuk ke arus utama.

Musik pop memang jadi rajanya dengan beragam musisi baik solo maupun band atau duo. Beragam nama penyanyi aliran pop berseliweran di televisi. Sebut saja nama seperti Dewa 19, Base Jam, Java Jive, Reza Artamevia, dan banyak lagi. Lalu ada juga band beraliran blues dan rock n roll seperti Slank yang sangat populer di dekade 90an. Metal diwakili oleh Jamrud, Boomerang, dan Power Metal.  Regge diwakili oleh almarhum Imanez, dan rap serta hip hop diwakili oleh Iwa K yang berujung pada munculnya musisi rap/hip hop lainnya. Bahkan di akhir 90an muncul proyek Pesta Rap yang mengumpulkan banyak penyanyi aliran ini. Jangan lupakan juga popularitas penyanyi komedi seperti Padhyangan Project yang juga berjaya di dekade 90an.

Pokoknya di dekade 90an warna musik mainstream sangat beragam. Nyaris mewakili semua aliran musik yang ada di Indonesia. Semua punya kesempatan yang sama untuk didengarkan dan disukai publik. Akibatnya, selera musik orang pun jadi sangat beragam dan nyaris tidak ada selera yang jadi “penguasa”.


Video klik Bebas, lagu dari Iwa K

Era Munculnya Video Klip Berkualitas

Sebelum dekade 90an, video klip tidak terlalu dianggap penting. Musisi yang menelurkan lagu hanya membuat musik klip seadanya, atau bahkan kadang hanya berupa potongan penampilan mereka di acara TVRI. Namun, ini berbeda dengan dekade 90an.

Di dekade 90an, teknologi visual semakin berkembang dan dengan demikian tingkat kreativitas pegiatnya pun semakin meningkat. Salah satu penyalurannya adalah pembuatan video klip yang tidak lagi digarap asal-asalan, tapi dengan konsep yang sangat jelas dan eksekusi yang berkualitas. Maka muncullah video klip musisi yang bagus-bagus. Pegiat yang paling terkenal di dekade ini adalah Rizal Mantovani dan Richard Buntario. Mereka berdua adalah sutradara video klip yang paling tenar dan punya banyak karya di dekade 90an.

Fenomena ini juga didukung dengan munculnya penghargaan untuk video klip terbaik seperti yang diadakan oleh MTV Indonesia. Beberapa stasiun televisi juga punya acara khusus untuk mengapresiasi karya video musik dari musisi lokal. Salah satunya adalah acara Video Musik Indonesia di RCTI.

Kehadiran video klip yang berkualitas ini juga memunculkan nama-nama model video klip yang populer. Sebut saja Dian Nitami, Shanty, Tracy Trinita, dan banyak lagi.


PAS Band, band indie pertama yang meraih kesuksesan

Awal Munculnya Musik Indie

Sebelum dekade 90an, musik hanya bisa dihasilkan dan diedarkan oleh label besar. Namun, kemajuan teknologi mulai membuka jalur baru bagi para musisi untuk membuat dan mengedarkan sendiri karya mereka lewat jalur independen atau kelak lazim disebut jalur indie.

Salah satu pelopornya adalah PAS Band dari Bandung di tahun 1996 yang lalu disusul oleh Pure Saturday dan Mocca di akhir 90an. Mereka berhasil meraih popularitas lewat jalur indie. Saat itu Bandung memang menjadi satu dari tiga kota ikon musik Indonesia selain Jakarta dan Surabaya. Bandung bahkan bisa disebut sebagai ibukota indie. Musisi indie Bandung ikut berkembang seiring dengan kultur distro di dunia fesyen.

Saat ini, jalur indie sudah jadi sangat lazim dipilih oleh para musisi untuk mengedarkan hasil karya mereka. Label besar bukan lagi pilihan utama.

*****

Itulah lima ciri khas musik dekade 90an yang paling saya ingat. Dekade yang menurut saya adalah dekade keemasan dunia musik Indonesia. Tentu saja ini pernyataan subyektif yang akan langsung dibantah oleh generasi sebelumnya atau sesudahnya. Tapi bodoh amat, toh selera memang tidak bisa didebat, bukan?

Bagaimana dengan kalian generasi 90an lainnya? Adakah ciri khas musik 90an yang juga kalian ingat, atau mau menambahkan ciri khas yang saya sebut di atas? Silakan loh. [dG]