Kemenangan Barca, Kemenangan Sepakbola Indah

barca-juara-diliatin-mu

Tuntas sudah pagelaran akbar di tanah Eropa, teritori yang dipercaya banyak orang sebagai barometer sepakbola dunia.

Dalam kurun waktu 2×45 menit, Barcelona menuntaskan perlawanan juara Champion musim lalu, Manchester United dengan 2 gol tanpa balas. Sukses ini melengkapi torehan 2 gelar seminggu sebelumnya. Barca sukses meraih tiga gelar dalam 1 musim sekaligus menjadi tim Spanyol pertama yang melakukannya.

Bila melihat lebih ke dalam, satu fakta tambahan akan membuat prestasi Barca jadi terkesan lebih fenomenal. Torehan 3 gelar bergengsi tersebut adalah buah kerja keras tim yang berujung pada satu komandan, Josep “Pep” Guardiola. Pelatih bau kencur yang belum genap setahun memulai karir kepelatihannya di tim senior Barcelona. Sebelumnya Pep juga ikut dalam Dream Team Barcelona di bawah kuasa Johan Cruyff di periode awal 90-an. Hampir dua puluh tahun kemudian, Pep merintis jalan menuju Dream Team versinya sendiri. Tak tanggung-tanggung, rintisannya dimulai dengan panen 3 gelar di musim perdananya.

Pep, seperti juga sang mentor, adalah penganut sepakbola menyerang. Pep tetap patuh pada pakem ultra ofensif milik Barca, 4-3-3. Pep juga punya modal dasar yang sangat besar dengan deretan pemain bertalenta tinggi yang tak cengeng dan banyak maunya. Pep punya Iniesta dan Xavi, duet gelandang terbaik di dunia, Pep punya Messi, si bocah ajaib, dan Pep masih punya banyak pemain lain yang setuju untuk bekerja sama demi kejayaan tim tanpa banyak berpikir tentang ego mereka. Bahkan Pep berani membuka pintu keluar untuk Ronaldinho dan Deco yang dianggapnya tak lagi punya komitmen besar untuk Barcelona meski selama beberapa tahun mereka berdua telah menjadi ikon bagi kejayaan Barcelona.

Pep, dengan filosofi sepakbola menyerangnya kemudian tampil menggila di Eropa. Meski mengawali perjalanan di Liga dengan trek yang tak cukup meyakinkan, Pep mengubah persepsi orang yang awalnya tidak yakin dia bisa berbicara banyak di tahun pertamanya. Di pentas lokal, Pep memastikan gelar bagi Barca berminggu-minggu sebelum race berakhir. Di pentas Eropa, Barca yang memulai perjalanan lewat jalur yang lebih terjal melalui babak kualifikasi ternyata mampu tampil sebagai tim paling produktif.

Barcelona menjadi tim yang paling menghibur. Banyak yang setuju pasti. Kolaborasi antar para gelandang dengan striker plus bek sayap membuat Barca disegani lawan. Mereka punya dirigen jenius pada sosok Xavi dan Iniesta. Meski keduanya berubuh mungil, tapi kualitas mereka raksasa. Mereka tahu betul kapan harus mengumpan, kapan harus menahan bola, kapan harus mengalirkan bola, dan kapan harus menembak.

Kompatriot mereka semacam Seidou Keita, Yaya Toure ataupun Bosquet juga sangat fasih membantu kerja duet mungil tersebut. Para gelandang bertahan mampu menjalankan tugas “kotor” merusak irama lawan dan menjadi orang pertama yang mematahkan bangunan serangan lawan, dengan atau tanpa tekel.

Di barisan depan, meski belakangan tak begitu istimewa lagi, permainan Eto’o bisa jadi kartu mematikan. Dukungan dari Henry dan tentu saja dari Messi adalah jaminan terciptanya serangan maut yang berujung pada gol-gol indah. Trisula maut inipun tetap terjaga konsistensinya meski personelnya berbeda. Gudjhonsen dan Bojan juga mampu menjadi pelapis yang sepadan untuk para pilihan utama tersebut.

Pep menyempurnakan semua kelebihan itu dengan pengalamannya sebagai orang yang lama berkecimpung di Barca. Pep orang Catalan asli, dia tahu betul karakter tim yang dipegangnya. Dengan pendekatan persuasif dia mendekati para pemain bintang, menekan ego mereka dan mengubah mereka menjadi pemain penurut yang punya komitmen buat klub.

Gelar malam tadi membuat posisi Pep sejajar dengan Manuel Munoz, Johan Cruyff, Giovanni Trappattoni, Frank Rijkaard dan Carlo Ancelotti sebagai manusia yang pernah merebut tropi Champion baik sebagai pemain maupun sebagai pelatih. Namun, Pep punya keistimewaan sendiri. Dia menjadi orang ketiga setelah Munoz dan Ancelotti sebagai orang yang mampu meraih gelar Champion dua kali sebagai pelatih dan pemain di klub yang sama.

Pep sedang dalam perjalanan menuju status sebagai pelatih papan atas. Langkahnya menjanjikan. 3 tropi kelas satu di musim perdana adalah bukti sahih betapa fenomenalnya dia. Pep akan datang musim depan untuk menentukan alur langkah selanjutnya bagi masa depan karirnya. Akankah dia menjadi legenda atau sekedar fenomena ?.

Untuk sementara, Pep dan seluruh pasukannya pasti akan tenggelam dalam nikmatnya lautan kemenangan yang bisa saja memabukkan. Pep dan pasukannya adalah bukti kemenangan sepakbola indah, sepakbola menyerang.

Selamat untuk Barcelona dan segenap fans-nya. Untuk MU dan segenap fans-nya, kita coba lagi musim depan…