Masa Ketika SO7 Dibenci Massa



Sekarang Sheila On 7 mungkin terlihat begitu disenangi. Tapi, ada masa ketika mereka sangat dibenci massa.

β€œTerus terang, gua juga dulu salah satu orang yang membenci Sheila On 7,” kata Vincent Rompies, mantan pembetot bass band Club 80s. Kata β€œsalah satu” dalam kalimat Vincent memperllihatkan bahwa pada suatu masa, ada banyak orang yang membenci band dari Yogyakarta ini. Saya juga ingat masa itu, meski saya bukan salah satu pembencinya.

Kemunculan Yang Mengagetkan

Semua bermula di tahun 1999 ketika Sheila On 7 merilis album perdana mereka β€œSheila On 7”. Mereka seperti datang di waktu yang tepat dan itu jadi pengantar mereka ke puncak popularitas musik Indonesia kala itu. Dekade 90an adalah dekade milik band, berbeda dengan dekade sebelumnya yang lebih banyak dikuasai penyanyi solo.

Dengan lagu Kita, Dan, Anugerah Terindah Yang Pernah Kumiliki, serta Jadikan Aku Pacarmu, Sheila On 7 dengan cepat meraih popularitas yang tinggi. Lagu mereka diputar di radio-radio secara maraton. Video klip mereka tayang di televisi hampir setiap hari. Jumlah penjualan album mereka pun meningkat drastis dalam waktu singkat.


Saat pertama muncul di akhir 90an

Sebuah band yang seakan datang dari tanah antah berantah, tiba-tiba bisa bertengger di puncak. Menyaingi band-band lain yang datang dari dua kota besar: Jakarta dan Bandung. Dua kota utama yang jadi penghasil musisi di Indonesia kala itu.

Kehadiran Sheila On 7 seperti mengganggu sebuah sistim yang sedang terbangun. Sistim yang menempatkan Jakarta dan Bandung sebagai satu poros. Selain itu di Bandung sedang hangat-hangatnya tumbuh sebuah perlawanan terhadap label besar atau kadang disebut major label. Perlawanan itu kerap disebut indie atau independent. Ini merujuk kepada usaha musisi untuk membuat dan mengedarkan sendiri karya mereka tanpa mengikut kepada major label. Semua dikerjakan sendiri.

Bandung sedang menikmati masa kejayaan indie saat itu. Salah satu ujung tombaknya adalah PAS Band. Mereka besar lewat jalur indie dan seperti merusak kemapanan major label. Saat asik-asiknya menikmati perlawanan itu, eh muncul band binaan major label yang meraih popularitas dalam waktu relatif singkat bernama Sheila On 7. Sudah begitu, band ini datang dari kota di luar poros Jakarta-Bandung lagi. Ditambah lagi aliran musik Sheila On 7 yang sedikit ngepop dengan lagu yang agak menye-menye, terlalu manis kalau dibandingkan dengan musik yang diusung PAS Band atau Burgerkill misalnya. Singkatnya lagu Sheila On 7 dianggap lagu alay di masa itu.

Di antara band-band binaan major label pun, kualitas Sheila On 7 terbilang biasa saja. Bahkan jika dibandingkan dengan Padi yang juga muncul di saat yang hampir bersamaan. Baik itu kualitas musik ataupun lirik. Kualitas bermusik mereka di album perdana masih terbilang biasa saja. Lirik pun begitu. Lirik lagu Sheila On 7 tidak bisa dibilang nyastra dan bahkan cenderung sederhana.

Seorang pekerja event organizer di salah satu pertanyaan di Quora Indonesia juga bercerita bagaimana buruknya penampilan Sheila On 7 di panggung selepas kesuksesan album perdananya itu.

β€œBagi EO yang pernah mengundang atau memakai jasa SO7 di awal karir mereka seusai album pertamanya rilis, pasti tau kalau band asal Yogyakarta ini berantakan saat manggung, dan terkesan serampangan mainnya. Dan itu masih berlanjut hingga album SO7 kedua rilis, walau sudah lumayan rapi mainnya tapi belum menunjukan kalau mereka adalah band besar saat di panggung,” kata Eric Kauripan sang pekerja EO seperti saya kutip dari komentarnya di Quora.

Fvck Sheila

Semua alasan-alasan itu jadi batu pijakan untuk memunculkan gelombang membenci Sheila On 7. Bandung jadi kota yang paling ramai dengan pembenci Sheila On 7. Salah satunya adalah merebaknya stiker dengan tulisan Fvck Sheila. Tulisan yang jelas-jelas menampakkan ketidaksukaan pada Sheila On 7.

Sebenarnya ketidaksukaan massa pada Sheila On 7 tidak hanya terjadi di luar Yogyakarta saja. Bahkan di dalam kota Yogyakarta tempat asal mereka pun, ada saja yang tidak suka pada Sheila On 7. Ini diceritakan oleh Erix personil Endang Soekamti. Menurutnya saat itu banyak juga pegiat musik Yogya yang tidak suka dan mengucilkan Sheila On 7. Tapi alasan utamanya lebih kepada rasa iri karena kesuksesan Sheila On 7 yang tergolong tiba-tiba.

β€œDi antara anak punk Yogya, cuma aku yang mau masang stiker Sheila di motorku,” kata Erix dalam sebuah vlognya.

Puncak ketidaksukaan pada Sheila On 7 ditunjukkan oleh Edi Brokoli, mantan vokalis band Harapan Jaya asal Bandung. Edi yang kala itu adalah seorang video jockey (VJ) MTV tampil di publik di tahun 2003 dengan menggunakan kaos bertuliskan Fvck Sheila. Aksi Edi itu sempat mengundang banyak komentar. Salah satunya adalah dari aktor senior Tio Pakusadewo.


Edi Brokoli

Tio tampil dengan jaket berwarna perak dengan tulisan TAI E.B di bagian belakangnya. Inisial EB merujuk kepada Edi Brokoli. Tio bahkan terang-terangan mengajak Edi Brokoli untuk duel kalau dia memang tersinggung.

Aksi Edi itu juga mengundang reaksi dari MTV, tempatnya bernaung kala itu. MTV mencopot Edi sebagai salah satu VJ-nya, walau mereka dalam rilis resmi mengatakan pencopotan itu tidak ada kaitannya dengan aksi Edi Brokoli. Edi sendiri menolak tuduhan kalau dia menggunakan kaos itu sebagai tanda kebenciannya kepada Sheila On 7.

β€œSaya pakai karena kebetulan lagi tren aja. Ini masalah fesyen. Nggak ada maksud apa-apa,” kata lelaki berambut kribo ini dikutip dari laman Liputan 6. Apapun itu, bola panas sudah terlanjur bergulir.

Bergulir Terus

Waktu terus bergulir. Pelan-pelan Sheila On 7 malah semakin menampakkan kualitas yang berkembang jauh, dari sisi musikalitas maupun lirik. Di atas panggung pun, Sheila On 7 semakin dewasa. Mereka tampil dengan baik dan dengan aksi panggung yang membuat penonton terhibur.

Musik-musik Sheila On 7 seperti musik yang mengikuti zaman. Tidak heran kalau para penggemarnya yang berjuluk Sheilagank seperti terus terbarukan. Sebagian anggotanya malah saya yakin belum bisa kencing sendiri ketika Sheila On 7 mengeluarkan album perdana mereka di tahun 1999.

Mereka bisa menjaga popularitas yang sudah dibangun sejak lama. Menurut mantan produser Sony Music Indonesia – Jan Djuhana – dalam sebuah vlog bersama Sindhu Alvito dari Medcom ID bulan Januari 2020, Sheila On 7 adalah musisi Indonesia yang perolehan royalti per bulan paling tinggi dari Spotify. Rata-rata per bulan lagu-lagu Sheila On 7 diputar sampai satu juta kali. Ini membuktikan betapa tinggi popularitas band asal Yogyakarta ini.

Kepribadian yang sederhana tapi hangat juga salah satu faktor yang membuat Sheila On 7 menjadi mulai diterima dengan luas oleh publik pecinta musik di Indonesia. Orang yang tidak menyukai mereka pun merasa tidak punya alasan untuk membencinya.


Duta, sang vokalis Sheila On 7

β€œKalian hanya butuh waktu lima menit bareng mereka, dan kalian akan tahu betapa mereka sangat menyenangkan,” kata Vincent Rompies tentang Sheila On 7.

Kehidupan pribadi para personil Sheila On 7 juga termasuk datar, tanpa kontroversi berarti. Satu-satunya yang bisa digosipkan dari mereka adalah soal dikeluarkannya Anton sang drummer pertama. Alasan yang sampai sekarang masih misteri, karena Anton pun tidak pernah benar-benar paham kenapa dia dikeluarkan dari band yang dia bantu kelahirannya.

*****

Kisah Sheila On 7 ini buat saya adalah kisah perjuangan yang membuahkan hasil. Muncul diiringi cercaan dan rasa benci yang cukup besar ternyata tidak mematahkan semangat mereka. Mereka mau belajar, mereka mau berusaha menjadi lebih baik, dan mereka punya kepribadian yang hangat. Kombinasi mematikan yang membuat mereka masih bertahan sampai saat ini dan nyaris tidak punya pembenci.

Seandainya saja Kangen Band bisa belajar dari Sheila On 7, mungkin saat ini kita masih bisa melihat Babang Tamvan sebagai seorang calon legenda musik Indonesia. [dG]