Sepakbola

RIP Johan Cruyff

Si pangeran dari Belanda
Si pangeran dari Belanda

“Bermain sepakbola sebenarnya sederhana, tapi memainkan sepakbola yang sederhana itu sangat sulit”

Johan Cruyff. Nama itu pertama kali saya dengar ketika masih sangat belia, ketika pertama kali mencintai sepakbola. Mungkin sekira awal dekade 1990an. Gerbang saya untuk mencintai sepakbola adalah trio Belanda; Marco Van Basten, Rudd Gullit dan Frank Rijkaard. Mereka bertiga yang penampilannya menggoda saya di final Euro 1988 dan berlanjut ke klub merah hitam AC Milan. Mereka bertiga juga yang membuat saya jatuh cinta pada tim nasional Belanda.

Karena jatuh cinta pada Belanda maka saya mulai mencari bacaan tentang tim sepakbola negeri keju itu, dan nama Johan Cruyff pastilah muncul setelahnya. Apalagi masa itu Cruyff juga melatih Barcelona, tim yang sempat dipermalukan AC Milan di final piala champion Eropa tahun 1994.

Potongan video penampilan Johan Cruyff ketika masih jaya juga sempat saya saksikan menjelang digelarnya piala dunia 1990 di Italia. Salah satunya adalah aksi memukau Cruyff ketika tampil melawan Swedia. Aksi berputar yang sampai sekarang abadi dan bahkan disebut sebagai Cruyff Turn. Di Jerman Barat 1974 juga Johan Cruyff membawa Belanda melibas juara bertahan Brasil meski akhirnya kandas di final ketika berhadapan dengan tuan rumah dan sang kaisarnya; Franz Beckenbauer.

Johan Cruyff memulai karirnya di Ajax Amsterdam. Sang ibu adalah petugas kebersihan stadion Ajax yang memohon kepada manajemen Ajax agar anak laki-lakinya diberi kesempatan berlatih bersama tim terbaik di Belanda itu. Johan memang akhirnya diberi kesempatan ikut akademi Ajax dan pilihan itu tidak sia-sia. Memulai debutnya di tahun 1964, Johan dengan cepat berkembang di bawah arahan Rinus Michel.

Johan Cruyff dan Rinus Michel adalah duo kapten tim dan pelatih yang kelak dikenang sebagai pencipta Total Football. Sebuah skema yang memporak-porandakan tatanan sepakbola Eropa yang biasanya rapi dan teratur. Skema Total Football merancang pergerakan pemain yang sama sekali tidak teratur. Ketika menyerang, semua pemain akan menjadi penyerang, tapi ketika diserang, semua pemain akan bertransformasi menjadi pemain bertahan. Tidak ada posisi yang pasti untuk semua pemain. Sederhananya seperti itu.

Puncak kejayaan Total Football adalah di piala dunia 1974 setelah sebelumnya Ajax Amsterdam sudah terlebih dahulu merajai Eropa dengan skema itu. Memang Belanda hanya menjadi runner up, tapi dunia sudah terlanjur kagum pada penampilan Johan Cruyff dan kawan-kawan di bawah arahan Rinus Michel.

“Kami tidak pernah berhasil mempraktikkan Total Football 100%. Apa yang kami tampilkan di Jerman (Barat) 1974 dan 1988 mungkin hanya 80% dari yang seharusnya.” Kata Rinus Michel.

Johan Cruyff dan Rinus Michel adalah dua nama yang tak boleh dilepas dari Total Football. Merekalah arsiteknya dan aktornya. Rinus yang merumuskan, Johan yang mempraktikkan.

Johan Cruyff bahkan membawa filosofi Total Football ke tanah Spanyol bersama Barcelona. Baik sebagai pemain maupun sebagai pelatih. Johan Cruyff tidak menemui kesulitan menanamkan gaya Total Football karena Spanyol punya akar sepakbola yang sama dengan Belanda. Apa yang diraih Barcelona saat ini bisa dibilang adalah buah dari benih yang ditanam Johan Cruyff tiga dekade sebelumnya.

Johan Cruyff memang punya banyak cerita. Di piala dunia 1978 dia memutuskan untuk tidak ikut dalam tim Belanda. Konon keluarganya mendapat ancaman pembunuhan bila tetap berangkat ke Argentina. Sampai sekarang belum terungkap jelas latar cerita itu dan siapa yang melakukannya, meski kecurigaan diarahkan ke junta militer Argentina yang saat itu memang begitu manipulatif.

Johan Cruyff juga seorang perokok berat dan bahkan sampai harus menjalani operasi paru-paru akibat kebiasaannya itu. “Saya meraih banyak hal dari sepakbola, dan rokok hampir merenggut semuanya.” Kata Johan selepas operasi yang berhasil di tahun 1990.

Marco Van Basten pernah menyebut Johan Cruyff dalam sebuah ceritanya. Menurutnya Johan adalah orang yang keras kepada juniornya. “Saya pernah berpikir untuk berhenti bermain sepakbola, Johan Cruyff terlalu keras memaksa saya.” Kata van Basten waktu itu. Untung saja dia berubah pikiran dan di kemudian hari terbukti menjadi salah seorang penyerang terbaik di dunia.

Cerita tentang Johan Cruyff juga jadi ilham terciptanya sebuah komik tentang pesepakbola rekaan bernama Roel Djikstra. Di tahun 80an dan 90an komik ini sangat terkenal dan dialihbasakan ke berbagai bahasa, termasuk bahasa Indonesia.

24 Maret 2016 Johan Cruyff terpaksa menyerah pada kanker paru-paru yang sudah lama dideritanya. Dia meninggal di Barcelona, kota yang mungkin dicintainya sama dengan Amsterdam. Dunia sepakbola berduka, kehilangan salah satu sosok yang begitu menawan di masa jayanya dan dikenang selamanya. Selamat jalan Johan, warisanmu untuk sepakbola akan tetap abadi.

Rip in peace Johan Cruyff. [dG]

About Author

Daeng Ipul Makassar
a father | passionate blogger | photographer wannabe | graphic designer wannabe | loves to read and write | internet junkie | passionate fans of Pearl Jam | loves to talk, watch and play football | AC Milan lovers | a learner who never stop to learn | facebook: Daeng Ipul| twitter: @dgipul | ipul.ji@gmail.com |

Comment here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.