MUNDUR LALO MAKI PUANG…
Olahraga apa yang paling difavoritkan di negeri ini ?, saya yakin semua pasti sepakat kalau jawabannya adalah sepakbola. Setiap momen berskala internasional mampu menyedot perhatian ribuan bahkan jutaan pasang mata. Simak apa yang terjadi setiap kali piala dunia digelar. urusan lain selain urusan sepakbola dan piala dunia seakan-akan menjadi urusan yang tidak terlalu penting, semua pandangan dan konsentrasi jatuh ke piala dunia.
Sayangnya negeri kita yang berpenduduk 220 juta jiwa ini sama sekali belum pernah meninggalkan jejak di ajang tertinggi para pesepakbola dunia itu. Kita bahkan sudah lupa kapan terakhir kali negeri kita punya prestasi yang layak dibanggakan, sebelum ajang Piala Asia 2007 digelar di Jakarta bulan Juni lalu. Bulan Juli lalu adalah momen yang sangat jarang kita temui, seluruh elemen bangsa kita seakan-akan larut dalam satu kebanggaan, kebanggaan berbaju merah putih dan berdiri bersama di belakang para pemain kita. Prestasi lumayan di Piala Asia 2007 menumbuhkan patriotisme dan semangat kesatuan di dada kita, orang Indonesia.
Tapi sayangnya lagi, momen itu hanya bertahan dalam waktu yang sangat singkat. Selepas Piala Asia, sepakbola kita kembali nyungsep ke dasar jurang. Perkelahian massal antar pemain dan pendukung kembali marak, kasus suap kembali hidup dan yang terakhir yang paling memalukan adalah kenyataan bahwa pemimpin PSSI-badan terhormat yang mengatur persepakbolaan kita-kembali harus dipimpin oleh ketuanya yang harus mencicipi hotel prodeo untuk kedua kalinya. Catat, untuk kedua kalinya..
Yang memalukan adalah, jajaran pengurus PSSI- utamanya dari badan ekskutif- tetap bergeming untuk setia mendudukkan Nurdin Halid di kursi ketua umum. Mereka bahkan tak peduli anjuran dari FIFA untuk melaksanakan Munaslub (Musyawarah Nasional Luar Biasa). Tak ada alasan untuk menggelar Munaslub, apalagi untuk mengganti ketua umum, begitu kata mereka.
FIFA sebagai badan tertinggi yang mengatur persepakbolaan internasional, sekaligus sebagai tempat PSSI bernaung telah mengirimkan surat khusus ke PSSI menyoal Munas PSSI yang dilaksanakan di Makassar bulan April 2007 lalu. Alasannya, pemilihan ketua umum berdasarkan Munas tersebut melanggar pasal 16 Pedoman Dasar PSSI, dan karenanya harus diadakan pemilihan ulang ketua umum (KOMPAS, 2 November 2007). Komite Executive PSSI menolak usulan itu dan menganggap keputusan tersebut bukan keputusan final FIFA dan hal ini telah dibahas dengan Konfederasi Sepakbola Asia (AFC).
Bila merujuk keputusan FIFA ini, maka posisi Nurdin Halid tidak valid lagi untuk duduk sebagai ketua umum PSSI. Kenapa ?, karena pada Tata Tertib Pemilihan Ketua Umum dan Komite Ekskutif PSSI pasal 2 Bab II yang mengatur tentang calon ketua umum, tercantum beberapa syarat calon ketua umum. Syarat keempat berbunyi, “ tidak sedang menjalani hukuman yang dijatuhkan oleh badan peradilan dan atau pengurus pusat PSSI”. Padahal, siapapun tahu saat ini Nurdin Halid yang akrab disapa Puang ini sedang menjalani hukuman akibat kasus korupsi.
Terakhir, dalam sidang FIFA di Zurich beberapa waktu yang lalu, FIFA kembali menegaskan perlunya PSSI melakukan pemilihan ulang ketua umum, jadi sesungguhnya PSSI tidak bisa lagi berkelit. FIFA bahkan mengancam akan menjatuhkan sanksi bila nota resmi mereka tidak dituruti PSSI. Tapi sekali lagi PSSI mencoba mencari celah dengan mengatakan bahwa keputusan FIFA tersebut adalam keputusan Asosiasi bukan keputusan dewan Eksekutif, dan karenanya FIFA tidak berhak untuk mencampuri urusan PSSI.
Mengherankan bila kita melihat bagaimana komite eksekutif PSSI tetap bertahan dan betah dipimpin oleh seorang ketua yang sedang berada dalam penjara. Apa yang membuat mereka begitu loyal kepada sang ketua, sehingga menepikan hati nurani mereka dan terkesan mengesampingkan masa depan olahraga terfavorit di negeri ini ?.
Nurdin Halid, si Puang yang terpilih memimpin PSSI sejak 22 Oktober 2003 ini memang adalah sosok yang kontroversial. Di Sulawesi Selatan, sepak terjangnya di dunia bisnis yang abu-abu cenderung hitam sudah bukan rahasia lagi. Alm. Baharuddin Lopa adalah salah satu sosok yang sangat getol untuk memenjarakan si Puang selama masa kepemimpinannya sebagai Kajati SulSel. Kasus korupsi cengkeh adalah salah satu alasannya, namun sayang Alm.Baharuddin Lopa terlalu cepat ditarik ke pusat sebelum kasus itu berujung pada vonis pada Nurdin Halid.
Sejak dulu Nurdin Halid memang sudah sibuk mengurus sepakbola, utamanya pada klub kebanggaan Sulawesi Selatan, PSM. Nurdin dengan gelontoran dananya yang seakan-akan tak terbatas itu mampu menyulap PSM menjadi tim impian, atau Dream Team. Terakhir, PSM malah mampu menjadi juara Liga Indonesia tahun 2000. saat itu PSM dihuni oleh segerombolan pemain nasional dan pemain asing yang sangat mengkilap.
PSM kemudian menjadi batu loncatan Nurdin Halid untuk naik ke tahta tertinggi kepengurusan PSSI, dan sukses. Tiga tahun setelah menjabat jabatan ketua umum PSSI, Nurdin tak juga berhasil mengangkat citra sepakbola Indonesia. Kegagalan dan kegagalan tetap menjadi menu sepakbola kita. Parahnya lagi, saat kegagalan masih betah menjadi sahabat sepakbola negeri kita, Nurdin malah berhasil menjadi tersangka dan terakhir menjadi pesakitan dalam kasus korupsi minyak goreng.
Vonis 2,5 tahun dari pengadilan tidak mampu menggerakkan apalagi menggoyangkan kedudukan kursi ketua umum milik Nurdin Halid. Meskipun banyak suara-suara yang meminta agar Nurdin Halid mundur, tapi si puang cuek saja. Untuk sementara PSSI dipegang oleh pelaksana harian, Agusman Effendy.
Nurdin Halid selain sebagai pengusaha yang abu-abu, juga terkenal sebagai orang yang loyal dan kawan yang punya solidaritas tinggi. Duit bukan masalah bagi dia untuk membangun keakraban atau malah membeli kesetiaan dari orang lain. Mungkin ini juga yang menyebabkan anggota komite eksekutif PSSI tetap setia di belakang Nurdin.
Sebagai masyarakat pecinta sepakbola Indonesia, kami hanya meminta sedikit kebesaran hati si Puang untuk mengundurkan diri dari jabatan ketua umumnya. PSSI adalah organisasi besar yang tidak bisa disambi dari penjara. Di luar unsur politis yang berkaitan dengan kasus yang menimpanya, korupsi adalah sebuah kasus kriminal dan bahkan menurut PBB, korupsi adalah kasus kejahatan atas kemanusiaan. Dalam hal ini, etika dan moral harusnya dikedepankan. Bukannya malah sibuk mencari celah untuk bisa tetap melanggengkan kekuasaannya.
Entah apa yang akan diperbuat para pejabat komite eksekutif PSSI dan Nurdin Halid bila FIFA benar-benar menjatuhkan sanksi untuk Indonesia. Maukah mereka bertanggung jawab bila sepakbola kita jatuh kembali ke jurang yang paling dalam dan menunggu di dasar jurang sampai batas waktu yang tidak diketahui kapan akan berakhir ?. Sebagai gambaran, bila PSSI tetap bertahan dengan Nurdin Halid-nya, maka bisa saja tim nasional kita dari berbagai lapisan usia akan terkena larangan mengikuti event internasional. Dari ajang kualifikasi piala dunia, SEA Games sampai piala Asia junior. Kalau sudah begini, mau ke mana lagi sepakbola kita ?, tak ada pilihan lain selain tetap tinggal di jurang kehancuran.
Saya tidak peduli siapapun yang nantinya akan menggantikan Nurdin Halid, yang penting adalah bagaimana menyelamatkan nasib sepakbola kita. Menyerahkan masa depan sepakbola pada tangan yang “bersih” bukan tangan orang yang sedang dalam masa tahanan. Tolonglah, mundur maki puang..!!! *
*= ungkapan dalam dialek Bugis Makassar yang berarti : mundur sajalah Puang.
hmmmm, kayaknya emang di Indonesia aja yang “pesakitan” bisa mimpin PSSI, juga ada terdakwa yang masuk KPU dll…