REVIEW : SUSTER NGESOT
Sutradara : Arie Aziz
Pemain : Nia Ramadhani, Mike Lewis, Donita, Lia Waode, Djadjang C Noer, Arswendy Nasution, Mastur.
Naskah : Aviv Elham
Produser : Dhamoo dan Manoj Punjabi
Produksi : MD Pictures, 2007
Sebelumnya saya sudah sering membaca beberapa review tentang film ini, dan kebetulan tidak ada satupun review yang bernada positif. Sebenarnya saya penasaran juga pengen nonton, tapi masih lebih sayang pada lembaran-lembaran rupiah yang mungkin akan terbuang percuma kalau saya tetap berkeras meluangkan waktu ke bioskop hanya demi film ini. Beruntung Trans TV mau berbaik hati menayangkannya secara gratis di hari Sabtu kemarin.
Saya tidak setuju kalau orang mengkategorikan film ini sebagai film horror, buktinya sepanjang durasi yang hampir 2 jam, saya lebih banyak tertawa selain tentu saja mencela, bahkan nggak sekalipun saya merasa serem apalagi sampe merinding. Saya juga tidak setuju kalau film ini dibilang jelek dan tidak menghibur, buktinya saya bisa merasa puas setelah filmnya selesai, puas karena akhirnya bisa mendapatkan alasan-alasan yang tepat untuk memuaskan nafsu mencela.
Sebuah film aneh yang betul-betul penuh dengan kecacatan dan pastinya membuka peluang selebar-lebarnya bagi para penonton yang waras untuk mencela. Kalau ada yang sampai bilang film ini bagus, seram dan memacu adrenalin, wah…kayaknya mereka musti memeriksakan sesuatu di otak mereka.
Cacat pertama film ini yang langsung keliatan adalah pada pemilihan lokasi atau setting. Kalau saya tidak salah, tahun ini sudah masuk ke tahun 2007 dan sebentar lagi bahkan sudah mau masuk ke 2008, tapi rumah sakit dan asrama yang menjadi setting film ini koq kayaknya masih tertinggal puluhan bahkan ratusan tahun ke belakang. Coba anda bayangkan, orang waras mana yang mau berobat ke rumah sakit yang kusam, kumuh dan gelap seperti itu. Semiskin-miskinnya saya, kayaknya saya masih mending berobat ke dukun daripada musti dirawat di rumah sakit yang dindingnya bahkan lebih kusam dari dinding Lawang Sewu. Kemudian, coba anda bayangkan, mana ada sih cewek cakep yang keliatannya berasal dari keluarga mapan yang rela tinggal di asrama yang malah lebih kusam dan kumuh dari rumah sakit yang saya sebutkan di atas, di kamar yang lebih kusam daripada gudang di rumah saya pula.
Sepertinya sang produser, sutradara dan kru film ini sudah kehabisan akal untuk mencari setting yang tepat. Dan dengan IQ mereka yang ngesot maka dibuatlah sebuah setting yang mereka anggap mampu membangun ketegangan para penonton.
Cacat kedua adalah pemilihan pemain atau mungkin lebih tepatnya akting mereka. Nia Ramadhani bermain jauh lebih apik sebagai Bawang Merah di RCTI (bahkan sepertinya di sinetron ini dia sama sekali nggak berakting, tapi main seperti apa adanya dia), Donita..hmmm…akting yang langsung bisa dilupain sedetik setelah filmnya habis. Dan Mike Lewis…?, Olala…apakah Indonesia memang sudah kehabisan aktor ?, sampai-sampai Punjabi bersaudara itu musti memasukkan sesosok cowok bule yang bahkan berbahasa Indonesia saja belum lancar untuk main di film mereka ?. Acha Irwansyah dengan pandangan mata kosong dan tampang bloon-nya seketika jadi terlihat seperti Jack Nicholson di hadapan Mike Lewis.
Cacat berikutnya—yang mampu bikin saya ketawa sepanjang film—adalah jalan cerita. Pertama, ngapain seorang cowok bule yang kaya raya sampai pulang ke Indonesia delapan bulan yang lalu dan memilih kuliah di sebuah kampus yang sama kusamnya dengan rumah sakit tempat Nia Ramadhani kerja ?. segitu bloon-nya kah dia sampai-sampai harus pulang ke Indonesia dan kuliah di sini ?, atau mungkin karena dia blo’on bin bego sampai-sampai tak ada satupun universitas di luar sana yang mau menerima dia. tolong dikoreksi, tapi setahu saya justru banyak anak muda Indonesia yang bermimpi bisa kuliah di luar negeri. Sayang si Mike ini dibikin mati, padahal saya masih belum puas mencela akting dan dialognya dia..
Kedua, kenapa setiap orang yang dikejar hantu larinya justru ke tempat yang lebih sunyi, kusam dan gelap ?, bahkan si Mike malah lari ke kuburan saat dikejar si Suster kurang kerjaan yang hobi mencampuri urusan pribadi orang itu. Adegan yang paling bikin geli adalah waktu Donita didatangi si Suster, udah tau ada hantu dia malah duduk aja di depan pintu sambil teriak-teriak. Donita baru lari pas si hantu udah dekat banget, udah gitu larinya ke arah tangga yang minta ampun joroknya, penuh sampah. Ini asrama atau tempat pembuangan sampah sih ?, udah gitu katanya asrama yang semua kamarnya udah penuh tapi koq tak ada satupun penghuni lain yang keluar pas si Donita menjerit. Emangnya penghuni lainnya lagi tugas di rumah sakit apa ?. Keterlaluan..!!!. satu lagi, apa iyya sih Herman bisa membobol tembok, kemudian memasukkan mayat Lastri ke sana dan kemudian menutupinya dengan adukan semen dan pasir. Semuanya hanya dikerjakan dalam waktu singkat. Saya kira dg.Baco tukang di proyek sayapun gak bakalan bisa ngerjain itu semua dalam waktu sehari. Lagian setebal apa sih dindingnya sampe bisa dipake buat ngubur orang ?….
Ketiga, dan ini yang paling parah. Setahu saya, hantu itu termasuk golongan makhluk halus, artinya mahluk yang dunianya udah beda sama kita-kita manusia. Tapi koq, kayaknya si hantu ada bayangannya..?, dan parahnya lagi, si hantu bisa narik-narik kaki orang dan bahkan mencekik korbannya….hmmm, sepanjang pengetahuan saya sih, hantu itu cuma menampakkan diri untuk bikin orang takut, atau paling tinggi ya bikin orang kerasukan…Sungguh tidak masuk akal !!!!.
Ah, koq masih ada sih orang yang mau menghabiskan uang banyak hanya untuk membuat film seperti ini ?. Jangan-jangan di orang sengaja mau bikin IQ kita-kita orang Indonesia jadi ikut-ikutan ngesot kayak mereka. Kenapa nggak sekalian dibikin kayak Scary Movie aja, toh secara keseluruhan filmnya juga sudah lucu. Lebih aneh lagi, koq masih ada juga orang yang mau menghabiskan duit dan waktunya untuk nonton film kayak gini di bioskop ?, bukannya duitnya lebih baik dipake beli Nasi Goreng dan minum air jeruk ?, udah ketahuan bikin kenyang.
Ah, untungnya saya bisa nonton dan nyela film ini secara gratis, thanks Trans TV…lagi dong…
saya juga beruntung dulu gak liat di bioskop, bisa rugi besar kalau sempet keluar duit untuk liat film kayak gitu.
heran banget liat film itu. sebegitu bodohnya kah penonton indonesia sehingga mereka mau memproduksi film seperti itu
What?! jadi itu film ya? kirain sinetron.
@mas Herru:
well..sayangnya masih banyak produser dan film maker yg menganggap kalo orang2 kita emang bodoh..tapi sayangnya lagi memang masih banyak orang2 kita yg dengan bodohnya mau menghabiskan uang dan waktu untuk nonton film ini di bioskop..!!!!
akhirnya makin menjadi2lah si Punjabi and the Gang itu…
@Adink:
wekss…kalo Sinetron mungkin masih sedikit lebih bagus…tapi kalo ini…waaaaa..ammmmpyuunn…!!!