Dari Smoking Room Ke Smoking Room

Boleh Merokok (foto: bukansekadarrokok.com)
Boleh Merokok (foto: bukansekadarrokok.com)

If you don?t smoke, don?t start. If you smoke, don?t stop ? Prof. Fuad Hasan.

Merokok sudah jadi bagian hidup saya sejak kira-kira 20 tahun. Pernah berhenti selama setahun, tapi setelah itu kembali lagi. Sejak itu rokok tidak pernah bisa menjauh dari saya, atau saya yang tidak pernah bisa menjauh dari rokok? Entahlah. Yang jelas kami berdua tidak bisa saling menjauh.

Gara-gara rokok juga saya jadi selalu memperhatikan tempat yang diperuntukkan khusus buat para perokok di setiap bandara yang saya datangi. Bandara memang salah satu tempat umum yang sangat mengharamkan keberadaan para perokok. Mereka yang ketagihan tembakau itu tidak bebas berkencan dengan benda kesayangan mereka, utamanya di dalam gedung bandara. Di bagian luar bandara sebenarnya ada banyak larangan untuk merokok, tapi tahu sendiri kalau sebagian besar perokok di Indonesia punya jiwa pemberontak yang tak perlu repot mengindahkan papan larangan.

Jadilah smoking room atau ruangan untuk para perokok menjadi tujuan utama tempat berkumpulnya para perokok. Sebagian besar adalah pria, hanya satu-dua wanita yang pernah saya dapati menghabiskan waktu dengan merokok di dalam smoking room. Di dalam tempat khusus itulah para perokok menikmati kencan mereka dengan sebatang benda yang selalu dianggap mematikan itu. Asap mengepul, kadang membuat mata perih, tapi wajah-wajah mereka (dan saya mungkin) terlihat begitu lepas, nyaman dan rileks. Ironis bukan?

Standar smoking room di tiap-tiap bandara berbeda-beda. Di bandara Sultan Hasanuddin yang baru, smoking room diletakkan di pojok sebelah utara bandara. Sebuah bilik berukuran kira-kira 2,5 meter kali 10 meter yang dikelilingi dinding kaca. Di dalamnya ada kursi berjejer seperti kursi di ruang tunggu membentuk huruf U. Di tengah ada beberapa asbak alumunium tinggi yang lebih sering berantakan oleh abu dan puntung serta sampah lainnya. Sepertinya para cleaning service tidak terlalu peduli pada tempat sampah di smoking room. Asbak dibersihkan hanya bila ingat, selebihnya dibiarkan begitu saja. Bersih atau tidak, toh para perokok tetap menikmati ritual mereka.

Di salah satu sisi yang menghadap ke luar dipasang exhaust fan yang fungsinya menghirup udara dari dalam dan melemparnya ke luar, diganti dengan udara dari luar yang lebih jernih. Di sisi dekat pintu masuk smoking room sekarang berdiri mesin penyedia kopi. Rokok dan kopi sering dijadikan sejoli, jadi ketika asyik berkencan dengan sebatang rokok, kopi bisa ikut menemani.

Dulu ada dua smoking room di bandara Sultan Hasanuddin. Sebelah utara dan selatan yang jaraknya dipisahkan ratusan meter. Bandara ini terlalu luas, perokok yang berangkat dari terminal 1, 2 dan 3 bisa menikmati rokok mereka di smoking room bagian utara, sementara yang berangkat dari terminal 4, 5 dan 6 bisa menikmati rokok mereka di smoking room bagian selatan. Tapi itu dulu. Sekarang smoking room di sebelah selatan sudah dihilangkan, diganti dengan terminal baru. Artinya para perokok hanya punya satu pilihan. Tidak peduli jarak mereka terlalu jauh dari smoking room.

Smoking room di bandara Sultan Hasanuddin masih lebih baik daripada smoking room di bandara Soekarno-Hatta Cengkareng. Di terminal 1A setidaknya ada 2 smoking room dengan kondisi yang lebih menyedihkan. Ruangannya kecil dan benar-benar sumpek. Asbaknya minta ampun kotornya. Gilanya lagi, kedua pintunya tidak bisa ditutup jadi kadang asap rokok juga ikut bertualang ke luar smoking room dan menjelajahi ruangan lain yang sebenarnya dianggap terlarang bagi asap rokok.

Di bandara Adi Sucipto Jogjakarta, smoking room-nya agak unik. Ruangannya kecil dan ber-AC. Ada beberapa sofa dan kursi serta meja di dalamnya. Lumayan nyaman untuk menghabiskan waktu sambil merokok. Yang unik adalah, kita baru bisa dapat asbak setelah memesan sesuatu ke kasir. Yah, smoking room bandara Adi Sucipto memang terintegrasi dengan pedagang makanan dan minuman. Jadi, masuk ke smoking room belum berarti kita bebas untuk merokok. Kita harus memesan sesuatu dulu di kasir sebelum kita mendapatkan asbak. Upaya pemerasan yang cerdas! Para perokok pasti bersedia merogoh kocek demi mendapatkan asbak, atau tepatnya demi menuntaskan hasrat.

Smoking room di bandara Juanda Surabaya
Smoking room di bandara Juanda Surabaya

Smoking room terbaik menurut saya sejauh ini adalah di bandara Juanda Surabaya. Ruangannya besar dan luas, ada beberapa sofa empuk berwarna merah terang di dalamnya. Beberapa kursi tinggi yang fancy juga diletakkan teratur di beberapa sudut ruangan. Suasananya sepintas seperti di dalam cafe atau lobby hotel. Ada pendingin ruangan dan mesin pengisap asap yang bisa membuat ruangan tidak sumpek dan tidak berbau asap. Logo besar sebuah perusahaan rokok memenuhi ruangan, warnanya merah seperti warna dominan di dalam ruangan itu. Tempat yang sangat pas untuk memanjakan para perokok.

Di bandara Domine Edward Osok, Sorong pemandangannya berbeda lagi. Bandara ini memang sepintas terlihat seperti terminal bus di Jawa saking sederhananya. Di dalam bandara tidak ada AC. Tidak terlalu perlu sebenarnya karena jendela yang menghadap ke runway bisa dibuka lebar-lebar dan anginpun menyapa dengan lembutnya ke dalam area terminal bandara. Karena kondisinya yang seperti itu, maka terminal bandara sepertinya tidak perlu membuat ruangan khusus untuk para perokok. Toh semua perokok dengan bebasnya menghisap berbatang-batang rokok di semua bagian terminal. Seluruh terminal adalah smoking room!

Ada beberapa bandara lagi yang saya datangi seperti bandara Abdul Rahman Saleh di Malang, bandara Syamsuddin Nur di Banjarmasin dan Sepinggan di Balikpapan. Tapi di ketiga bandara itu saya tidak sempat merokok di tempat khusus, berbatang-batang rokok sudah saya habiskan di halaman bandara jadi saya tidak bisa cerita tentang kondisi smoking room mereka. Atau jangan-jangan ketiga bandara itu tidak punya smoking room ya? [dG]