Slank dan Lorong Hitam Narkoba


Beruntung Slank mabuknya di zaman dulu, ketika hukum narkoba belum seketat sekarang. Pun, mereka beruntung bisa tetap hidup.


Dua malam lalu secara tidak sengaja saya terantuk pada sebuah berita di televisi, isinya tentang penangkapan seorang pesohor karena diduga menggunakan zat psikotropika. Kalian juga pasti sudah mendengarnya. Iya, si Lucinta Luna yang sebelumnya memang sudah sering menghiasi percakapan pesohor di Indonesia meski saya tidak tahu dia prestasinya apa. Lucinta Luna ditangkap di apartemennya bersama seorang temannya. Polisi menemukan polisi menemukan 3 butir pil ekstasi, 5 butir pil Tramadol, dan 7 butir Riklona.

Ini adalah kasus kesekian kalinya seorang pesohor Indonesia terjerat barang haram bernama narkoba. Kalau mau membuat daftarnya, tentu akan sangat panjang.

Kebetulan sekali, di hari Minggu yang lalu saya sedang menyimak dua wawancara di YouTube yang melibatkan dua personel Slank. Selain berbicara tentang karir mereka, narkoba juga menjadi salah satu topik yang diangkat.

Slank dan narkoba tidak bisa dipisahkan. Band yang sudah mulai berkarir sejak akhir dekade 80an ini sudah sangat terkenal sebagai band yang akrab dengan narkoba, utamanya di tahun 90an. Kejayaan mereka menjadi gerbang masuknya barang haram itu. Deretan pesta dan rasa ingin tahu serta eksperimen membuat sebagian besar personil Slank menjadi budak narkoba.

“Awalnya memang iseng aja, kita mau bereksperimen dalam menciptakan karya,” kata Bimbim, personil paling senior band Slank di wawancara bersama Medcom ID. Dari coba-coba hingga akhirnya benar-benar ketergantungan. Dari keinginan bereksperimen hingga akhirnya narkoba menjadi keseharian mereka dan nyaris menghentikan karir Slank.

Bimbim mengingat masa-masa tahun 1996 hingga tahun 1999 sebagai masa paling kelam dalam sejarah hidup Slank. Narkoba dibawa oleh seorang bandar ke dalam tubuh band ini, lalu pelan-pelan merasuki mereka. Personil awal Slank sampai harus dikeluarkan salah satunya karena adiksi pada narkoba.



Dalam wawancara bersama Soleh Solihun, Indra Qadarsih – mantan keyboardist Slank – mengatakan kalau saat itu semua personil bang Slank adalah pengguna narkoba. Aktif maupun tidak. Menurut Indra, hanya Bongky – mantan pemain bass – yang tidak sampai ketergantungan. Sisanya menjadi sangat ketergantungan. Indra bersama Bongky dan Pay memang akhirnya keluar dari Slank. Keputusan yang menurut Indra diambil tidak disadarinya saat itu. Dia sedang dalam situasi ketergantungan ketika dia dikeluarkan.

“Gila, gua yang lagi teler dikeluarin sama orang yang juga lagi teler,” kata Indra sambil tertawa mengenang masa itu.

Ketergantungan Berlanjut.

Slank kemudian mengganti personil. Ivan masuk menggantikan Bongky, lalu menyusul Ridho Hafiedz dan Abdee Negara yang sama-sama memegang gitar. Personil berganti, tapi kebiasaan masih tetap sama. Bimbim dan Kaka masih jadi pengguna aktif, begitu juga dengan Ivan. Untungnya Abdee dan Ridho bukan pengguna narkoba.

“Ketika mereka teler, gua ikut-ikutan teler tapi pakai minuman aja. Biar frekuensinya sama,” kata Ridho dalam wawancara bersama Soleh Solihun.

Sementara Abdee menurut Bimbim adalah salah satu orang yang sangat bersemangat untuk “menyadarkan” para personil Slank. Tidak mudah karena saat itu para personil Slank masih sangat jauh terjerumus narkoba.

Bimbim mengenang masa-masa gelap itu. Bukan hal yang aneh menurutnya ketika anak-anak Slank sedang “tinggi” dan merusak kamar hotel. Minimal membongkar furniture kamar hotel, atau mencorat-coret seprei seperti yang biasa dilakukan Kaka. Bahkan menurut Bimbim, dia pernah mendapat telepon dari seorang petugas hotel yang mengabarkan Kaka Slank sedang terkapar di kamar hotel yang disewanya. Tidak bisa bangun karena sedang dalam pengaruh narkoba.

“Ya udah, kami ke sana menjemput dia,” kata Bimbim. Saat itu semua barang bukti sudah “diselamatkan” duluan oleh petugas hotel tersebut.

Di situasi berbeda, Ridho juga bercerita tentang proses pembuatan album kesembilan mereka di tahun 1999. Saat itu Slank sampai mengasingkan diri ke Labuan Bajo. Selama proses pembuatan album, menurut Ridho personel Slank sama sekali tidak tidur. Lima atau tujuh hari tanpa tidur! Itu menurutnya karena bantuan narkoba yang terus membuat mereka segar. Ridho yang tidak menggunakan narkoba sampai tidak tahan. Di hari ketiga dia mengasingkan diri jauh ke bagang ikan di laut lepas, hanya supaya bisa tidur.

“Sekitar jam 5 subuh gua balik ke villa. Baru tiba, Bimbim udah langsung ngomong ‘tuh Ridho udah datang, ayo rekaman lagi’” Kisah Ridho sambil tertawa.

Kalian pasti tahu kan kalau ada jenis narkoba yang memang membuat penggunanya bisa tahan berhari-hari tanpa tidur.

Bimbim juga bercerita bagaimana dia dulu pernah sampai mendekati kematian. Tiga hari tidak bisa bangun, melayang dan tidak sadar tapi masih bisa mendengarkan suara dari sekitar. Kata Bimbim, dia bisa mendengar orang-orang ngomong, “Jantungnya masih berdetak.”

Masa-masa tiga tahun itu menurut Bimbim memang masa paling kelam Slank ketika tersesat di lorong hitam narkoba.

“Untungnya narkoba tidak berhasil menghentikan Slank. Membuat lambat sih iya, tapi tidak sampai mematikan,” kata Bimbim.

Disayang Tuhan.

Meski sudah pernah berada di masa paling kelam sebagai pengguna narkoba, namun Bimbim mengaku bersyukur bahwa mereka masih disayang Tuhan. Mereka tidak sampai harus berakhir di liang lahat, atau paling tidak berakhir di jeruji besi.

Bimbim juga bercerita bagaimana bandar pertama yang memperkenalkan mereka pada narkoba didera rasa bersalah begitu besar. Si bandar sempat pindah ke Australia ketika bertobat dan berhenti sebagai bandar. Namun, dia mengaku terus dibayangi rasa bersalah pada Slank.

Ketika masih berada dalam lorong hitam narkoba pun, Slank seperti selalu dilindungi dari penggerebekan. Suatu hari – kata Bimbim – beberapa personil Slank sedang menggelar pesta narkoba di lantai empat sebuah hotel di Jakarta. Di saat yang sama polisi menggerebek pesta narkoba lain di lantai enam, di hotel yang sama. Slank tidak tersentuh sama sekali.

Di waktu yang lain, ketika sedang bersiap tur ke luar pulau petugas bandara sempat melihat bawaan anak-anak Slank di mesin X-ray. Bawaan yang tentu saja bukan bawaan biasa. Bekal buat di tempat tur.

“Waktu itu petugasnya cuma bilang, ‘makainya jangan banyak-banyak ya’,” kata Bimbim sambil tertawa lepas.

Slank memang nyaris tidak tersentuh. Ada banyak faktor yang membuat mereka seperti itu. Kebesaran nama Slank di masa itu memang begitu disegani, kata Bimbim mungkin polisi waktu itu juga seorang Slankers. Di sisi lain menurut Bimbim lagi, regulasi anti narkoba waktu itu belum seketat sekarang.

“Kalau kejadiannya sekarang, mungkin kami sudah lama dipenjara,” kata Bimbim. Ini juga diakui Ridho di wawancara berbeda.

Memasuki milenium baru, Slank akhirnya juga memasuki babak kehidupan yang baru. Mereka bertekad keluar dari lorong hitam narkoba. Mereka menyiapkan satu ruangan di Gang Potlot sebagai ruangan rehabilitasi. Ruangan itu dijaga 24 jam, bahkan oleh polisi. Tujuannya biar tidak ada bandar yang masuk. Anak-anak Slank dijauhkan dari telepon dan barang-barang berharga yang bisa dijual. Kalaupun mereka keluar, selalu ada belasan sampai puluhan orang yang mengawal mereka biar tidak berhubungan dengan bandar.

Rasa sakit tentu saja jadi bagian dari proses detoksifikasi itu. Rasa sakit itu juga yang menurut Bimbim jadi pemicu semangat mereka untuk sembuh. Mereka tidak mau kembali ke lorong hitam itu dan merasa kesakitan luar biasa itu menjadi sia-sia.

Slank juga punya cara lain untuk memantapkan niat mereka. Mengundang wartawan dan mendeklarasikan kesembuhan mereka. Tujuannya, biar mereka merasa malu bila akhirnya nanti kembali ke lorong hitam itu.

Pokoknya semua cara dilakukan agar bisa benar-benar sembuh, keluar dari lorong hitam narkoba.

Hingga akhirnya semua berbuah manis. Sekarang semua personel Slank sudah dinyatakan bersih dari jerat narkoba. Bahkan, kehidupan mereka pun sudah semakin religius. Sholat lima waktu tidak pernah lepas, pun sesekali sholat sunnah. Ivan bahkan aktif dalam kegiatan dakwah di markas Slank. Jangankan narkoba, rokok pun sudah mereka tinggalkan.


Menjadi Duta Anti Narkoba dari BNN

“Slank memang disayang Tuhan. Kita dikasih kesempatan untuk tetap hidup sampai sekarang,” kata Bimbim. Menurutnya juga, Slank punya utang pada Slankers yang juga terperosok ke lorong hitam narkoba karena melihat mereka sebagai role model.

*****

Artis dan narkoba sesekali seperti kawan akrab. Artis yang terjerat narkoba sudah banyak, yang tertangkap pun tidak sedikit. Sebagian lain berhasil menyelamatkan diri untuk keluar dari lorong hitam narkoba itu. Slank mungkin salah satu yang paling epik. Sempat tersesat jauh, sampai sangat lekat dengan narkoba, tapi kemudian terselamatkan. Bisa keluar dan bahkan jadi berbeda 180 derajat.

Secara bercanda, Ari Lasso pernah bilang; jangan pernah mencoba narkoba kalau kamu bukan Ari Lasso atau Slank. Karena tidak semua orang seberuntung mereka. Bisa keluar dengan selamat dari lorong hitam narkoba. [dG]