Cerita Ringan

Dari Prokem Sampai Binan, Cerita Bahasa Gaul di Indonesia

Cerita singkat bagaimana munculnya bahasa gaul di Indonesia. Dari bahasa prokem hingga bahasa Binan.

Bahasa itu bukan ilmu pasti, selalu dinamis dan berubah-ubah. Bahkan bahasa baku sekalipun. Bahasa terkait dengan budaya dan perubahannya tentu terkait dengan budaya juga. Beberapa budaya juga sangat memengaruhi sebuah bahasa, utamanya bahasa sehari-hari atau bahasa pergaulan. Ini yang menjadi alasan munculnya beragam bahasa gaul. Termasuk di Indonesia.

Dari penelusuran akika eh saya, bahasa gaul ini sudah ada sejak masa 1960an. Awalnya hadir di kalangan transpuan (waria) dan kaum LGBTQ. Bahasa ini konon digunakan sebagai isyarat rahasia antar mereka karena di zaman itu perlakuan diskriminatif untuk mereka masih sangat terasa sehingga mereka merasa perlu menggunakan isyarat khusus di antara mereka. Bahasa ini juga menjadi penanda identitas mereka sekaligus sebagai sarana humor.

Bahasa Binan (atau bahasa banci, bahasa bencong, bahasa gay) kemudian dikenal sebagai dialek bahasa indonesia yang dipertuturkan oleh komunitas gay dan waria di Indonesia. Bahasa ini memiliki beberapa pola pembentukan kata yang teratur dan terdokumentasikan dalam tulisan dan ujaran.

Jenis pertama yang ditemui adalah di daerah kota yang berbahasa Jawa seperti Surabaya, Yogyakarta, Malang, Semarang, dan Solo. Umumnya terjadi perubahan kata dalam bahasa Jawa dengan kata dasar hanya suku kata pertamanya yang dipertahankan dan awal potongan itu ditambahkan dengan si.

Contoh: wedok –> wed –> siwed.

Jenis berikutnya ditemukan di Jakarta yang merupakan kata Bahasa Indonesia logat Jakarta dengan proses mengubah akhir kata dengan cong.

Contoh: banci –> bencong.

Varian lain adalah mengganti bagian akhir dengan es.

Contoh: banci –> bences.

Pada dasarnya suku kata pertama tetap dipertahankan, namun huruf vokalnya diganti dengan huruf e.

Di dekade 80-an, salah satu bahasa gaul yang kemudian sangat luas dipakai adalah bahasa prokem. Bahasa ini awalnya muncul dari para preman atau bromocorah. Mereka menciptakan bahasa sendiri yang dimengerti oleh kawanan mereka sendiri. Secara sederhana, prokem ini rumusnya adalah memakai tiga huruf pertama dalam sebuah kata, kemudian menyisipkan “OK”.

Contoh: bapak –> bokap, preman —> prokem, mati —> mokat.

Pada pertengahan 1990-an, pola pembentukan istilah baru dalam bahasa Binan yang paling populer adalah pola penggantian silabis. Dalam penggantian silabis, kata dalam bahasa Indonesia atau bahasa daerah diganti dengan kata lainnya yang memiliki kemiripan silabis/suku kata (umumnya suku kata pertama). Contohnya kata tidak yang diganti dengan kata tinta. Pola pembentukan kata ini dipercayai berawal di Medan dan kemudian menyebar di semua kota-kota Indonesia. Ada juga varian yang merupakan serapan dari bahasa asing.

Contoh: Akika tinta mawar polonia samarinda yey. (Aku tidak mau pulang sama-sama kamu).

Model yang terakhir ini yang menjadi sangat populer, apalagi ketika Debby Sahertian menerbitkan Kamus Bahasa Gaul di tahun 1999. Buku ini memuat lebih kurang 2000 kata bahasa gaul di dalamnya dan laku keras. Buku ini sampai dicetak sebelas kali hanya dalam waktu empat bulan. Namun, popularitas buku ini juga mendapat kecaman dari kaum gay serta waria yang merasa Debby “membocorkan rahasia mereka”. Untuk ini Debby sendiri mengajukan permintaan maaf secara resmi.

Debby mengaku tertarik pada gaya bahasa ini ketika melakukan sebuah kegiatan di Medan pada medio 1990an. Dia melihat para penata rambutnya berkomunikasi dengan ragam bahasa tersebut dan itu membuatnya penasaran. Debby juga mengaku menemukan ragam bahasa yang sama di beberapa warung Tenda Gaul yang saat itu marak di Jakarta.

Buku yang diterbitkan oleh Debby Sahertian ini berpengaruh sangat besar pada budaya pop Indonesia. Setelahnya, bahasa Binan atau bahasa gaul kalangan LGBTQ tersebut semakin marak digunakan secara umum, khususnya oleh para selebritas tanah air. Publik pun semakin bisa menerima bahasa gaul ini, bahkan di beberapa daerah muncul varian-varian baru dari bahasa tersebut. Di kalangan anak muda bahkan ada pameo yang menyebutkan mereka yang tidak mengerti bahasa ini dianggap kurang gaul.

Bahasa gaul ini masih bertahan sampai sekarang, dengan beragam variannya. Selain itu, bahasa gaul lain atau sekadar istilah gaul lain juga bermunculan dan tersebar luas. Apalagi karena ada media sosial yang sangat memudahkan penyebaran informasi dan tren.

Sumber bacaan:

Bahasa Binan – Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Gaul Kekinian Pake Bahasa Binan, Kok Bisa?
Pratiwi, Sandhy Syari. 2010. Bahasa Binan dalam Komunikasi Antarpribadi di Kalangan Waria. Universitas Sumatera Utara.

About Author

Daeng Ipul Makassar
a father | passionate blogger | photographer wannabe | graphic designer wannabe | loves to read and write | internet junkie | passionate fans of Pearl Jam | loves to talk, watch and play football | AC Milan lovers | a learner who never stop to learn | facebook: Daeng Ipul| twitter: @dgipul | ipul.ji@gmail.com |

Comments (2)

  1. Dulu pas SD dan SMP, masih ingat banget teman-teman ngomong dengan begitu hahahhhahah. Kreatif, bikin mumet kalau gak tahu

  2. Saya pernah kan nyukur rambut di salon, kebetulan sambil temenin kakak nyukur rambut dll (entahlah terlalu banyak jenis perawatan cewek wkwkwk)

    Pas lagi nyukur, mereka ngobrol pake bahasa yang gak saya paham.
    Jadi mikir sendiri, ini mereka lagi ngomobgin saya apa bukan wkwkwk ??

Comment here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.