Piala Dunia yang Aneh

Piala Dunia sudah dekat, tapi gaungnya masih kurang kerasa. Piala Dunia kali ini rasanya memang piala dunia yang aneh.

Penggemar sepak bola pasti masih ingat, bahkan mungkin masih segar di ingatan, edisi terakhir Piala Dunia Rusia 2018 ketika Perancis akhirnya menjadi kampiun setelah mengalahkan Kroasia di partai final. Pesta sepak bola terakhir sebelum kehidupan di bumi memasuki masa pandemi COVID-19. Setahun yang lalu, Piala Eropa dan Piala Sudmaericana alias CONMEBOL sudah menjadi pembuka tirai pesta sepak bola dunia. Tahun ini, pesta akbar pesepakbola dunia akan kembali. Piala Dunia Qatar 2022 sudah di depan mata.

Tapi, berbeda dengan piala dunia edisi-edisi sebelumnya, Qatar 2022 adalah piala dunia yang aneh.

Waktunya Aneh

Paling pertama adalah pemilihan waktunya. Lazimnya, piala dunia digelar di pertengahan tahun di bulan Juni-Juli. Dan itu sudah berlangsung selama puluhan tahun. Baru kali ini, piala dunia digelar di akhir tahun, di bulan November-Desember.

Alasan utamanya tentu saja karena cuaca. Qatar yang berada di jazirah Arab bukanlah tempat yang nyaman untuk beraktivitas di bulan Juni-Juli. Konon, cuaca di sana bisa memanas sampai 40°C yang tentu saja tidak nyaman buat pemain sepak bola yang sebagian besar bermain di Eropa. Membayangkan pemain-pemain Eropa atau pemain yang terbiasa bermain di Eropa dipaksa bermain di bawah suhu 40°C tentu saja sama dengan usaha membunuh mereka.

Saya masih ingat tahun 1994 ketika Amerika Serikat menjadi tuan rumah piala dunia. Kala itupun banyak pemain Eropa yang protes karena cuaca Amerika Serikat – utamanya di pesisir barat – di bulan Juni-Juli panasnya juga minta ampun. Pemain yang dipaksa bermain di siang hari sekitar pukul 12-14 siang (demi mengejar prime time di Eropa) bolak-balik mengeluh dehidrasi. Apatah lagi bila mereka dipaksa bermain di negara padang pasir seperti Qatar? Mampus gak tuh?

Jadilah waktu pelaksanaan Piala Dunia Qatar digeser ke bulan November-Desember, waktu ketika cuaca di sana tidak sepanas bulan Juni-Juli.

Masalahnya, pergeseran yang tidak lazim ini ternyata mengganggu ritme yang sudah terbangun selama puluhan tahun. Liga-liga kelas atas Eropa sedang berjalan, bahkan mulai memanas. Lalu kemudian dipaksa berhenti sebulan lebih demi Piala Dunia. Bayangkan bagaimana tidak nyamannya ketika tensi sedang tinggi, tiba-tiba disuruh berhenti.

Plus, piala dunia di akhir tahun ini juga membuat banyak pemain tampil berhati-hati, utamanya mereka yang negaranya main di piala dunia dan dia terpilih sebagai bagian dari tim. Bukan apa-apa, cidera menjelang piala dunia pasti meninggalkan sakit hati mendalam. Gagal tampil di ajang tertinggi pesepakbola dunia itu tentu jadi penyesalan besar. Akibatnya, banyak taktik pelatih yang tdak berjalan maksimal karena pemain belum tampil maksimal.

Kalau piala dunia digelar di pertengahan musim, mental pemain sudah sangat siap. Fokus mereka pun tidak terpecah. Mereka memang sudah siap menyelesaikan perjalanan satu tahun dengan klub dan siap dengan perjalanan sebulan di piala dunia. Tapi tidak saat piala dunia digelar di akhir tahun.

Akibatnya, satu per satu pemain bintang berjatuhan. Varane dari timnas Perancis sudah duluan cidera dan sepertinya akan gagal main di Qatar 2022. Lalu Song Hyeun Ming yang juga sudah ketar-ketir akan gagal tampil bersama Korea Selatan. Info terbaru, Sadio Mane dari Senegal sudah hampir pasti tidak akan ke Qatar karena cidera.

Keanehan Lain

Keanehan lain dari Qatar 2022 ini adalah soal peraturan buat penonton. Qatar melarang alkohol di tempat terbuka, melarang penonton berpakaian tidak pantas, dan melarang kaum LBGTQ untuk menunjukkan ekpresi mereka di sana.

Tidak ada yang salah dengan itu, karena itu adalah keyakinan mereka, aturan di rumah mereka. Tentu tamu harus menurut pada aturan tuan rumah, bukan? Masalahnya, piala dunia adalah ajang bersama dan sudah lekat dengan hal-hal yang dilarang oleh Qatar itu – tidak termasuk LBGTQ tapi.

Maksud saya, kita mungkin akan kehilangan pemandangan penonton dari Brasil dan negara-negara Amerika Selatan lainnya yang biasanya jadi pemandangan manis bagi kaum Adam setiap perhelatan piala dunia. Plus pemandangan para suporter yang beramai-ramai mengangkat gelas atau botol bir sebagai bagian dari perayaan pesta sepak bola sejagad itu.

Tapi sekali lagi, itu adalah aturan tuan rumah dan tamu tentu wajib tunduk. Meski itu berarti piala dunia kali ini akan berbeda dengan piala dunia yang biasa kita lihat.

Piala Dunia Qatar memang berbeda. Dari awal kontroversi sudah muncul ketika beberapa negara mendengungkan masalah pelanggaran hak asasi manusia terkait “pemerasan” terhadap para pekerja, bahkan jatuhnya korban jiwa dalam pembangunan stadion penyelenggara piala dunia. Bahkan sudah ada negara yang meski tetap ikut bermain di Qatar sudah membulatkan tekad untuk menampilkan protes mereka pada panitia. Lalu, sekelompok suporter juga sudah mendengungkan niat #BoycottQatar22.

*****

Piala Dunia Qatar 2022 tinggal menghitung hari, tapi gaungnya rasanya tidak sebesar helatan piala dunia sebelumnya. Entah karena memang momentumnya yang salah, atau kerja tim promosi yang kurang maksimal. Setidaknya saya jarang melihat beragam ekspresi dan cerita penuh antusiasme tentang piala dunia, tidak seperti edisi-edisi sebelumya. Saya bahkan harus menggogling untuk tahu kapan piala dunia digelar.

Entahlah, rasanya memang Qatar 2022 memang sangat berbeda dengan piala dunia lain yang pernah saya nikmati. Piala dunia yang aneh. [dG]