Karena Messi Bukan Maradona
Selepas era Diego Maradona, semua gelandang serang Argentina selalu dibanding-bandingkan dengan dirinya. Sekarang giliran Messi, mampukah anak muda kelahiran Rosario menanggung beban dibanding-bandingkan dengan seorang Diego Maradona?
Ide membanding-bandingkan dua pemain dari dua generasi berbeda buat saya adalah sebuah ide yang absurd. Kita bisa bilang kalau parameternya adalah raihan prestasi klub, tim nasional dan prestasi pribadi tapi tetap saja rasanya tidak fair. Sepak bola berubah dengan sangat luar biasa dalam sekira dua dekade terakhir. Tantangan para pemain sekarang tentu sudah sangat berbeda dengan pemain sepak bola dua dekade lalu.
Inilah kenapa saya juga tidak pernah terlalu tertarik membandingkan Diego Maradona dengan Lionel Messi, dua pemain Argentina yang paling sering dibanding-bandingkan. Maradona adalah mahluk spesial dalam dunia sepak bola orang Argentina, sebagian bahkan menganggapnya setara dengan Tuhan sampai-sampai ada gereja yang memakai namanya. Tim nasional Argentina kabarnya bahkan pernah mengajukan permintaan ke FIFA untuk mengistirahatkan nomor punggung 10 sebagai penghargaan kepada Maradona seperti yang dilakukan Napoli. Tapi permintaan itu ditolak FIFA.
Sementara itu Lionel Messi dianggap sebagai titisan dari Maradona. Messi disebut sebagai Messiah atau pembawa pesan suci, mungkin untuk menempatkannya sedikit sejajar dengan Maradona. Sulit untuk tidak mengakui kehebatan seorang Messi, tak peduli seberapa benci Anda pada Barcelona atau Argentina tapi dalam hati pasti selalu terselip kekaguman pada seorang Lionel Messi. 4 kali terpilih sebagai pemain terbaik dunia sudah cukuplah sebagai buktinya.
Messi sudah sejak beberapa tahun lalu disebut-sebut sebagai titisan Diego Maradona, sebutan yang dulu juga pernah disematkan ke Ariel Ortega sampai Juan Roman Riquelme. Terpujilah Maradona karena perannya di Mexico 1986 membuat gelandang serang Argentina setelahnya selalu terbebani dengan bayang-bayang Maradona.
Saya masih terlalu kecil untuk mengingat semua kejayaan Maradona di Mexico 1986, tapi sudah cukup paham bagaimana orang-orang yang lebih besar dari saya setiap hari membincangkan kehebatannya. Apalagi setelah dua gol luar biasanya dalam partai melawan Inggris, sejarah juga mencatatnya.
Empat tahun kemudian saya sudah cukup paham bagaimana seorang Diego Maradona mengeluarkan kebintangannya ketika Argentina tampil buruk hampir sepanjang turnamen. Maradona muncul di saat yang tepat untuk membawa Argentina sampai ke babak final sebelum akhirnya dihentikan Jerman (barat) lewat gol Andreas Brehme.
Saya juga masih ingat betul bagaimana seorang Maradona menangis seperti anak kecil dan menolak menjabat tangan Joao Havelange presiden FIFA kala itu. Maradona menuding FIFA telah mencurangi mereka, berkomplot untuk memenangkan Jerman (Barat) dan karenanya adalah najis bagi dia untuk menjabat tangan pejabat FIFA.
Dua Sisi Yang Berbeda.
Maradona dan Messi adalah dua sosok yang berbeda di luar lapangan. Messi terlalu kalem dan jauh lebih bersih kalau mau dibandingkan dengan Maradona. Messi tak pernah kedapatan menggunakan heroin dan kokain, Messi juga hidup tenang dengan pasangan dan anaknya. Benar-benar berbeda dengan Maradona yang akrab dengan obat-obatan terlarang, punya affair dengan beberapa perempuan dan punya anak di luar nikah.
Messi juga tidak pernah menembak wartawan seperti yang dilakukan Maradona, dan semoga saja tidak. Messi juga tidak punya hubungan dengan mafia seperti yang dilakukan seorang Maradona. Satu-satunya cacat Messi di luar lapangan hanya dugaan penggelapan pajak, dosa yang seperti dosa mencuri permen kalau dibandingkan dengan apa yang dulu dilakukan Maradona.
Di lapangan Messi juga berbeda dengan Maradona. Messi sudah meraih apa yang bisa diraih seorang pemain bersama klub. Juara liga, juara Eropa, juara dunia antar klub, semua sudah. Maradona tidak pernah sampai berhasil meraih juara Champion Eropa, hanya sebatas juara Winner bersama Napoli. Maradona juga pernah meraih gelar pemain terbaik tapi hanya Messi satu-satunya pemain sepak bola yang bisa meraihnya empat kali berurutan.
Satu-satunya dosa Messi adalah karena dia belum pernah mengangkat piala karya Silvio Gazzaniga. Messi sudah tiga kali ikut piala dunia, delapan tahun lalu dengan prestasi mengkilap bersama Barcelona dia hanya mencetak satu gol. Empat tahun lalu Messi yang dilatih Diego Maradona tampil buruk, 6 partai tanpa satu golpun.
Tahun ini Messi mengejar keterlambatannya. Empat gol di penyisihan grup meski terhenti sejak babak gugur sudah cukup untuk membuat orang yakin dia bisa bersinar. Terakhir Messi yang didaulat jadi kapten timnas sudah berhasil membawa Argentina ke partai final menantang Jerman. Berarti Messi sudah punya satu kesempatan untuk menyamai rekor Diego Maradona, membawa Argentina sebagai juara dunia.
Maradona pernah bilang kalau Messi adalah orang yang tepat untuk menjadi titisannya. Dia bilang Messi bisa jadi bintang besar kalau melihat performanya saat ini. Jalan Messi sudah terbuka lebar, kalau Senin dini hari nanti dia berhasil membawa Argentina menjadi juara dunia maka mungkin setelahnya orang akan berhenti membanding-bandingkannya dengan Maradona.
Messi memang bukan Maradona. Sepertinya tidak mungkin Barcelona nanti akan memusiumkan nomor 10 setelah Messi resmi pensiun seperti yang dilakukan Napoli selama ini, tapi sekali lagi membandingkan dua orang pemain dari dua generasi berbeda adalah sebuah hal yang absurd. Biarlah Maradona jadi pemain Argentina terhebat di jamannya dan Messi jadi pemain Argentina terhebat di jamannya.
Karena sesungguhnya mereka berdua memang hebat. [dG]