Gosip Bola di Akhir Pertengahan Musim 25/26


Catatan tentang perkembangan isu sepakbola dari tiga liga top Eropa.


Musim kompetisi sepakbola Eropa tahun 2025/2026 sudah hampir mendekati pertengahan. Dinamikanya sangat menarik, seperti yang biasa terjadi. Eropa memang menjadi seperti mekkah-nya sepakbola dunia, jelas karena pemain-pemain terbaik dunia sebagian besar ada di sana, penataannya lebih rapi, dan dari segi menjualnya juga luar biasa.

Saya punya beberapa catatan tentang dinamika liga-liga top Eropa sampai menjelang pertengahan musim ini.

Christian Pulisic yang sedang bersinar

Merah Hitam di Tanah Italia

Sampai menjelang pertengahan musim, AC Milan masih memuncaki klasemen. Pertandingan terakhir melawan Torino, si merah hitam sempat tertinggal dua gol sebelum berhasil mengejar dan bahkan menjadi pemenang dengan skor 3-2. Rabiot dan Pulisic menjadi kuncinya. Pulisic bahkan mencetak 2 gol dalam pertandingan itu, melengkapi 5 gol yang sebelumnya dia cetak. Christian Pulisic memimpin top skor Serie A bersama Lautaro Martinez dengan 7 gol.

Pulisic memang seperti menemukan performa terbaiknya musim ini. Sudah beberapa kali dia menjadi penentu kemenangan AC Milan dalam laga Serie A musim ini. Sepertinya dia menemukan posisi yang sangat nyaman di bawah formasi baru AC Milan dengan pelatih Massimo Allegri.

Allegri didatangkan AC Milan sebagai pelatih kepala musim ini menggantikan Sergio Conceciao yang dianggap melempem musim lalu. Allegri bukan orang baru di AC Milan, sebelumnya dia sudah pernah memimpin AC Milan antara 2010-2014 sebelum diberhentikan di bulan Januari 2014. Allegri lalu pindah ke Juventus dan membawa klub dari kota Turin itu juara Serie A selama 7 musim berturut-turut. Pada akhirnya di Juventus juga Allegri dipecat menyusul menurunnya permainan klub tersebut.

Allegri juga mendapatkan kritikan tajam karena dianggap membangun sistem yang membosankan, jauh dari permainan yang menghibur. Dia sendiri pernah bilang, kalau mau lihat yang menghibur, pergi saja menonton sirkus. Allegri memang bukan biangnya permainan indah, malah cenderung membosankan. Tapi, entah kenapa dia tahu-tahu bisa membawa klubnya memang dan juara. Makanya kadang dia disebut punya ilmu hitam.

Musim ini AC Milan juga terlihat seperti itu. Meski tidak benar-benar membosankan, tapi juga tidak terlalu mengesankan. Kemenangannya pun lebih banyak tipis-tipis. Hanya sekali menang dengan margin 3 gol melawan Parma dan Lecce di Coppa Italia. Sisanya hanya memang tipis lewat margin 1 gol. Tapi itu saja sudah cukup karena terbukti sampai pertengahan musim mereka sudah nangkring di puncak klasemen.

Tinggal melihat apakah mereka bisa konsisten sampai akhir musim ini, apalagi karena mereka tidak punya fokus lain selain Serie A. AC Milan tidak bermain di Eropa dan baru saja gugur di Coppa Italia.

Liverpool saat melawan Inter Milan di UCL

Drama Liverpool dan Gajah Arsenal

Di Premiere League Inggris ada 1 fenomena tahunan yang kerap terjadi. Arsenal duduk di puncak klasemen pada paruh pertama musim. Tahun ini pun fenomena itu masih terjadi juga. Arsenal sampai pekan kelima belas masih memimpin klasemen dengan selisih dua poin dari Manchester City. Mereka bahkan pernah 8 pertandingan berturut-turut tidak pernah kemasukan gol alias clean sheet. Di Premiere League pun mereka baru kalau 2 kali, terakhir melawan Aston Villa.

Fenomena Arsenal di puncak klasemen ini diibaratkan seperti gajah di atas pohon. Kita tidak tahu bagaimana caranya dia bisa ada di atas pohon, tapi kita tahu dia pasti akan jatuh juga. Arsenal juga begitu. Ada di puncak klasemen sebelum paruh musim, tapi tahu-tahu mengejar pimpinan klasemen di paruh musim kedua. Bagaimana dengan musim ini? Kita tunggu sampai pergantian paruh musim ya.

Pindah ke kota pelabuhan Liverpool. Sang juara bertahan musim lalu ini sedang ada dalam masa yang kurang menyenangkan. Sampai pekan kelima belas mereka ada di posisi 10 setelah hanya menang 7 kali, imbang 2 kali, dan 6 kali kalah. Bukan catatan yang mengesankan untuk tim juara bertahan.

Tatapan penggermar sepakbola ke Liverpool semakin tajam mengingat musim ini mereka belanja besar-besaran. Lebih dari 300 juta Poundsterling dengan mendatangkan nama terkenal seperti Florian Writz, Jeremi Frimpong, Hugo Ekitike, dan Aleksander Isak. Pengemar sepakbola tentu menunggu hasil dari belanja besar-besaran ini. Sayangnya, sampai menjelang pertengahan musim ini hasil belanja tersebut belum terlihat efeknya baiknya, yang terlihat justru efek buruknya. Writz belum nyetel dengan tim, Isak masih biasa saja, Frimpong juga belum maksimal. Beruntung karena Ekitike sudah lumayan memberikan efek positif. Tapi tetap saja belum sebanding dengan uang yang dikeluarkan manajemen Si Merah ini.

Di bulan Desember, Liverpool malah diterpa badai lain. Permainan masih berantakan di liga domestik, salah satu bintang mereka – Mo Salah – juga ikut meributkan suasana dengan pernyataannya. Salah memang sedang diparkir dalam beberapa pertandingan terakhir menyusul performa buruknya di tim. Kondisi itu membuat dia tidak nyaman dan melontarkan pernyataan di media yang menuding dirinya sedang menjadi kambing hitam dan ada yang tidak senang dengan keberadaannya di tim. Entah siapa yang dia maksud, tapi pernyataan itu seperti menyiram bensin ke bara api. Di pertandingan Liga Champion Eropa melawan Inter Milan (9/12) Salah malah tidak dibawa. Arne Slot memutuskan untuk benar-benar memarkir sang Raja Mesir itu. Benar-benar situasi yang tidak nyaman untuk Liverpool. Beruntung mereka memang 1-0 dalam lawatan ke kandang Inter Milan itu, walaupun permainan mereka jauh dari kata mengesankan.

Kalah saat melawan Celta Vigo

Madrid yang Tersendat

Di bawah kepemimpinan pelatih baru – Xabi Alonso – Madrid sempat tancap gas di awal musim. Tujuh kemenangan berturut-turut di La Liga membawa mereka memimpin klasemen sebelum akhirnya “dibangunkan” oleh Atletico Madrid dengan skor 2-5. Setelah itu Madrid memang kembali terbiasa dengan kemenangan, bahkan ketika melawan Barcelona dalam laga El Classico.

Tapi setelah itu motor Madrid kembali ngadat. Kalah dari Liverpool 0-1 di UCL, lalu disusul dengan 3 hasil imbang di La Liga, tahu-tahu Madrid sudah disalip Barcelona di klasemen La Liga. Terakhir mereka malah kalah 0-2 dari tamunya Celta Vigo di La Liga dan kalah 1-2 dari Manchester City di UCL.

Motor yang ngadat ini sempat ditandai dengan gosip retaknya ruang ganti Madrid. Beberapa pemain seperti Vinicius Jr, Rodrygo, dan Endrick dikabarkan tidak senang dengan kepemimpinan Xabi dan bahkan beredar kabar kalau mereka sedang mencari pintu keluar dari Bernabeau. Beruntung isu ini bisa segera diredam setelah Xabi menemukan formasi yang tepat untuk mengakomodir Vini. Bahkan di pertandingan terbaru Madrid melawan Manchester City, Rodrygo tampil cukup memuaskan dan kembali meneruskan hobinya mencetak gol ke gawang City.

Kekalahan beruntun ini menimbulkan spekulasi kalau Xabi akan segera diberhentikan. Muncul isu kalau Madrid sedang mendekati Zinedine Zidane dan Juergen Klopp untuk menggantikan Xabi. Sejauh ini berita itu memang cuma isu yang belum terverifikasi, tapi bisa jadi kenyataan mengingat bagaimana tidak sabarannya manajemen Madrid. Klub ini bukan klub yang percaya proses, mereka bisa dengan mudah mengganti pelatih di tengah jalan hanya karena dianggap tidak sesuai dengan ambisi mereka.

Masalah Xabi katanya adalah kesulitan dia mengharmonisasi ruang ganti. Dia masih kurang dihargai oleh para pemain Madrid, utamanya para pemain senior yang namanya sudah besar. Sesuatu yang katanya bisa dilakukan oleh Ancelotti atau bahkan seorang Zinedine Zidane. Madrid yang namanya sangat besar dengan sejarah besar dan juga pemain besar itu memang butuh sosok pelatih besar yang bisa mengharmonisasikan ruang ganti. Kalau tidak, ide dan strateginya tidak akan jalan.

Entah bagaimana Xabi mencari solusi dari masalah ini di pertandingan-pertandingan Madrid berikutnya, utamanya di paruh kedua musim 2025/2026. [dG]