Drama di Perempat Final

Asamoah Gyan, aktor pemeran utama dalam drama Ghana vs Uruguay

Shakespeare adalah seorang yang sangat terkenal di dunia sastra. Salah satu karyanya yang paling fenomenal dan selalu dikenang orang adalah drama berjudul “Romeo and Juliet”. Tidak diketahui dengan pasti kapan karya itu pertama kali dituliskan dan dipentaskan oleh Shakespeare, meski beberapa orang bersepekulasi kalau karya itu pertama kali dipublikasikan sekitar tahun 1591 (sumber : Wikipedia). Selama beratus-ratus tahun, drama percintaan ini menjadi sebuah drama yang selalu dipuja orang, diadaptasi dalam ratusan atau mungkin bahkan ribuan macam naskah yang berbeda, termasuk ke dalam? layar lebar.

Soccer City Stadium, Johannesburg-Afrika Selatan di hari Jumat 2 Juli 2010. Tanpa dirancang sebelumnya, sebuah drama baru saja tersaji di depan puluhan ribu pasang mata yang hadir langsung di stadion serta jutaan lagi lainnya yang menonton lewat layar kaca. Aktor utamanya adalah seorang lelaki berkebangsaan Uruguay bernama Luis Suarez serta seorang lagi lelaki keling berkebangsaan Ghana bernama Asamoah Gyan.

Saat itu Uruguay berhadapan dengan Ghana dalam partai yang akan menentukan siapa di antara mereka yang akan melaju ke semifinal. Ghana mengejar rekor tampil pertama kalinya di babak semifinal sekaligus sebagai wakil Afrika pertama yang melakukannya. Sementara itu Uruguay ingin mengulang kembali sejarah yang terakhir kali mereka torehkan di tahun 1950, menjadi juara dunia.

Hingga 90 menit, drama masih berlangsung datar. Skor masih imbang 1-1 antara kedua tim. Muntari dan Forlan masih memegang peranan utama dalam pentas drama itu. Karena tak mencapai klimaks, pentas diperpanjang, 2 x 15 menit. Mungkin orang sudah menduga akan ada drama meski mungkin hanya sedikit yang menduga dramanya akan berakhir sangat menyesakkan.

Menit 119. Drama 2 babak ditambah perpanjangan waktu itu hampir genap sebelum masuk ke babak yang lain yang lebih mencekam. Ghana mendapatkan peluang dari tendangan bebas di sisi kiri pertahanan Uruguay. Belasan pemain berdesakan di kotak penalti. Orang Ghana berharap bola mampir di kaki mereka hingga bisa mereka lesakkan ke belakang kiper Paraguay sementara orang Paraguay berharap bola jatuh di kaki mereka sehingga bisa dihalau sejauh-jauhnya. Jabulani melayang dan jatuh ke dalam kotak 16 Uruguay. Jabulani semakin liar, mental ke sana ke mari sebelum jatuh di kaki Stephen Appiah yang langsung melesakkannya ke gawang Urugay. Masuk ? ternyata tidak karena masih ada Luis Suarez yang tanpa sengaja menghalau bola keluar dengan kakinya. Bola jatuh di antara pemain-pemain Ghana dan Uruguay yang berdesakan. Seorang pemain Ghana menyundul bola ke gawang Uruguay. Masuk ? ternyata tidak karena sekali lagi Suarez menghalaunya. Bedanya, kali ini dia melakukan hal terlarang, menghalau bola dengan tangannya layaknya pemain volley yang menyelamatkan daerahnya.

Suhu meningkat drastis. Tanpa ampun wasit merogoh koceknya dan mengangkat tinggi-tinggi kartu kecil berwarna merah. Orang-orang Ghana dan mungkin jutaan orang Afrika lainnya melonjak kegirangan. Ini menit terakhir dari drama itu dan mereka punya kesempatan mengakhirinya dengan manis. Tak perlu berselang lama, Asamoah Gyan sudah diam di depan jabulani, sekitar 11 meter dari depan gawang. Sementara itu Suarez menangis meninggalkan lapangan menuju ruang ganti. Pupus sudah harapan orang Uruguay, bayangan semifinal tiba-tiba kabur. Sementara bagi orang Ghana, bayangan final malah semakin terang.

Asamoah Gyan mengambil ancang-ancang. Selama di Afrika Selatan dia sudah dua kali berhasil menjalankan tugas sebagai algojo. Sekali saat menghadapi Serbia dan sekali saat menghadapi Australia. Tanpa ragu-ragu disepaknya Jabulani. Namun, skenario ternyata tak seperti yang mereka kira. Jabulani melambung tinggi menerpa mistar dan terpental keluar. Uruguay selamat !!. Suarez yang berhenti sejenak di depan lorong menuju ruang ganti tiba-tiba melonjak kegirangan. Dia tahu kalau teman-teman dan negaranya masih punya peluang.

Kita tahu akhir dari drama itu. Bayangan semifinal menjadi terang benderang ?bagi Uruguay sementara bagi Ghana semua menjadi gelap segelap-gelapnya. Tak ada semifinal bagi mereka tahun ini, sama seperti wakil-wakil Afrika sebelumnya. Benar-benar sebuah panggung drama yang penuh cerita dengan hasil yang menyesakkan bagi orang Ghana dan Afrika namun menggembirakan bagi orang Uruguay.

Sekitar dua jam sebelumnya, di Nelson Mandela bay stadium juga terhampar sebuah drama yang tak kalah seru. Kali ini pemeran utamanya adalah seorang Brasil bernama Felipe Mello dan seorang meneer Belanda bernama Wesley Sneijder.

Belanda kembali bertemu Brasil, tim yang di tahun 1994 dan 1998 menghentikan mereka. Tahun 1994 mereka kalah 1-2, tahun 1998 lebih menyakitkan lagi karena mereka kalah dalam adu penalti. Tahun ini Belanda masih belum sempurna. Meski sederet nama beken berada di barisan depan, penampilan mereka masih membosankan. Tootal Voetball seperti yang terakhir kali dipraktekkan Ruud Gullit dkk. di tahun 1988 sama sekali tidak kelihatan. Sementara itu Brasil meski memulai dengan penampilan yang juga membosankan namun perlahan namun pasti mulai menarik, utamanya ketika di pertandingan terakhir menuntaskan perlawanan tetangga mereka Chili. Tak heran kalau banyak orang yang merasa Brasil bisa meneruskan “kebiasaan” mereka menghempaskan orang-orang Belanda itu.

Pertandingan baru berjalan 7 menit ketika Robinho yang pernah berlarian di stadion-stadion di Spanyol dan Inggris melesakkan satu gol. Orang Brasil bersorak, namun ternyata hanya untuk sementara karena Dani Alves sudah terlanjur offside. Hanya berselang 3 menit, Robinho kembali mengguncang Belanda. Kali ini golnya bersih, sah dan tercatat. Orang di balik kesuksesan Robinho membobol gawang Stekelenburg adalah Felipe Mello. Umpan panjangnya langsung ke jantung pertahanan Belanda menjadi awal gol itu. Mello menjadi aktor pembantu dalam pementasan indah itu.

Memasuki babak kedua, Mello mengambil alih peran utama. Sayangnya bukan peran protagonist yang kali ini dilakoninya. Sebuah umpan lambung Sneijder ke kotak 16 Brasil membuat Mello dan Julio Cesar panic. Terjadi salah koordinasi antara mereka sehingga alih-alih menghalau bola, Mello malah membantu Jabulani bersarang di belakang Cesar. Mello bersanding dengan Wesley Sneijder menjadi tokoh utama yang membuat Belanda berhasil menyamakan kedudukan.

Tak lama berselang Sneijder giliran mengambil peran utama. Sundulannya meneruskan tendangan pojok dari Arjen Robben yang menyentuh kepala Dirk Kuyt tak bisa dibaca pemain Brasil. Gol..!!, skor 2-1 untuk Belanda. Dengan segera angin bertiup kencang ke kubu Belanda, mereka segera menjadi jauh lebih bersemangat menuntaskan pertandingan. Satu kaki sudah di semifinal. Brasil menjadi panik, mereka tak terbiasa berada dalam posisi tertinggal sehingga mereka makin membabi buta. Sayangnya mereka tak semuanya bisa tenang hingga kemudian Felipe Mello membuat kebodohan. Tidak cukup dengan mengganjal Robben dari belakang, dia menambahinya dengan menginjak paha Robben. Cukup sudah, tak ada alasan untuk menolak kartu merah langsung. Mello pasrah, tidak berontak dan berlari dengan tenang ke ruang ganti. Sekali lagi dia mengambil jatah peran utama.

Brasil tak bisa mengejar ketertinggalannya, salah satunya karena Mello yang sudah tenang di ruang ganti meninggalkan 10 temannya di lapangan. Dalam kurun waktu 90 menit, Mello jadi pesakitan. Perannya berganti dengan cepat dalam drama yang dilakonkan orang-orang Belanda dan Brasil itu. Entah bagaimana nasib Mello selepas ini yang jelas malam itu dia jadi salah satu pemeran utama dalam drama yang akan ditangisi oleh orang-orang Brasil.

Felipe Mello, Luis Suarez dan Asamoah Gyan menjadi bukti kalau piala dunia memang panggung drama terbesar di planet bumi ini. Drama yang mengundang tawa lebar, tangis pedih dan entah perasaan apa lagi. Panggung drama itu masih akan terus menyajikan lakon-lakon hingga saatnya ketika satu tim tertawa lebar mengangkat tropi 11 Juli nanti. Siapakah mereka ? mari kita nantikan.