Kisah Perempuan Dalam Ayahmu Bulan, Engkau Matahari

Cover Ayahmu Bulan, Engkau Matahari

Perempuan, wanita atau apapun sebutannya adalah mahluk yang luar biasa.

Sejak berabad-abad lalu lliterasi tentang perempuan selalu mewarnai peradaban. Kerajaan Gowa di Sulawesi Selatan mencatat kalau leluhur yang paling dihormati para raja-raja ?yang agung adalah seorang prempuan, Tumanurung Bainea.

Perempuan selalu ada dalam sejarah peradaban manusia, lengkap dengan segala ceritanya. Bumi yang semakin menua tak juga bisa menuntaskan ragam cerita dan masalah seputar perempuan. Mungkin karena hanya sedikit perempuan yang berhasil menuliskan dengan gamblang apa yang terjadi pada seorang perempuan. Perempuan dari mata perempuan.

Baru-baru ini sebuah buku hadir dalam genggaman saya. Judulnya Ayahmu Bulan, Engkau Matahari. Buku ini adalah buah karya Lily Yulianti Farid, sosok yang sudah saya kenal sekitar 6 tahun. Beliau adalah perempuan yang aktif menulis tentang perempuan.

Buku Ayahmu Bulan, Engkau Matahari berisi berisi 17 cerita yang hampir semuanya menempatkan perempuan sebagai tokoh utama. Cerita yang ditulis tidak hanya berputar pada masalah perasaan dan pribadi seorang perempuan, tapi lebih daripada itu.

Kisah utama sendiri , Ayahmu Bulan, Engkau Matahari dimulai dengan latar konflik politis-sosial yang terjadi di Sulawesi Selatan pada periode 50-60an. Cerita bergulir hingga ke masa sekarang, masih dengan tema yang sama. Konflik sosial-politis yang terjadi di berbagai belahan dunia.

Latar kisah dalam buku ini tidak melulu tentang sebuah situasi dalam skala yang besar. Ada cerita tentang dapur, tepung dan bahan kue. Sesuatu yang sudah terlanjur ditempel lekat dengan sosok perempuan. Tapi kisah Dapur tidak berhenti sampai di situ, tetap ada konflik yang terjalin di sana, tetap ada realitas yang membuat kita miris ketika selesai membacanya.

Dengan sangat indah Lily Yulianti Farid menggoreskan kisah tentang kehidupan dengan perempuan sebagai tokoh utamanya. Buku ini bercerita dengan lantang bagaimana kegelisahan, kemarahan dan perlawanan terhadap ketidakadilan benar-benar ada, sebagian besarnya terjadi pada perempuan.

Sebagian cerita dalam Ayahmu Bulan, Engkau Matahari memang sudah pernah saya baca pada buku Makkunrai (2008) dan Maiasaura (2008) tapi tetap bisa mendatangkan sensasi yang sama. Buku ini bisa membawa lelaki jauh lebih dalam untuk memahami dunia yang kadang memang tidak adil pada mereka yang hidup di dalamnya. Apalagi kaum perempuan.

Buku yang sangat layak untuk dibaca.

[dG]