Cerita Kala Hunting Foto

Kota Bantaeng dari puncak bukit Loka
Kota Bantaeng dari puncak bukit Loka

Ada satu momen yang paling saya ingat di Pesta Komunitas Makassar kemarin. Ceritanya di akhir acara semua panitia, penampil dan peserta membaur dalam keceriaan di atas panggung di bawah alunan musik yang menghentak. Mereka menari dan menggerakkan badan mengikuti alunan musik. Saya dengan kamera yang sudah siap menggantung di leher mencari posisi yang tepat untuk mengabadikan momen itu. Salah satu tempat terbaik menurut saya adalah memotret dari atas, tepatnya dari tiang gawang backdrop yang tingginya sekisar 3 meter.

Maka naiklah saya dari sisi kiri panggung, dengan sangat hati-hati saya menyusuri tiang-tiang besi, sedikit demi sedikit hingga tiba di atas, nyaris sampai di puncak. Dengan berpegangan erat pada tiang-tiang itu saya memotret aktifitas orang-orang di bawah yang masih riang gembira di bawah guyuran musik. Sambil memotret tangan dan kaki saya masukkan ke sela-sela besi, tentu untuk menjaga keseimbangan jangan sampai saya terjatuh. Bukan hal yang menyenangkan kalau sampai saya terhempas ke tanah yang saya ukur sekira 4,5 meter dari tempat saya berdiri sekarang.

Ketika sedang asyik memotret saya melirik ke sebelah kanan, di sana ada pemandangan yang lebih seru dan dengan cepat membuat saya berdecak. Iqbal, seorang kawan fotografer lainnya ternyata mengambil langkah yang lebih ekstrem. Dia naik ke atas gawangan panggung, bukan hanya di tiang saja. Tidak puas dengan hanya naik ke atas gawangan, dia malah berdiri dengan kedua kakinya di atas pijakan yang tidak lebih dari 30 cm lebarnya dan tingginya lebih dari 4 meter dari tanah. Gila!

Iqbal ini memang seorang jurnalis foto jempolan. Fotonya sudah sering bolak-balik sebuah media nasional, plus diapun sudah sering menang lomba foto. Totalitasnya dalam mengabadikan momen atau objek memang tidak usah diragukan lagi. Dia nyaris tidak punya rasa takut, bahkan ketika memotret tawuran atau demonstrasi yang berujung pada kontak fisik.

Gaya Iqbal yang luar biasa berani
Gaya Iqbal yang luar biasa berani

Saya salah satu yang suka fotografi, sejak jaman kamera masih menggunakan film saya sudah jatuh cinta pada aktifitas satu ini. Sayangnya saya belum punya kemampuan yang memadai untuk menjadikan aktifitas satu ini sebagai pegangan hidup, hanya sekadar hobi saja. Tapi meski begitu, fotografi tetap terasa nyaman ketika dijalani termasuk proses mendapatkan hasil foto yang menawan.

Hasil foto terbaik yang biasanya saya temukan adalah ketika melakukan perjalanan ke tempat-tempat yang tak biasa, orang menyebutnya traveling. Saya senang sekali belajar memotret landskap, pemandangan alam ciptaan Tuhan yang kadang mengundang decak kagum. Biasanya untuk mendapatkan momen dan landskap yang bagus, kejelian dan kemauan untuk mencari tempat memotret yang tak biasa juga penting demi mendapatkan hasil yang bagus.

Analoginya begini, kadang untuk mendapatkan potret pemandangan yang bagus saya harus naik ke tempat yang tinggi. Dari tempat yang tinggi pemandangan yang menawan tentu lebih gampang ditemukan. Hanya saja, kadang untuk mencapai posisi yang pas itu tidak mudah apalagi di alam bebas. Halangannya biasa ada di rute yang tidak normal, kadang malah terasa seperti membahayakan diri sendiri. Tapi namanya fotografer, semua harus dilakoni untuk mendapatkan hasil terbaik meski saya mengaku belum bisa seperti Iqbal yang nyaris tidak punya rasa takut kala mengejar momen dan mengabadikan objek.

Selama ini musibah terbesar yang saya rasa ketika mengejar momen dan mencari landskap terbaik hanyalah keseleo pada kaki. Itu hal biasa, sekali waktu saya pernah mengalami keseleo ketika mencari posisi yang nyaman memotret suasana alam bebas. Saya kurang hati-hati waktu itu, apalagi karena saya memang mengejar guratan matahari pagi yang menyinari deretan perbukitan kala itu. Tanah yang masih basah oleh embun membuat saya yang kurang hati-hati itu jadi keselo, untung cuma keseleo dan tidak sampai lebih parah.

Saya bilang untung cuma keseleo karena keseleo bagi saya adalah hal biasa. Sejak dulu saya sudah akrab dengan musibah satu ini, tepatnya ketika masih aktif bermain bola. Memang rasanya lumayan sakit dan mengganggu aktifitas, tapi tidak sampai menghentikan aktifitas dalam waktu lama. Saya punya satu senjata yang selalu siap menemani mengusir derita karena keseleo.

Ini dia penyelamat saya!
Ini dia penyelamat saya!

Ketika musibah itu datang biasanya saya mempercayakan pertolongan pertama pada Counterpain. Saya pernah mencoba Counterpain yang original (warnanya dusnya putih-coklat) dan yang Cool (warna dusnya putih-biru), tapi akhirnya saya lebih suka menggunakan Counterpain yang cream daripada yang cool, alasannya karena yang cream panasnya lebih terasa. Soal panas yang lebih lama terasa ini buat saya penting karena menambah kepercayaan diri kalau semua akan sembuh lebih cepat. Saya pernah coba produk lain yang bahan aktifnya mirip dan lebih murah. Tapi tidak se-efektif Counterpain. Bahkan saya juga pernah coba produk yang lebih mahal dan katanya lebih efektif. Tapi Counterpain memang beda panasnya. Pengalaman berkali-kali dengan produk lain yang rasanya tidak pas itu yang membuat saya akhirnya menyerah dan hanya percaya pada Counterpain sampai sekarang.

Aslinya saya bukan orang yang nyaman dengan cream atau lotion seperti itu, apalagi yang baunya menyengat. Tapi Counterpain memang beda, selain tidak lengket dan mudah meresap, Counterpain juga tidak meninggalkan bekas. Ini yang bikin saya akhirnya menyerah pada rasa tidak nyaman dengan cream atau lotion, ujung-ujungnya saya selalu percaya pada Counterpain ketika mengalami musibah keselo, nyeri otot, pegal atau bahkan nyeri punggung.

Begitulah, aktifitas outdoor memang kadang mengundang resiko apapun namanya. Fotografi yang kadang juga dilakukan di alam bebas sama saja, penuh dengan resiko yang kalau tidak diperhitungkan dengan baik bisa saja mengundang bahaya yang besar. Sampai sekarang saya masih suka menekuni hobi yang satu ini meski saya juga merasa kemampuan saya tidak berkembang pesat. Mungkin karena saya belum seberani kawan saya Iqbal itu atau mungkin juga karena insting saya yang belum terasah dengan baik. Tapi bagaimanapun, memotret adalah salah satu hobi yang akan terus saya lakukan. [dG]