Selamat Datang Piala Dunia Yang Canggung!

Kegembiraan Neymar, Kegembiraan Brasil
Kegembiraan Neymar, Kegembiraan Brasil

Piala dunia 2014 akhirnya dimulai, tapi kecanggungan menyertainya. Utamanya pada aksi protes warga Brasil menolak piala dunia ini.

Oscar berlari sendirian masuk ke jantung pertahanan Kroasia, tiga pemain Kroasia berusaha menghadangnya tapi lelaki yang mengabdi pada klub Chelsea di Inggris itu dengan lincah menjauh dari kepungan bek Kroasia. Dari luar kotak penalti dia menendang bola sekuat tenaganya, bola meluncur datar ke sebelah kanan gawang Kroasia. Pletikosa terbang tapi tidak mampu menjangkau bola yang meluncur datar dan deras itu. Gol! 3-1 buat Brasil! Seisi stadion bersorak kegirangan, awal yang manis untuk sebuah negeri yang menjadikan sepakbola sebagai agama kedua mereka.

Sepakbola seperti urat leher bagi sebagian besar orang Brasil. Sepakbola mengalir di tubuh mereka di detik ketika mereka juga lahir ke dunia. Nyaris mustahil memisahkan orang Brasil dari sepakbola. Inggris boleh saja mengklaim negara mereka sebagai nenek moyangnya sepakbola modern, tapi Brasil adalah altar suci agama sepakbola. Setidaknya itu yang mereka rasakan.

Ketika Brasil ditunjuk sebagai tuan rumah piala dunia 2014, dunia bersorak kegirangan. Pesta akan terasa sempurna kala digelar di negara yang tak bisa hidup tanpa sepakbola, begitu yang ada di kepala sebagian orang. Tapi, panggang memang kadang jauh dari api. Rencana pemerintah untuk jadi tuan rumah piala dunia tidak direstui oleh jutaan rakyatnya.

Alokasi dana sekisar $11.5 juta yang disiapkan pemerintah dianggap sebagai pemborosan semata. Rakyat Brasil masih butuh pendidikan yang layak dan layanan kesehatan yang memadai, begitu protes sebagian orang. Sejak hari pertama Brasil ditetapkan sebagai tuan rumah piala dunia protes mulai berdatangan. Puncaknya tahun kemarin ketika 1 juta orang di berbagai kota di Brasil turun ke jalan dan memprotes rencana pemerintah menjamu 31 tim terbaik dunia dan ratusan ribu supporternya tahun 2014 ini.

Sebagian rakyat meradang, mereka menganggap pemerintah terlalu berlebihan mengambil bagian sebagai tuan rumah piala dunia 2014 dan olimpiade 2016. “Saya menentang gelaran piala dunia ini. Kami hidup di negara di mana uang tidak mengalir ke rakyat sementara pemerintah menghabiskan jutaan dollar untuk membangun stadion.” Kata seorang demonstran.

Demonstrasi anti Piala Dunia

Di sisi lain pemerintah Brasil bergeming, dua gelaran skala internasional itu adalah satu cara untuk memoles tampang mereka di muka publik dunia. Mereka mau menunjukkan kalau Brasil sehat, Brasil juga punya kekuatan di bidang ekonomi. Pemerintah berdalih semua fasilitas publik yang dibangun sebagai syarat untuk menjadi tuan rumah piala dunia dan olimpiade itu akan bermanfaat banyak bagi semua rakyat Brasil.

Beberapa jam sebelum piala dunia resmi dimulai dari Sao Paolo, polisi setempat bentrok dengan pengunjuk rasa. Peluru karet dan gas air mata ditembakkan untuk mengusir para pengunjuk rasa. Beberapa orang terluka, bahkan di beberapa akun twitter beredar gambar menyeramkan para pengunjuk rasa yang bergelimpangan berlumur darah. Bukan cara yang nyaman untuk memulai sebuah pesta rakyat bernama Piala Dunia.

*****

Di lapangan, Brasil memulai kampanye piala dunianya dengan canggung. Menit ke 17 Marcello salah mengantisipasi bola liar yang dilepaskan Ivica Olic dan malah bersarang di gawang sendiri. Pertandingan pertama bagi tuan rumah memang tidak pernah mudah, apalagi tim dengan nama besar seperti Brasil. Ditambah lagi suasana canggung di luar stadion yang membuat ribuan orang batal untuk masuk karena terhadang aksi demonstrasi.

Beruntung Brasil punya Neymar dan akhirnya bocah 22 tahun bernama Oscar yang menyudahi perlawanan Kroasia dengan skor 3-1. Bukan penampilan terbaik tim Brasil, tapi cukup untuk membuncahkan rasa optimis mereka merebut gelar keenam.

Di tengah kekisruhan di luar stadion, seorang pendemo bernama Fabio Cardamone berucap, “Kami semua marah dengan semua kemubaziran ini, kami benci! Tapi kalau bicara tentang tim nasional, kami semua ada di sana untuk mendukungnya.”

Sepakbola memang tidak bisa tidak, sudah menjadi bagian hidup warga Brasil. Mereka marah pada pemerintah yang dianggap mubazir dan membuang-buang uang untuk pesta mewah di atas penderitaan mereka sebagai warga miskin, mereka marah pada korupsi yang tak kunjung hilang di negeri itu. Tapi, mereka tidak bisa menolak untuk mendukung tim nasional mereka sendiri.

Salah satu aksi demonstrasi di Sao Paolo

Gong piala dunia sudah dibunyikan, tirainya sudah diangkat. Selama 30 hari ke depan pandangan warga dunia akan tertuju pada beberapa kota di Brasil yang menjadi tuan rumah piala dunia. Rakyat Brasil masih meradang, demonstrasi dan protes akan terus bergulir dan pertumpahan darah masih sangat mungkin terjadi. Benar-benar sebuah situasi yang canggung untuk para pecinta sepakbola. Banyak fans yang sengaja datang ke Brasil atau sekadar menguatkan diri di tengah malam buta untuk menyimak detik demi detik dari pesta akbar ini, tapi nurani tidak bisa bohong. Protes dari warga Brasil tetap masuk ke kuping dan mengganggu. Jutaan orang mungkin tidak bisa sepenuhnya menikmati piala dunia kali ini dengan keriangan yang sama seperti 4 atau 8 tahun sebelumnya.

“Saya tidak punya hubungan apa-apa dengan demonstrasi itu. Tidak ada yang lebih menyenangkan dari hari yang cerah, menikmati pertandingan sepakbola dan menghabiskan segelas bir.” Kata Luciano Almeida, seorang warga Brasil di sebuah bar. Beberapa meter dari situ para demonstran berjibaku dengan petugas kepolisian.

Benar-benar sebuah piala dunia yang canggung. Selamat datang di Brasil! [dG]