Cantik berarti harus putih ?

Hari Sabtu kemarin saya sempat menonton sejenak acara Reportase Investigasi di Trans TV. Kali ini topik yang mereka angkat adalah topik tentang pemutih kulit palsu. Konon katanya peredarannya sudah semakin luas, padahal produk palsu tersebut punya efek yang luar biasa negatif bagi kulit manusia.

Di acara itu ditampilkan beberapa contoh konsumen yang tertipu oleh profuk palsu tersebut, alih-alih menjadikan kulitnya lebih putih, yang ada malah kulit wajahnya makin rusak. Kalau melihat proses produksi dan bahan-bahan yang digunakan, sesungguhnya memang sangat tidak masuk akal. Bahan-bahan yang digunakan salah satunya adalah soda api, bahan yang biasanya dipakai para pekerja bengkel utuk membuat cat mengelupas sebelum dicat ulang. Bayangkan, reaksi pada cat saja sudah sedemikian hebatnya, apalagi pada wajah kita.

Memang sudah kodratnya, manusia selalu tidak pernah puas. Apalagi bila menyangkut masalah-masalah duniawi. Sayangnya sebagian besar dari kita tidak sadar betul akan efek negatif dari langkah-langkah instant untuk memenuhi nafsu duniawi tersebut. Salah satunya mungkin adalah keinginan tampil cantik dengan memutihkan wajah, tak peduli bahannya sangat tidak memenuhi kriteria kesehatan.

Hal ini kemudian diperparah lagi dengan provokasi media berisi gambaran wanita atau pria ideal. Khusus untuk sosok wanita, yang ditampilkan selalu wajah-wajah putih mulus, dengan bibir penuh merekah dan hidung mancung. Rambut selalu ditampilkan dengan bentuknya yang lurus dan panjang, sementara bodi selalu berbentuk ramping atau padat berisi. Kalau kita mencermati tayangan-tayangan media, jelas sekali terlihat asumsi bahwa wanita yang gendut, berkulit hitam, berhidung pesek dan berambut keriting sama sekali tidak termasuk dalam kategori wanita cantik.

Sebagian dari kita kemudian menelan bulat-bulat paradigma yang terlanjur tercipta ini. Kaum pria mengangguk setuju dan seakan-akan memalingkan wajah dari kaum wanita yang tidak termasuk kategori wanita cantik versi media. Kaum wanita kemudian mati-matian mencari jalan pintas demi membentuk dirinya menjadi wanita cantik sesuai patron yang berlaku. Dalam hal ini sayang sekali kaum wanita kebanyakan menjadi korban.

Wanita yang sadar dan punya harga diri kemudian berontak dan melawan patron ini. Mereka lebih memilih untuk tampil natural seperti mereka apa adanya sambil tak lupa mengembangkan wawasan seluas mungkin, kata halusnya mungkin adalah mengembangkan inner beauty. Berat memang, apalagi di negara yang masih menjunjung tinggi penampilan luar seperti negeri kita. Semuanya masih diukur lewat penampilan yang sekaligus membenarkan paradigma palsu hasil provokasi media tersebut.

Pengalaman saya membuktikan kalau masih banyak juga kaum pria yang menilai wanita semata-mata hanya dari tampilan fisik saja, tanpa mau repot-repot menilai isi otak mereka. bahkan beberapa dari mereka malah merasa terancam eksistensinya oleh wanita cerdas nan kritis. Akibatnya mereka terkadang menutup pintu-pintu yang seharusnya terbuka lebar untuk para wanita istimewa tersebut.

Saya lalu bertanya kepada diri sendiri, bagaimana dengan saya ?, bagaimana saya memandang kaum wanita ?. Jujur, penilaian fisik pastilah terkadang menjadi yang pertama. Wajar karena matalah yang menjadi media utama dalam setiap pertemuan. Tapi tunggu dulu, saya tidak akan berhenti sampai di situ saja bila berbicara tentang penilaian terhadap wanita. Dalam fase berikutnya, penampilan fisik akan melorot ke urutan yang sangat jauh di bawah. Sebagai gantinya, wawasan dan isi kepala akan naik ke peringkat pertama.

Bukan satu-dua kali saya bertemu wanita yang secara fisik bisa dibilang cantik tapi jatuh dari segi isi kepala dan wawasan. Sayang sekali memang. Saya punya beberapa teman di kantor yang rela menghabiskan duit sampai jutaan rupiah untuk merias wajah dan memperbaiki penampilan, tapi sama sekali tidak peduli dengan kesempatan untuk memperluas wawasan atau menambah isi kepala.

Dan bukan satu-dua kali juga saya bertemu wanita yang secara fisik biasa-biasa saja-bahkan mungkin dianggap kurang-namun memiliki kelebihan lain di kepalanya. Mereka mungkin merasa sayang menghabiskan banyak uang untuk sekedar membeli produk-produk fashion dan kecantikan paling mutakhir, namun tidak pernah sayang untuk menghabiskan uangnya demi melahap vitamin otak sebanyak-banyaknya. Untuk mereka-mereka ini saya angkat topi setinggi-tingginya. Jikalau kemudian mereka memperoleh kesempatan yang sebesar-besarnya untuk lebih maju dari kaum pria, apa salahnya..kalau memang mereka berhak dan pantas untuk itu, tentu kita-kaum pria-tidak punya hak untuk membatasinya.

Mungkin memang sudah saatnya kita-kita mulai merubah pola pikir yang sudah terbentuk sekian lama ini. Wanita –dan juga pria tentunya—harusnya memang lebih memperhatikan isi daripada sekedar kulit. Kalau memang isinya sudah cukup memadai, kulit saya kira bukan urusan yang terlalu sulit untuk dibenahi, selama pembenahan yang dilakukan tidak serta merta menghilangkan karakter khas yang kita miliki.

Bagaimana dengan sosok wanita yang sempurna fisik dan non fisiknya ?. Dalam artian cantik dan cerdas pula ?. Saya tidak perlu berpikir lama untuk kemudian meluncurkan jawaban kalau saya pernah menemui wanita seperti ini. Dialah wanita yang sekarang menemani saya selama 5 tahun ini. Wanita yang cantik –walau tak terlalu modis- dengan otak yang cemerlang dan wawasan yang sangat luas. Sangat mungkin beruntung bertemu dengan wanita seperti itu. Lebih beruntung lagi karena dia rela menjadi istri saya.