Backpacking ; Pay Less Get More
Siapa bilang jalan-jalan harus mahal ? Ada jalan-jalan murah yang namanya backpacking, justru jalan?jalan murah a la backpacking lebih banyak cerita serunya.
Saya lupa kapan pertama kalinya mengenal kata backpack, tapi sedari awal saya sudah tertarik dengan kata tersebut. Membayangkan berjalan-jalan ke daerah baru dengan gaya yang santai, dengan persiapan dan fasilitas seadanya. Saya langsung jatuh cinta pada pandangan pertama.
Dari dulu saya suka jalan-jalan , mengunjungi tempat baru, mengenal budaya baru dan menambah pengalaman baru. Dulu, hobi saya itu banyak terhalang oleh dana. Sekarang, ketika dana relatif bisa dikumpulkan ( meskipun sedikit ) saya terkendala oleh waktu. Tapi sampai sekarang saya masih tetap menyimpan harapan agar sesekali bisa jalan-jalan ke tempat lain.
Membaca buku Naked Traveler punya Trinity betul-betul membuat saya cemburu setengah mati. Membayangkan seorang wanita bisa mengunjungi puluhan negara dengan biaya yang minim betul-betul bikin ngiler. Dari situ keinginan saya agar suatu hari nanti bisa merasakan yang namanya backpacking kembali muncul ke permukaan.
Saya belum pernah berjalan lebih jauh dari pulau Jawa dan Bali. Khusus untuk Bali, dua kali ke sana selalul menggunakan bantuan travel agent atau tepatnya karena bantuan kantor. Itu jelas tidak bisa dikategorikan sebagai backpacking.
Sementara untuk jalan-jalan ke Jawa, bolehlah sedikit dikategorikan sebagai backpacking karena beberapa kali saya ke Jogja dan Surabaya dengan menggunakan biaya yang minim, tidur di penginapan seharga seratusan ribu semalam ( dan bahkan di bawah seratus ribu pernah ), menggendong ransel dan menggunakan semua fasilias ekonomi. Bolehlah disebut sebagai backpacker abal-abal.
Hari sabtu kemarin ( 9/4) komunitas blogger Makassar bekerjasama dengan komunitas Makassar Backpacker menggelar acara Tudang Sipulung dengan tema Backpacking. Huhuhu, betul-betul tema yang membuat saya kembali ngiler.
3 pembicara dari komunitas Makassar Backpacker banyak membagi pengalaman mereka berwisata murah ke beberapa daerah, dalam dan luar negeri. Salah satu pembicara yang juga adalah dedengkot Makassar Backpacker bahkan sudah pernah berbackpacking sampai ke Afrika Selatan tepat pada pagelaran Piala Dunia 2010. Selain itu, Syamsul Sunduseng-namanya-sudah pernah menginjakkan kaki ke Jepang, beberapa negara Asia Tenggara dan sedang berencana ke Australia.
Ada seorang pembicara yang menurut saya luar biasa. Seorang gadis bernama Afdhal. Beberapa bulan lalu dia baru saja menuntaskan perjalananan yang dia sebut sebagai Tour de Sumatra, sendirian dia menjelajahi Sumatra berawal dari Banda Aceh dan berakhir di Palembang. Sendirian..luar biasa bukan ? apalagi mengingat dia seorang gadis.
Beberapa bulan yang lalu juga, teman-teman dari komunitas Makassar Backpacker baru saja menggelar tur ke 10 kota di Jawa selama 10 hari dengan biaya sekitar Rp. 1,6 juta. Murah bukan ? Tapi jangan tanya pengalaman yang mereka dapatkan. Pastinya sangat membekas. Mungkin malah jauh lebih membekas daripada perjalanan saya yang menggunakan jasa travel agent dan bersama orang-orang yang tidak sealiran.
Dari cerita Syamsul Sunduseng juga saya bisa mendapatkan tips cara menyusun rencana backpacking. Bagi Syamsul, tujuan utama backpacking itu bisa saja timbul tiba-tiba berdasarkan harga tiket. Tujuannya ke Australia ternyata bukan karena rencana, tapi karena tiba-tiba menemukan promo tiket murah di bawah 1 juta rupiah untuk pergi-pulang. Biasanya memang ada waktu-waktu tertentu di mana tiket pesawat dilepas dengan harga yang sangat rendah meski untuk waktu yang masih jauh ke depan.
Malam itu teman-teman Makassar Backpacker membagi banyak tips dan cerita tentang nikmatnya berbackpacking. Bagi saya, cerita mereka benar-benar menggoda. Timbul niatan untuk membuat tabungan khusus untuk program jalan-jalan a la backpacker nantinya. Kalau belum sempat ke luar negeri, setidaknya bisa jalan ke tujuan wisata dalam negeri dululah.
Oh ya, sepertinya saya juga akan berusaha mengajarkan anak-anak saya untuk sering jalan-jalan, a la backpacker tentu saja. Sejauh ini saya melihat Nadaa sudah punya hobi dan kapasitas untuk jadi backpacker. Di usianya yang baru 7 tahun setidaknya dia sudah pernah tidur di terminal, di bandara dan pokoknya tahan banting. Hmmm, membayangkan backpacking bersama keluarga sepertinya sungguh menggoda.
Jadi ? saya akan mulai menabung. Mudahan-mudahan tahun depan saya sudah bisa memulai backpacking. Ke mana ? Lihat nantilah.
Cerita tentang Tudang Sipulung bertema Backpacking bisa dibaca di sini
Jalanjalanyuk.. 🙂
Hayo…mau jalan-jalan ke mana.> 😀
kan mau ke Ambon bareng 😀
ditunggu ya Oom..?
nanti kita barengan ke Ambon
backpacker di dalam negeri tentunya luar biasa, masih banyak tempat2 indah yg blum terjamah daripada sampai ke luar negeri 😀 hehe apalagi yg mau wisata beton doang 😀
ogah..!! masak wisata ke hutan beton ? :p
backpackeran?
Setiap kali mo ikut liburan ala backpacker, kok gagal terus ya?
Sepertinya saya nda boleh deh liburan ala backpacker 😛
Klo kata temen saya, cuma bikin ribet dan dikuatirkan rewel,
jadi yah cuma bisa manyun deh klo mbaca laporan temen2 yang abis liburan ala backpacker 😀
mbak orangnya rewel ndak..? kalo iyya, berarti mungkin temannya benar..:D
hahaha emang temennya bener 😛
minum aja saya susah klo tidak dari yang kemasan :((
makanya saya nda marah waktu mereka ga mbolehin saya ikut
terima nasib, salah sendiri, daripada ngerepotin juga
daripada sepanjang perjalanan cembetut
mendingan ditinggal, nunggu oleh2 aja hahaha
Apa nama situs yang dibilang sama pemateri nya dulu Kak Ipul? yang bisa berteman dengan backpacker luar negeri.
couchsurfing.org, sama satu lagi apa ya..? lupa 😀
satunya lagi namanya hospitalityclub.org Sudah lama jadi member di kedua tempat itu 😀
like this moment “backpackeran”…tapi sayang byk org yg ga berani melakukan tantangan ini…sebenarnya kuncinya yg penting bs survive…oiya kategori backpaking yg bener gmn seh?kok kdg sy suka dicela klo pas BP karena sy selalu membawa lkp smw yg sy butuhkan, tp dlm kondisi normal??
kalo menurut saya sih backpacker itu yaa ke mana2 pake backpack alias ransel, trus menghindari semua fasilitas nomor satu.
pokoknya jalan2 hemat. soal perlengkapan yg dibawa, ya terserah kebutuhan..
Yang sangat saya sayangkan dari Syamsul Sunduseng adalah dia tidak menulis. Pengalamannya banyak tapi tidak banyak ditulis. I am amazed by traveller but amazed more by traveller who is also writer.
Tapi kalau ngomong tentang backpacker, tidak selamanya murah kok. Tergantung destinasi. Kalau backpack nya di Asia Tenggara, mungkin masih murah. Tapi kalau backpack ke Jepang, New Zealand, Eropa sepertinya kudu rogoh kocek dalem dalem karena meski tiketnya murah biaya hidup dan transportasi disana mahal.
Oh iya, kenapa sekarang banyak orang lebih sering travel ke Asia Tenggara daripada mengunjungi kota kota lain di Indonesia? Karena ternyata biaya kita ke kota lain antar pulau ga jauh beda dengan biaya keliling Asia Tenggara. Contoh: biaya pesawat Jakarta – Makassar jatuh jatuh nya 500 ribuan minimal one way. Dengan jumlah segitu, kita bisa ke Singapura atau KL dengan harga tiket yang ga jauh beda. Plus kalau sudah di KL, kita bisa lanjut ke Thailand, Vietnam dan Kamboja kalau mau travel darat 🙂
Naa..kalo Cipu sudah bicara, tappak ma saya..:)
soal harga tiket, betul !!
tiket dalam negeri sekarang mahal lebih mahal daripada ke luar negeri. makanya banyak yang lebih suka travel minimal ke Asia Tenggara
Betul Daeng, menurut penerawangan saya, Cipu is the next Trinity, or even better..hehe..paling jago buat orang jadi ngiri sama dia, karena pengalaman2 dan kepiawaian dia nulis pengalaman2 itu..hehe..
*melirik blog pribadi yang dah jadi fosil*
Yaniii..hayo, blognya diupdate dong..
lama ndak baca lagi tulisanmu yang khas itu
woh !! nabunggggg !!
Ke Dataran tinggi Dieng, mas . Hemat dan ga kalah keren dari tempat laen 😀 *critanya promosi
n ancient times, the backpack was used as a means to carry the hunter’s larger game and other types of prey and as a way of easier transport for other materials. In the cases of larger hunts, the hunters would dismember their prey and distribute the pieces of the animal around, each one packing the meat into many wrappings and then into bags which they placed on to their backs.`….*
Brand new short article on our personal web page
<http://healthmedicine101.com/