Pantai Pasir Putih Yang Nasibnya Tak Putih
Indonesia punya banyak potensi wisata, apalagi Papua yang tanahnya memang indah. Tapi, tak semua potensi itu digali dengan sempurna. Salah satunya Pantai Pasir Putih di Manokwari, Papua Barat.
Pria langsing dengan hoodie berwarna oranye itu asyik menyapu tepian pantai dengan sapu yang sepintas seperti garpu raksasa. Daun-daun kering dikumpulkannya di satu tempat, siap untuk dibakar. Matahari pagi hangat membakar kulit, gemerlap peraknya memantul di atas permukaan laut yang berwarna biru dan hijau tosca.
Pria itu bernama Decky, asli Sorong tapi sudah lama tinggal di Manokwari. Tepatnya di kawasan Pantai Pasir Putih, salah satu kawasan pantai yang sudah jadi tempat rekreasi penting di kota Manokwari, Papua Barat.
Selepas menikmati asin dan jernihnya Pantai Pasir Putih, saya dan Lelaki Bugis mendekati pak Decky yang sedang asyik mengobrol bersama supir yang membawa kami pagi itu. Rupanya obrolan mereka seputar keadaan Pantai Pasir Putih, pantai nan indah yang saat itu ada di depan mata kami.
“Orang pemerintah trada mau kasih perhatian.” Kata Decky, pria yang saya taksir usianya mendekati setengah abad dengan logat khas Papua.
Decky mengaku selama ini dengan sukarela membersihkan Pantai Pasir Putih tanpa mengharap imbalan. Semua dilakukannya hanya karena dia merasa punya tanggung jawab membersihkan pantai yang tepat berada di depan rumahnya itu. Setiap pagi dia merawat pantai berpasir putih itu, membersihkan kotoran dan menjaga fasilitas yang ada sebisa mungkin.
Pantai Pasir Putih yang terletak di sisi Timur teluk Doreri memang sudah dilengkapi fasilitas sederhana, bangunan permanen tak berdinding berjejer rapi menghadap ke laut. Di depannya di atas pasangan paving block dipasang beberapa meja kayu diapit bangku, sekadar tempat duduk dan bercengkerama buat para pengunjung. Beberapa batang pohon besar meneduhi pantai yang di kala matahari terik itu sungguh membuat mata silau.
“Saya pernah bikin proposal, minta pengadaan alat-alat kebersihan. Tapi sampai sekarang trada yang datang.” Ucap Decky lagi. Alat-alat kebersihan yang dia minta berupa sapu, tempat sampah, sapu penggaruk dan sejenisnya. Menurutnya, pemerintah kota Manokwari khususnya dinas pariwisata sama sekali tidak memberikan perhatian.?Coba tanya orang dinas pariwisata. Dong semua kenal deng saya, sa sering bakalahi deng mereka.” Decky melanjutkan.
Bakalahi atau berkelahi yang dia maksud tentu saja bukan berkelahi secara fisik, tapi sekadar beradu argumen tentang bagaimana memelihara Pantai Pasir Putih. Mungkin Decky geram melihat lambannya orang dinas pariwisata mengelola Pantai Pasir Putih
“Dulu pernah ada ibu-ibu orang Toraja yang baek. Dong ada kasih sumbangan alat-alat kebersihan, dong kasih semua dari dong punya uang pribadi.” Kata Decky sambil berusaha mengingat nama si ibu yang baik hati itu.
Decky sendiri mengaku dia harapanya sederhana saja, hanya supaya pemerintah daerah mau sedikit memberikan bantuan alat-alat kebersihan. Untuk kehidupannya sendiri Decky hanya berharap dari penyewaan ban miliknya sambil sesekali menarik bayaran uang parkir dari para pengunjung.
Potensial Tapi Belum Diperhatikan.
Pantai Pasir Putih sebenarnya sangat potensial untuk dikembangkan menjadi tujuan wisata. Saya membayangkan betapa ramainya pantai seperti ini kalau saja dia ada di kota Makassar. Airnya tenang dan jernih, warnanya bergradasi dari warna biru terang, hijau tosca sampai biru tua. Ombak tenang tidak bergejolak, mungkin karena Pantai Pasir Putih berada di teluk Doreri yang terhalang dari lautan lepas.
Di sebelah ?utara pulau Mansinam yang dominan dengan warna hijau terpampang jelas dengan pegunungan Arfak yang tegak tersaput awan di kejauhan. Duduk di tepi pantai sambil menikmati guratan alam yang memukau dan membiarkan angin laut membelai adalah pengalaman yang tak telupakan. Ketika datang kedua kalinya ke Pasir Putih, saya tak menyia-nyiakan waktu untuk berenang dan merasakan air asinnya.
Pantai Pasir Putih menurut saya relatif bersih. Pesisir pantai dengan pasir putih kekuningan yang lembut belum dikotori oleh sampah plastik. Hanya ada sampah-sampah alami dari daun-daun yang gugur. Itupun tidak seberapa banyak.
Sayang memang kalau pantai dengan potensi sebesar itu tidak dikelola dengan baik. Untung saja masih ada orang-orang seperti pak Decky dan warga sekitar yang rajin membersihkan dan merawat pantai yang jadi salah satu ikon kota Manokwari itu.
“Dong bilang Raja Ampat bagus, sa bilang tra usah Raja Ampat. Manokwari juga bisa kalau tong ada mau kasih bae.”?Kata Decky.
Saya percaya dia benar, sekujur Papua punya potensi yang sangat besar untuk dikembangkan jadi tempat wisata, bukan hanya Raja Ampat. Sayang karena potensi besar itu tidak selalu dimanfaatkan dengan baik. Beruntung masih ada orang seperti Decky yang setia menjaganya nyaris tanpa pamrih. Tapi, sampai kapan? [dG]
indonesia surganya dunia.. bila dikelola dengan baik.. ya itu SDM dan kesadaran kayaknya kita masih kurang 🙂
Yah, begitulah mas, Indonesia. Padahal pariwisata di Indonesia ini bahkan kalau di urus dengan baik bisa mendatangkan banyak devisa yang juga dimanfaatkan untuk kemakmuran rakyatnya.