Maluku 4; Antara Ora dan Sawai

MENJELANG JAM DUA BELAS SIANG kami kembali ke Oanain Munina. Dari Ora kami dibawa ke pulau Kasawari yang tak berpenghuni. Sepulang dari sana perahu ditambatkan di sebuah bangunan tak berdinding di tengah lautan. Bentuknya seperti sebuah panggung dengan satu tiang di tengah yang menopang atap berbentuk payung. Air laut di sekitarnya bening, karang-karang dan ikan-ikan kecil terlihat jelas. Kami sempat snorkling di sana sebelum kembali ke penginapan, makan siang, mandi dan beristirahat.

Saya suka tidak tahan kalau lihat air laut sebening ini

Ketika sore hari perlahan turun, kami keluar dari penginapan dan berjalan ke arah kampung. Di sebuah SD di perbukitan yang berada di mulut kampung, puluhan anak-anak kecil tampak riuh bermain. Kami ke sana, mendaki bukit dan mendekati anak-anak itu.

Beberapa anak berumuran sekira 5-6 tahun bermain di halaman sekolah dan tebing yang berundak-undak. Ada yang berkejar-kejaran, ada yang bermain lompat tali ada juga yang sekadar saling mengganggu satu sama lain. Di halaman sekolah anak-anak yang lebih besar tampak berlatih. Anak-anak perempuan berlatih menari dan anak laki-laki berlatih menabuh rebana.

“Itu latihan, besok mau ada acara di lapangan.” Kata seorang gadis muda kelas 3 SMA yang duduk di depan pagar sekolah.

Anak-anak itu rupanya sedang bersiap untuk tampil di acara peringatan tahun baru Muharram yang akan digelar besok malam di lapangan samping masjid Sawai. Pantas saja mereka terlihat sangat semangat berlatih. Seorang perempuan 30an tahun berjilbab cokelat berdiri di depan barisan, mengatur anak-anak itu dan mengamati gerakan mereka dengan jeli. Sesekali suaranya meninggi ketika ada anak-anak yang gerakannya salah.

Ditinggal sendirian

Anak-anak yang lebih kecil masih riuh bermain sementara anak-anak yang lebih besar duduk berpencar di sekitar sekolah. Kalau anak-anak kecil itu tidak acuh pada kakak-kakaknya yang sedang berlatih maka anak-anak yang lebih besar itu justru asyik memperhatikan adik-adiknya yang sedang berlatih.

Entah kapan terakhir kali saya berada di antara puluhan anak-anak yang asyik bermain di alam bebas. Bercengkerama sesamanya anak-anak, melompat kesana-kemari, berteriak sesukanya dan bahkan berguling tanpa peduli debu dan tanah yang melengket di tubuhnya. Mereka tidak mengenal PC tablet dengan segala permainan digitalnya, merekapun tidak mengenal PlayStation dengan beragam permainannya. Mereka hanya mengenal sesamanya anak kecil dan alam yang jadi tempat bermain mereka. Mereka bahagia, wajah mereka cerah, senyum mereka merekah.

Senja makin beranjak pergi, sebentar lagi malam turun mendekap Sawai. Kami kembali ke penginapan setelah sempat berkeliling kampung, bertegur sapa dengan warga yang ramah dan anak-anak kecil yang lucu. Sawai memang berbeda dengan Ora. [dG]

Video perjalanan ke Sawai, Seram Utara-Maluku