Mencoba Makanan Timur Tengah di Safe House
Saya belum pernah mencoba makanan Timur Tengah, dan kemudian saya mencobanya sendiri.
LIDAH SAYA LIDAH MELAYU, lidah yang sepertinya agak suit berkompromi dengan makanan luar negeri yang kurang bumbu atau terlalu banyak bumbu. Itu jadi alasan kenapa saya jarang sekali mencoba masakan-masakan luar negeri. Masakan luar negeri yang biasa saya coba paling makanan western sebangsa pizza atau spagheti. Itu pun tidak terlalu sering.
Minggu lalu di awal bulan November 2016, seorang teman memberikan undangan untuk mencoba sebuah rumah makan yang baru dibuka. Rumah makan ini namanya Safe House Shisha Café. Letaknya di Jln. Jenderal Sudirman No. 36 Makassar, tepat di seberang gedung IMMIM tidak jauh dari lapangan Hasanuddin. Letaknya memang sangat strategis karena berada di pusat kota Makassar.
Dari depan Safe House sudah langsung mencolok dengan patung shisha yang berdiri tegak setinggi kira-kira 3 meter. Benar-benar menandakan kalau ini adalah restoran atau cafe a la Timur Tengah.
Menurut Rendi, pengelola Safe House yang juga adalah kawan kami, Safe House yang buka sejak bulan September 2016 ini adalah restoran pertama di Makassar yang menawarkan nuansa Timur Tengah. Bukan hanya dari makanannya, tapi juga dari interiornya.
Begitu masuk, nuansa Timur Tengah memang sangat terasa. Kain-kain dibentangkan menutupi plafond, seakan kita sedang berada di dalam tenda di padang pasir. Keseluruhan ruangan didominasi dengan warna merah marun dan diselingi warna-warna cerah lainnya. Di salah satu sudut ruangan, dinding berwarna hijau muda membentang, lengkap dengan tulisan Safe House dengan aksara a la Timur Tengah.
Makanan Timur Tengah Yang Kaya Rempah.
Hari itu kami (saya, Anbhar, Nanie, Inart dan Unieq) adalah tamu spesial Safe House. Karenanya, kedatangan kami juga disambut dengan menu-menu andalan Safe House. Pertama dari minuman dulu, sayang saya lupa namanya. Tapi yang saya ingat adalah minuman saya penuh dengan buah leci yang rasanya segar.
Tapi fokus saya hari itu memang bukan di minumannya. Mumpung ada di rumah makan a la Timur Tengah, kenapa tidak mencoba makanan Timur Tengah saja?
Dan voila! Datanglah seporsi nasi kebuli kambing. Saya sudah sering mendengar nama nasi kebuli, tapi baru kali ini saya melihat langsung yang namanya nasi kebuli. Sepintas mirip dengan nasi goreng yang diberi daging kambing. Bedanya, nasiya tidak pulen dan lengket seperti nasi goreng pada umumnya.
Ternyata nasi kebuli kambing di Safe House menggunakan beras briyani dari India. Beras ini karakternya memang beda dengan beras Indonesia. Beras ini lebih kering dan tidak lengket. Nasi kebuli yang saya coba rasanya juga penuh dengan rempah, saya tidak bisa menyebutkan rasa rempah apa saja yang ada di dalamnya karena memang saya tidak mengenal banyak rempah-rempah. Pastinya, makanan Timur Tengah memang kaya rempah. Konon sama dengan makanan India.
Awalnya memang berasa agak aneh di lidah, apalagi untuk orang yang tidak biasa menyantap makanan asing seperti saya. Tapi, lama kelamaan koq enak juga ya? Paduan rempahnya memberi sensasi tersendiri dan akhirnya sepiring nasi kebuli kambing tandas juga!
Selepas kepergian seporsi nasi kebuli kambing yang ternyata nikmat itu, datanglah seporsi roti maryam. Kalau roti maryam ini sudah beberapa kali saya coba, dan memang saya suka. Rasanya manis, ada aroma madu di atas roti yang empuk. Perut yang sudah kenyang diisi dengan nasi kebuli masih tetap dipaksakan menerima sepotong roti maryam.
Menurut Rendi, roti maryam ini berbeda dengan roti canai yang lebih tipis dan dimakan bersama kuah kari. Kalau disuruh memilih, sepertinya saya lebih memilih roti maryam karena rasa manisnya. Apalagi roti maryam Safe House empuk sekali. Pas di lidah.
Shisha A la Timur Tengah.
Karena namanya Shisha Café maka tentu saja tidak afdol rasanya kalau tidak mencoba shisha. Oleh Rendi, kami diberi satu porsi (atau satu apa ya? Bingung menjelaskannya) shisha rasa buah. Ini pertama kalinya saya mencoba rokok a la Timur Tengah dan India ini.
Shisha atau hookah datangnya memang dari Timur Tengah, lebih tepatnya dari Persia meski sumber lain juga menyebutkan berasal dari India di jaman kekaisaran Mughal sekisar tahun 1500an hingga 1800an.
Cara kerjanya, sari buah yang ada di bagian bawah shisha yang dipanaskan. Pemanasnya berada di bagian atas dari shisha. Nah uap dari pemasan itulah yang dialirkan melalui pipa dan diisap. Karena isinya adalah sari buah, maka tentu saja rasa yang diisap adalah rasa buah. Berbeda dengan rasa rokok konvensional.
Sampai sekarang shisha memang masih jadi kontroversi, terutama dari sisi kesehatan. Tapi, menurut saya selama tidak dikonsumsi berlebihan tentu pengaruhnya akan sangat kecil. Jangankan shisha, makanan enak saja kalau dikonsumsi berlebihan tentu akan mengundang penyakit kan?
Di Safe House, soal kebersihan ujung pipa sangat diperhatikan. Setiap orang diberi ujung pipa sendiri yang tentu saja menghindarkan para pengisap shisha menggunakan pipa yang sama yang bisa menimbulkan risiko penyakit. Jadi, setidaknya amanlah.
Soal shisha ini, Rendi sempat bilang begini, “Mengisap shisha tidak boleh dengan perut kosong. Kalau perut kosong kepala bisa pusing, mual bahkan sampai muntah.”
Saya kira itu adalah anjuran yang sangat perlu diperhatikan. Sesekali mencoba shisha saya kira tidak ada salahnya, asal ya itu tadi; tidak berlebihan.
Dan itulah pengalaman pertama menikmati makanan Timur Tengah dan sisha di restoran bergaya Timur Tengah pertama di Makassar. Pengalaman yang menyenangkan dan berkesan. Mungkin di lain waktu saya akan ke sana lagi.
Buat yang mau mencobanya, cuss jalan-jalanlah ke Safe House Shisha Café di Jln. Jenderal Sudirman No,36 Makassar, tepat di seberang gedung IMMIM. Yassalam ya shadiq! [dG]