5 Alasan Untuk Datang ke Sumba

Pulau Sumba
Sumba dari ketinggian

Sumba mungkin masih asing, bahkan letaknya pun banyak yang belum tahu. Tapi sesungguhnya Sumba itu sangat menawan.

Sumba. Berapa banyak dari orang Indonesia yang paham betul tentang Sumba? Di mana letaknya? Bagaimana kondisinya? Apa yang menarik di sana?

Saya tidak terlalu paham tentang pulau itu, tadinya saya mengira dia sejajar dengan Lombok dan Flores sampai saya cek sendiri di peta. Pulau seluas 11.153 km² yang dihuni sekira 611.954 jiwa ini ternyata terletak di bawah Flores, hampir sejajar dengan pulau Timor. Jadi ternyata saya salah.

Letak Sumba di Peta Indonesia
Letak Sumba di Peta Indonesia

Lalu muncullah film Pendekar Bertongkat Emas di tahun 2014 yang semua proses syutingnya digelar di pulau Sumba, tepatnya di Sumba Timur. Film itu memberi gambaran sedikit tentang pulau Sumba, hanya sedikit karena ternyata gambaran di film itu juga yang membuat saya salah paham. Saya kira seluruh Sumba itu kering seperti yang digambarkan oleh film Pendekar Bertongkat Emas. Tapi ternyata saya kembali salah.

Lalu Desember 2015 pertama kalinya saya menjejakkan kaki di pulau Sumba dan kemudian disusul bulan Maret tahun 2016. Dari dua perjalanan singkat itu, pengetahuan saya tentang Sumba sedikit bertambah. Pun saya menyadari kesalahpahaman saya tentang pulau itu.

Lalu sebenarnya apa yang menarik dari pulau Sumba? Saya ada 5 alasan singkatnya, alasan yang sebenarnya belum terlalu mendalam mengingat perjalanan singkat saya hanya sekian hari dan itu pun karena urusan pekerjaan.

Alamnya Yang Unik.

Seperti yang saya bilang di atas, sebelum ke Sumba yang saya bayangkan adalah; Sumba itu kering. Hari kedua mendarat di Waingapu, Sumba Timur saya diajak ke kecamatan Kadahang, sebelah utara pulau Sumba. Perjalanan ke sana melewati beberapa tempat lokasi syuting film Pendekar Bertongkat Emas.

Sumba Timur
Lokasi syuting Pendekar Bertongkat Emas

Perjalanan ini membuat prasangka saya semakin kuat bahwa Sumba memang kering. Di mana-mana mata saya menangkap warna tanah cokelat bercampur dengan warga abu-abu dari batu. Hanya sedikit warna hijau rumput dan pepohonan. Satu-satunya warna lain yang membuat mata segar adalah warna birunya lautan. Pokoknya saya yakin betul kalau Sumba memang kering.

BACA JUGA: Menjejak Tanah Sumba

Lalu besoknya saya diajak ke Kecamatan Lewa, agak ke barat dari kota Waingapu. Perjalanan ini membuat saya harus membongkar semua pikiran tentang Sumba. Alam yang hijau, bukit yang bertonjolan di sana-sini menjadi pemandangan yang menawan. Sejauh mata memandang hanya ada warna hijau, hijau dan hijau sambil diselingi birunya langit.

Waingapu
Sisi Sumba yang hijau

Oh, ternyata Sumba tidak sekering yang saya bayangkan. Sumba juga ternyata hijau dan berbukit, nyaris seperti Papua.

Ini jadi alasan untuk datang ke Sumba, menikmati alam yang unik, kontras tapi tetap sama-sama menawan.

Alam Yang Membuai

Seperti yang saya tulis di poin 1 di atas, Sumba punya alam yang menawan dan membuai. Ke arah utara Waingapu kita memang hanya akan menemukan dataran yang kering. Tapi tidak berarti dataran kering itu membosankan, oh sama sekali tidak!

Dataran kering itu tetap sama indahnya, bahkan terkesan misterius. Di tengah-tengah padang datar yang kering biasanya ada banyak kuda yang bagi orang Sumba jadi salah satu hewan penting. Kuda-kuda itu dibiarkan begitu saja memamah rumput di tengah terik matahari. Pemandangan yang buat saya tetap luar biasa.

Lalu di bagian barat ada alam yang hijau dengan perbukitan yang seperti bergerombol tak beraturan. Warna hijau sungguh menyejukkan, di punggung bukit biasanya juga ada kuda yang mencari makan. Semua sangat pantas untuk dinikmati.

Pantai Kadahang, Sumba Timur
Pantai Kadahang, Sumba Timur

Apakah cuma itu yang bisa dilihat di Sumba? Oh tentu tidak! Jangan lupa pantainya. Selama dua kali ke Sumba saya memang baru sekali diajak ke pantai. Tapi pantai di Kadahang yang sepi itu sudah cukup untuk membuat saya ngiler. Pantainya bening, tenang dengan warna biru dan hijau yang bercampur pasir putih. Duh! Sungguh sebuah kemewahan di pulau yang sepi.

Budaya Yang Unik.

Anda pasti tahu kalau setiap daerah di Indonesia punya budaya yang unik, Sumba salah satunya. Saya memang belum tahu banyak tentang budaya Sumba, hanya tahu sepintas dari obrolan bersama seorang kawan bernama Umbu Nababan.

Dari obrolan singkat itu saya bisa menangkap kalau Sumba punya budaya unik. Mereka punya budaya memakamkan leluhur yang sama dengan upacara pemakaman di Tana Toraja. Sama-sama menghabiskan biaya ratusan juta dan bahkan jenazah leluhur akan tetap disimpan di rumah sampai biayanya cukup untuk melakukan upacara pemakaman. Persis seperti kepercayaan orang Toraja.

Tapi upacara pemakaman yang mahal itu hanya berlaku untuk para bangsawan, bukan orang umum.

Dari Umbu Nababan juga saya tahu kalau orang Sumba tidak punya budaya tulis. Budaya mereka adalah oral, cerita sejarah diwariskan turun temurun lewat syair yang harus dihapal. Sayangnya menurut Umbu Nababan, sedikit demi sedikit budaya itu mulai hilang. Sama seperti kebanyakan tempat di Indonesia.

Kain Yang Indah.

Salah satu budaya orang Sumba yang menarik adalah budaya menenun kain mereka. Dua kali ke Sumba saya selalu menyempatkan diri untuk membeli kain tenun khas Sumba di pasar Waingapu. Kainnya memang bukan kain yang mahal, kain dengan benang biasa yang dikerjakan dengan tangan.

Kain Sumba
Kain Sumba yang indah

Beberapa kain Sumba yang asli harganya bisa sampai belasan juta rupiah. Selain motif, jenis benangnya juga memengaruhi. Benang yang dibuat dari alam tentu akan jauh lebih mahal daripada benang yang dibuat oleh pabrik.

Mengunjungi Sumba tentu tidak lengkap tanpa mengumpulkan kain khasnya. Jelas ini salah satu alasan untuk datang ke Sumba.

Orang Yang Ramah.

Suatu hari saya menumpang ojek di kota Waingapu. Perjanjian kami Rp.25.000,- sekali jalan. Ketika tiba di tujuan saya menyerahkan selembar uang Rp. 50.000,-. Si tukang ojek mencari-cari kembalian tapi tidak ketemu, akhirnya dia cuma menyodorkan dua lembar uang Rp.10.000,- sambil meminta maaf. Saya tersenyum, tidak apa kata saya.

“Jangan marah mas e, sa tidak punya uang lima ribu.” Katanya.

Anak Sumba
Senyum manis anak Sumba

Saya tersenyum makin lebar dan tentu saja mengikhlaskan lima ribu yang tidak dikembalikannya. Kalimat “jangan marah mas e” yang membuat saya tersenyum makin lebar. Kalimat seperti itu sering saya dengar ketika ke Maluku. Kalimat yang mengisyaratkan kesopanan mereka dan permintaan maaf yang tidak sekadar di mulut.

Maaf tidak cukup buat mereka, kalimat “jangan marah” statusnya lebih dari sekadar maaf karena benar-benar datang dari hati. Benar-benar gambaran orang yang ramah.

Dan itulah lima alasan untuk mengunjungi Sumba. Silakan mengumpulkan uang dari sekarang, tunggu tanggal yang tepat untuk datang ke Sumba. Tanggal terbaik tentu saja ketika beberapa acara adat seperti Pasola atau pesta pacuan kuda digelar. Percayalah, Sumba sangat layak untuk didatangi. [dG]

Sedikit rekaman pulau Sumba: