Objektifitas Yang Dipertanyakan

South Sulawesi Tourism

Protes untuk sebuah kemenangan memang hal yang jamak, dan pada titik inilah saya mencoba menggunakan hak jawab saya untuk menegaskan kalau proses yang terjadi semua berlangsung dengan jujur dan objektif.

Sebenarnya saya malas menulis tentang ini, tapi ada sesuatu dan seseorang yang rasanya sudah cukup mengusik ketenangan saya sehingga rasanya gatal juga untuk membuat tulisan semacam klarifikasi. Klarifikasi ini saya buat dalam kapasitas sebagai juri lomba dan tentu saja sebagai ketua Komunitas Anging Mammiri, komunitas yang sedang diserang oleh seseorang.

Semua berawal dari sebuah tawaran dinas Pariwisata dan Kebudayaan Sulawesi Selatan, mereka menggagas sebuah langkah untuk kemajuan pariwisata SulSel dengan menggelar lomba konten blog bertema : Strategi Pengembangan dan Promosi Pariwisata SulSel. Sebagai komunitas blogger terbesar di Sulawesi Selatan, Anging Mammiri tentu digandeng sebagai partner penyelenggara lomba.

Saya sendiri ditunjuk sebagai juri karena latar belakang saya sebagai blogger dan ketua Komunitas Anging Mammiri. Dua juri lainnya adalah Sunarti Sain, wartawan senior koran Fajar dan Andi Amiruddin Pallawarukka, wartawan senior surat kabar Tribun Timur. Dua media itu adalah media terbesar di Sulawesi Selatan, bahkan di Indonesia Timur. Saya tentu tidak ada apa-apanya dibanding kedua orang juri itu.

Proses kemudian berjalan, saya sendiri tidak banyak terlibat di sana karena semua dipegang oleh tim panitia yang saya tahu punya kapabilitas sebagai blogger. Salah satunya adalah daeng Nuntung, seorang blogger dan jurnalis warga sekaligus ketua ISLA (Ikatan Sarjana Kelautan) UNHAS. Beliau penulis yang baik, sudah pernah menerbitkan buku dan sudah sering wara-wiri di harian lokal. Tak perlulah mempertanyakan kapasitas beliau, pun dengan 5 panitia yang lain.

Mekanisme lomba ini adalah sebagai berikut : total tulisan yang masuk disortir oleh panitia. Dasar pemilihan yang digunakan adalah kelengkapan administrasi, termasuk jumlah kata sesuai aturan lomba, banner, atau tampilan blog. Titik fokus utama tentu saja pada isi, yaitu ide tentang pengembangan potensi wisata SulSel. Banyak tulisan yang bagus, tapi sayangnya tidak menyertakan ide tentang pengembangan potensi wisata sesuai dengan tema lomba.

image by: Google

Dari panitia juga saya tahu kalau ada perubahan rencana. Awalnya panitia menetapkan hanya 20 tulisan yang diajukan ke dewan juri, tapi pada kenyataannya ada 31 tulisan yang kemudian diajukan. Ternyata dari total 143 tulisan yang masuk, sayang kalau hanya memilih 20 tulisan yang dimasukkan ke dewan juri karena menurut mereka banyak tulisan yang berkualitas sehingga sayang kalau sampai tidak dinilai oleh dewan juri.

Dari awal saya sudah bertekad untuk tidak menengok tulisan para peserta sebelum panitia menyetornya ke saya. Saya juga minta kepada panitia untuk merangkum tulisan para finalis ke dalam file MS Word, menghilangkan URL postingan dan nama blogger. Saya tidak mau terdistraksi oleh nama-nama blogger yang mungkin saya kenal. Bagaimanapun nama-nama blogger terkenal atau teman-teman dekat pasti bisa sedikit mempengaruhi penilaian, dan itu yang tidak saya inginkan.

Benar saja, panitia kemudian memberikan 31 tulisan untuk dinilai tanpa ada url postingan dan tanpa nama. Dari 31 tulisan itu saya hanya kenal 3 tulisan, dua di antaranya karena saya terlanjur pernah blogwalking ke blog mereka dan 1 karena sang penulis menuliskan akun twitternya dalam postingan. Belakangan saya baru tahu kalau ternyata dari 31 nama itu ada beberapa teman dekat saya, anak-anak Anging Mammiri.

Aspek penilaian utama dititikberatkan pada ide atau strategi promosi wisata, kemudian kesesuaian tema, skop tulisan dan teknik penyajian atau gaya tulisan. Banyak tulisan yang bagus, mengungkapkan tentang potensi wisata Sulawesi Selatan tapi sayang tidak disertai dengan ide untuk pengembangan potensinya berdasarkan tema lomba. Penilaian tambahan ada pada aspek online, saya memberi point lebih pada tulisan yang memberikan ide pengembangan promosi wisata lewat jalur online.

Penilaian dari 3 juri kemudian dikumpulkan oleh panitia dan akhirnya muncul sebagai hasil final yang diurutkan dari yang paling besar ke yang paling kecil. Ada 3 pemenang utama, pemenang 1, 2 dan 3 serta 5 tulisan yang masuk dalam 8 besar sehingga total pemenang ada 8. Pengumuman kemudian dilansir di website resmi lomba ini : http://southsulawesitourism.com

Seperti biasa, ada reaksi ketidakpuasan dari beberapa orang. Hal yang wajar, lomba dengan hadiah besar biasanya memang akan selalu mengundang rasa tidak puas ketika hasilnya dilepas ke publik.

Pertanyaan pertama adalah tentang kualitas tulisan pemenang pertama, tentang tulisannya yang menyisakan beberapa kalimat yang tidak sesuai dengan EYD, dan tentang penilaian berdasarkan teknik penyajian atau gaya tulisan yang bisa saja sangat subyektif.

Soal EYD, saya hanya berkomentar kalau ini adalah lomba postingan blog, bukan lomba karya tulis ilmiah. Saya sebagai juri tidak terlalu memusingkan soal tulisan yang tidak sesuai EYD selama tulisan itu tidak betul-betul hancur. Kalaupun misalnya peserta menggunakan bahasa gaul atau bahasa percakapan sehari-hari saya tidak akan mempermasalahkan, apalagi kalau isi tulisannya memang sesuai dengan aspek penilaian yang utama.

image by: Google

Soal teknik penyajian atau gaya penulisan. Menilai tulisan tentu tidak sama dengan menilai sebuah hasil perhitungan matematis. Menilai sebuah gaya tulisan sama dengan menilai sebuah lukisan atau karya musik. Apa yang menurut anda bagus, belum tentu menurut saya bagus. Saya bilang Selimut Debu-nya Agustinus Wibowo bagus, tapi ada yang bilang membosankan dan tidak menarik. Ada yang bilang Perahu Kertasnya Dewi Lestari bagus, tapi sampai sekarang saya belum tertarik untuk membacanya. Jadi semua tergantung selera kan? Maka itulah kenapa ada 3 juri dengan latar yang berbeda, supaya skop penilaian di aspek gaya tulisan bisa lebih luas.

Ada juga yang mempertanyakan kenapa dari 8 pemenang kebanyakan di antaranya adalah anak-anak Anging Mammiri?. Saya bisa bilang apa? Seperti yang saya bilang, dari 31 tulisan yang masuk saya hanya mengenali 3 tulisan di antaranya dan saya tidak tahu sama sekali berapa tulisan anak Anging Mammiri yang masuk ke penilaian final. Belakangan saya tahu kalau ternyata ada sekitar 10 tulisan milik anak Anging Mammiri yang masuk penilaian. Anak Anging Mammiri yang saya maksud adalah mereka yang aktif di kopdar maupun milis, bukan mereka yang sekadar pasang banner tanpa pernah berinteraksi.

Dua juri yang lain bukan orang dari Anging Mammiri, mereka juga saya yakin tidak tahu siapa-siapa saja yang aktif dan tidak aktif di komunitas ini. Saya juga sangat yakin mereka tidak mau bercapek-capek mencari tahu siapa saja dari 31 orang itu yang benar-benar aktif di Anging Mammiri. Singkatnya, kami bertiga tidak mau pusing mencari tahu siapa-siapa saja yang anak Anging Mammiri dan kemudian memberi point lebih kepada mereka.

Dari 8 besar yang mendapat juara setidaknya ada 5 orang yang benar-benar anak Anging Mammiri aktif. Rusle, pak Amril, Erwin, Anchu dan Bradley. Mereka memang aktif di milis, dan saya kira kualitas mereka sudah dikenal luas. Rusle sudah beberapa kali menang lomba blog, seorang penulis budaya yang baik, tulisannya bertebaran di berbagai website citizen journalism serta beberapa kali ikut menulis dalam buku keroyokan.

Pak Amril? Ada yang masih mempertanyakan keeksisan beliau? Blogger senior, redaktur majalan online blogfam, kontributor di Yahoo Indonesia, penulis beberapa buku serta sudah kenyang dengan kemenangan di beberapa ajang lomba. Anchu atau yang lebih terkenal dengan nama Lelaki Bugis, seorang mantan jurnalis, aktif di penerbitan Ininnawa, seorang citizen jurnalis dan sudah beberapa kali menang di lomba blog tingkat nasional. Bradley, meski aslinya adalah pentolan blogger Depok tapi sudah terlanjur akrab dengan kami di Anging Mammiri. Dia sudah menang di beberapa lomba blog juga, penulis yang baik dan aktif di komunitas. Dari semuanya mungkin hanya Erwin saja yang masih terhitung baru di dunia blogging, tapi kualitas tulisannya memang menampakkan kualitas yang tidak main-main.

Apakah salah saya kalau tulisan mereka akhirnya masuk 8 besar? Apakah karena mereka anak Anging Mammiri aktif sehingga kemudian saya harus mendiskualifikasi mereka? Apakah salah mereka kalau tulisan mereka yang sudah melalui proses panjang sebagai blogger dan penulis kemudian ternyata bisa masuk 8 besar?

Protes untuk sebuah kemenangan memang hal yang jamak, dan pada titik inilah saya mencoba menggunakan hak jawab saya untuk menegaskan kalau proses yang terjadi semua berlangsung dengan jujur dan objektif. Tidak ada permainan untuk memenangkan beberapa orang atau sebuah komunitas. Semoga apa yang saya tulis ini bisa menjadi renungan bahwa tidak semua niat baik itu diterima dengan baik.

Kalau tidak siap untuk kalah, sebaiknya tidak usah ikut kompetisi. Begitu kata seorang teman, Iwin Day.

[dG]