Karut Marut Pesta Demokrasi

Pesta Demokrasi (foto: Tribunnews)
Pesta Demokrasi (foto: Tribunnews)

Pesta katanya, tapi memang banyak yang senang dan menikmati. Tapi, banyak pula yang tak senang dan tak nyaman.

Kata orang, pemilu adalah pesta demokrasi. Entah hubungannya di mana tapi saya memang sempat melihat banyak orang yang bersukaria. Karena ini pesta maka mereka sibuk mendandani kota dengan ragam gambar penuh warna, persis seperti pesta yang biasa kita lihat. Meriah dan penuh warna meski kadang harus mengorbankan rasa nyaman.

Pesta demokrasi ini juga penuh dengan gelimangan uang yang keluar dari kantong para petinggi partai dan para pelaku utama pesta. Para undangan senang, sebagian dari mereka mengantongi lembaran rupiah dan sebagian lagi mendapat suguhan tari erotis dari panggung yang gratis. Benar-benar seperti pesta yang sebenarnya.

Tapi seperti pesta pada umumnya, ada juga yang tidak diundang atau diundang tapi tidak merasa tertarik untuk ikut bergabung dengan pesta itu. Sialnya, meski tidak bergabung mereka tetap merasa terganggu oleh riuhnya pesta. Saya salah satunya. Ini pesta demokrasi kelima yang harusnya saya ikuti, tapi kekacauan administrasi membuat saya tidak menerima undangan untuk ikut berpesta dan kemudian merasa tak tertarik untuk ikut pesta ini. Meski begitu, saya tetap merasa terganggu oleh hiruk pikuk persiapan pesta ini.

Kenapa saya terganggu? Bukankah pesta ini digelar demi kepentingan banyak orang? Untuk menentukan masa depan bangsa ini?

Begini, pesta ini buat saya sangat mengganggu pertama karena hiasan pestanya yang begitu massif mengotori kota. Jauh sebelum puncak pesta digelar orang-orang sudah sibuk memasang atribut pesta di sekujur kota yang sayangnya tak semua sedap dipandang. Hampir tidak ada ruang kosong yang bebas dari atribut pesta, bahkan pohonpun harus jadi korban kena paku dari atribut itu. Walhasil, rasa eneg membuat saya makin tidak bergairah pada pesta bernama pemilu itu.

Alasan kedua, hiruk pikuk pesta ini membuat makin banyak konten negatif yang berseliweran di akun media sosial, tempat di mana saya kadang melepaskan penat. Selama persiapan pesta satu persatu pelaku media sosial mulai bertingkah negatif, tidak seperti biasanya. Ada yang sibuk mencari keburukan partai lain, ada pula yang rajin menebar tautan berita yang isinya juga keburukan partai lain. Makin lama aura negatif makin terasa ketika para pendukung partai itu yang juga adalah penikmat pesta itu mulai saling menghina, langsung ataupun tidak.

Terus terang, pesta ini membuat saya lelah. Di dunia nyata hiasan pestanya sudah lebih dulu membuat eneg dan mengganggu kenyamanan. Di dunia maya, aura negatif seputar pesta ini juga mulai membuat tidak nyaman. Alasan-alasan ini juga yang membuat saya memilih untuk tidak ikut berpesta seperti kebanyakan teman-teman saya.

Teman-teman saya banyak yang begitu bersemangat berpesta, mereka memamerkan jari yang berlumuran tinta selepas mencoblos. Saya tahu, harapan mereka begitu besar pada orang atau partai yang mereka pilih di pesta kali ini. Beberapa orang juga begitu bersemangat datang ke tempat pelaksanaan pesta, meluangkan waktu dan tenaga untuk memilih wakil mereka dan menaruh harapan besar pada orang-orang yang mereka anggap bisa membawa perubahan pada negeri ini.

Saya terharu pada semangat mereka, terharu pada besarnya harapan yang mereka tumpukan pada pesta kali ini. Tetap bisa bersemangat dan berharap di antara karut-marutnya pesta demokrasi ini adalah hal yang luar biasa. Semoga saja mereka yang terpilih nanti tidak begitu saja lupa pada apa yang sudah mereka janjikan. Semoga saja mereka yang terpilih itu tidak lantas menghianati kepercayaan orang-orang yang sudah menaruh harapan besar pada mereka.

Sekarang pestanya sudah selesai, tapi efeknya masih terasa. Masih ada satu-dua orang yang sibuk mengumpat, mencela dan menyindir kubu lain. Saya berharap pesta ini benar-benar bisa berlalu secepatnya, saya rindu suasana nyaman dan tenteram di dunia nyata maupun di dunia maya. Saya capek melihat orang-orang yang saling bergesekan satu sama lain sementara elit-elit partai itu bisa tenang dan tertawa menertawai kebodohan para simpatisan.

Untungnya karena pesta ini hanya hadir 5 tahun sekali, bukan setiap tahun. 5 tahun depan, mudah-mudahan pestanya makin nyaman biar saya bisa ikut berpesta dan tidak lagi menjadi apatis seperti sekarang. Mudah-mudahan [dG]