Versus dan 19 Oktober
Hari jumat minggu lalu saya berusaha mengingat-ingat berbagai kejadian penting yang terjadi pada tanggal 19 Oktober, iseng aja. Saya pengen tahu kejadian penting apa yang terjadi tepat di tanggal lahir saya itu. Informasi dari Wikipedia tidak banyak, satu-satunya hal yang saya ingat baik tentang kejadian penting dan patut diingat di tanggal 19 adalah kecelakaan kereta api di Bintaro tahun 1987 yang dicatat Iwan Fals dalam salah sebuah lagunya berjudul “1910”.
Saya rupanya tidak ingat (atau mungkin memang belum pernah tahu) kalau ternyata di tanggal itu ada sebuah kejadian penting yang terjadi pada band yang paling saya puja. Tanggal 19 Oktober 1993, Pearl Jam resmi meluncurkan album kedua mereka. Titelnya VS dengan sampul depan gambar domba yang difoto pake lensa wide angle. Saya baru sadar soal peluncuran album VS itu dan tanggal peluncurannya yang tepat di tanggal lahirku ketika topik tentang VS dilempar ke milis. Nah, untuk menghormati album yang (bagi saya) spesial ini tak salah rasanya kalau saya coba bercerita kembali meski tentu saja dengan cara pandang seseorang yang sangat awam akan musik.
Meski lahir di tahun 1993 namun saya baru benar-benar bertemu dengan VS justru di tahun 2000. Tahun 1993 saat VS diluncurkan saya masih seorang ABG yang jatuh cinta pada Nirvana sehingga kemudian sedikit menutup telinga pada album lain. Apalagi posisi saya yang berada jauh dari episentrum informasi di Indonesia membuat saya (dan sebagian besar teman-teman) kemudian hanya kenal dan fanatik pada Nirvana. Otomatis dari album ini saya hanya kenal “Daughter” saja yang waktu itu memang lumayan sering wara-wiri di stasiun radio. Selebihnya gelap.
Tahun 2000 adalah perkenalan kedua saya dengan Pearl Jam, perkenalan yang kemudian membuat saya jatuh cinta dan meminangnya hingga sekarang. Deretan albumnya kemudian satu persatu saya koleksi. VS adalah album ketiga yang saya beli setelah sebelumnya membeli Ten (itupun dari loakan di daerah Matraman) dan Live on Two Legs (yang waktu saya kira adalah album the best of-nya Pearl Jam).
Ekspektasi saya setelah lama tak bersua dengan Pearl Jam adalah bahwa band ini masih tetap keras dan mengusung nilai-nilai grunge yang kasar dan penuh distorsi. Ten jelas masih merefleksikan nilai-nilai itu, tapi Live on Two Legs sudah tidak sepenuhnya seperti itu. Saya sempat agak kecewa saat menemukan lagu-lagu balad dan lagu-lagu bernafaskan hard rock dan rock n’ roll di kompilasi penampilan Pearl Jam di Eropa tersebut. Maka, ketika membeli dan mendengarkan semua isi album VS saya merasa menemukan kembali Pearl Jam yang sesuai dengan yang saya inginkan (waktu itu). Perjalanan waktu kemudian membuat saya menyadari kalau Pearl Jam tidak mau tampil sesuai apa yang fansnya inginkan tapi tampil sesuai apa yang mereka inginkan, bila fans tetap mau menerimanya maka itu artinya mereka benar-benar adalah fans. Ini cerita berbeda, saya hanya akan fokus pada album VS saja.
Sebagian besar lagu dalam VS menurut saya masih kental meneruskan tradisi grunge yang memang masih sangat laku dijual waktu itu. VS masih tetap tampil dengan irama yang menghentak, distorsi dan noise yang kuat khas grunge yang dibuka dengan nomor “GO”. Lirik-lirik pada VS sebagian besar masih tentang kemarahan meski sebagian besar juga sudah mulai melebar kepada kritikan sosial. Sedikit berbeda dengan sebagian besar lirik di TEN yang lebih banyak berbicara tentang hal-hal yang pribadi.
Penggarapan album VS sepenuhnya masih menggunakan tenaga Dave Abruzzese drummer ketiga Pearl Jam. Dibandingkan dengan drummer setelahnya, Dave memang terkenal dengan gebukannya yang powerfull, cocok dengan keseluruhan tema grunge yang memang sedang hype waktu itu. Ada dua nomor di album ini yang bagi saya menunjukkan harmonisasi yang luar biasa antara Dave dan Jeff Ament si pembetot bass, WMA dan Rearviewmirror.
Di dua nomor itu, bass dan drum seakan terasa lebih dominan terutama di WMA sebuah lagu yang bercerita tentang rasisme yang menimpa kaum kulit hitam Amerika. Rearviewmirror sendiri kemudian menjadi sebuah lagu yang nyaris menjadi lagu wajib di setiap konser Pearl Jam. Dalam setiap konser,lagu Rearviewmirror memberi ruang lebih kepada drum dan bass untuk berimprovisasi lebih di tengah lagu.
Nomor lain dari album ini yang selalu memberi ruang lebih untuk improvisasi di setiap konser adalah lagu Daughter. Ujung dari Daughter ini seringkali digabungkan dengan lagu lain, atau kadang improvisasi spontan dari Eddie Vedder termasuk tentu saja ucapan “ George Bush find yoursef another home, George Bush leave this world alone” yang kontroversial pada penampilan mereka di Lollapalooza 2007.
VS adalah salah satu album terlaris dari Pearl Jam, laku sebanyak lebih dari 950 ribu kopi di minggu pertamanya dan nangkring di top chart Billboard. Sebenarnya ini bukan hal yang luar biasa mengingat Pearl Jam waktu itu memang sedang dalam masa jayanya menyusul booming yang diraih Ten dua tahun sebelumnya serta tentu saja karena demam grunge yang sedang melanda dunia musik kala itu.
16 tahun kemudian, VS memang terdengar sedikit ketinggalan jaman kecuali pasti bagi para die hard fansnya. VS adalah album terakhir Pearl Jam yang dibuat “sesuai selera publik” karena setelahnya mereka lebih banyak bermain dengan idealisme mereka tanpa peduli pada nilai dan besaran penjualan. 16 tahun setelah lahirnya VS, Pearl Jam masih eksis dan masih mengeluarkan album kesembilan mereka meski tentu saja dengan nilai penjualan yang jauh berkurang, namun bila mau membandingkan VS dengan BACKSPACER yang adalah album terakhir mereka maka akan jelas terasa sebuah proses pendewasaan dalam bermusik. Sebuah proses yang membuat mereka tetap bertahan sejauh ini.
Mengingat euforia era 90’s, saya pun sama, saya begitu ter-fokus–kalau tidak mau dikatakan freaked, terhadap Nirvana. tapi untung saja, saya masih bisa sedikit membagi ‘telinga’ saya ke Pearl Jam.
Sebagai gambaran simpel-nya: Agustus 1991 saya membeli Nevermind dan sebulan berikutnya saya beli Ten, meskipun release date Ten lebih awal seminggu sebelum Nevermind ::hehehe::
1994, resmi sudah; meski telinga tetap terbagi ke duanya, at least, isi kantong hanya terkuras ke album-album PJ saja…sampai sekarang
versus sy beli di aquarius dago, stlh sblmnya mendengarkan ten dan membawakan lagu2nya, kalo nggak Black ya Alive ato Jeremy, why go home, th 1995 di pensi sekolah mewakili kelas…itu seputar pj dan masa muda saya. Skrg di ktr msh menjdkn PJ sbg playlist di winamp 😀
Di artikel pd awalnya anda mengungkapkan kekecewaan perubahan bermusik eddie vedder cs. Tapi di ujung, pembaca diajak memahami kedewasaan menuntut perubahan konsep dlm bermusik (backspacer) CMIIW…
Trim’s. =ade vedder= wkwkwk