Melek Politik A La Indonesia

Dua pasang capres (foto: Tribunnews)
Dua pasang capres (foto: Tribunnews)

Melek politik? Seperti apakah melek politik itu? Ikut-ikutan bicara politik tanpa tahu substansi dan etikanya?

“Saya bosan dan muak dengan semua berita politik ini!” Kata seorang kawan di laman facebooknya. Dia bukan satu-satunya, ada beberapa teman lain yang juga punya keluhan sama. Sama-sama merasa muak dan bosan dengan segala macam pernak-pernik politik menjelang pemilihan presiden Juli nanti.

Pemilu kali ini memang terasa spesial dan berbeda, ini pertama kalinya pemilu digelar di masa ketika media sosial menjadi barang jamak bagi warga perkotaan. Akibatnya pemberitaan tentang politik tersebut mulai mendapat porsi yang sangat banyak. Sebelum ada media sosial, warga hanya menerima ragam berita tentang politik lewat media massa saja, televisi, koran, majalan, radio atau obrolan di warung kopi. Sekarang? Kapan saja kita bisa menerima informasi atau percakapan tentang politik.

Pada beberapa kasus, politik itu sebenarnya menyenangkan. Saya ingat masa-masa 5 dan 10 tahun lalu ketika pemilihan presiden juga digelar dan media sosial belum semarak sekarang. Kala itu pembicaraan tentang politik memang jadi menu wajib yang hadir kala 2 orang atau lebih sedang berkumpul. Pembicaraan pasti berkisar dari peluang capres, cerita di balik pencalonan capres sampai sepak terjang capres dan tim suksesnya. Menariknya lagi karena obrolan kadang tidak hanya diisi oleh mereka yang benar-benar mengerti politik tapi juga oleh mereka yang seolah-olah mengerti politik. Pokoknya seru! Saya harus mengakui kalau ada banyak pengetahuan politik yang saya dapatkan dari ragam obrolan dengan beragam latar belakang orang tersebut.

Sekarang, eksposure tentang politik itu jadi makin besar bahkan cenderung berlebihan karena adanya beragam media sosial yang sudah jadi salah satu bagian hidup orang kota jaman sekarang. Perbincangan tentang politik mulai masuk ke ruang-ruang yang tadinya hanya dijadikan ruang untuk bersantai dan berbagi cerita.

Sayangnya berita politik yang beredar itu tak selamanya bersifat edukatif atau memberi pencerahan tentang politik yang sebenarnya, ada juga yang isinya lebih banyak fitnah dan cerita jelek yang tidak bisa dibuktikan kebenarannya. Semuanya dikaitkan dengan politik, tak heran banyak yang kemudian merasa terganggu karena berita fitnah itu tentu saja membawa aura negatif yang tidak mengenakkan.

*****

Kata orang, kita sebenarnya tidak boleh bersikap a politis atau tidak peduli pada politik. Kita tidak bisa menutup mata kalau semua yang kita jalani sekarang sebenarnya berakar pada keputusan politik para penguasa. Politik sudah menguasai hajat hidup orang banyak dalam satu negeri. Keputusan penguasa didasarkan pada keputusan politik, bahkan keputusan memilih penguasa yang mengatur sebuah negeripun selalu didasarkan pada keputusan politik.

Sialnya, politik masih dianggap sebagai sesuatu yang menjijikkan, sesuatu yang membosankan dan bikin malas. Orang banyak yang tidak peduli pada politik karena menganggap politik penuh dengan kekotoran, tidak jauh-jauh dari suap, uang, nafsu dan keserakahan. Buat saya ini terjadi karena kelakuan banyak politikus yang memang menjadikan politik sebagai cara terbaik memuaskan nafsu megalomaniak mereka.

Mungkin karena sikap apatis sebagian besar warga itulah sehingga negeri ini masih saja dikuasai oleh para politikus busuk, sikap apatis itu juga yang mungkin menyuburkan tumbuhnya para politikus busuk atau politikus dadakan yang hanya terjun ke dunia politik berbekal kemauan dan uang yang dia punya.

Sekarang suhu politik sedang memanas, saluran buat menyalurkannyapun semakin banyak. Akibatnya banyak orang yang tiba-tiba asyik mengoceh tentang politik meski mereka tak selamanya paham substansi politik yang mereka bicarakan, pun mereka tak yakin 100% kalau informasi yang mereka sebarkan itu adalah kebenaran atau hanya sekadar fitnah belaka. Euforia politik membuat banyak orang tak bisa menahan diri untuk ikut berbincang tentang politik, tapi sebagian dari mereka juga lupa kalau sebenarnya politikpun punya etika. Ketika mereka ikut berbicara tentang politik tanpa peduli pada etika politik maka saat itulah makin banyak orang lainnya yang mulai merasa eneg, terganggu bahkan mual dengan semua berita tentang politik. Ujung-ujungnya mereka akan kembali menjadi apatis dan nyaris tak peduli lagi pada politik.

Ketika suhu politik semakin tinggi seperti sekarang, partisan yang bicara tentang politik juga bertambah. Tapi, benarkah para partisan itu orang-orang yang melek politik? Atau jangan-jangan mereka hanya ikut-ikutan mumpung tema politik sedang trend sekarang?

Politik itu sebenarnya menyenangkan, tapi tidak dengan cara seperti yang sekarang dipakai banyak orang. Cara yang menghalalkan banyak jalan. Atau, mungkin begitu cara orang Indonesia melek politik? [dG]