Hari Bloger Nasional; Kapan Menulis Organik Lagi?


Hari Bloger Nasional datang lagi. Hampir sama seperti tahun kemarin, tahun ini saya juga bertanya, “Kapan terakhir membuat postingan organik?”


Yuhuu! Kembali lagi ke tanggal 27 Oktober. Tanggal sakral buat para bloger Indonesia karena sejak tahun 2007 tanggal 27 Oktober setiap tahunnya diperingati sebagai Hari Bloger Nasional. Luar biasa ya, bloger punya hari sendiri loh. Sesuatu yang tidak dimiliki oleh Facebooker, Instagramer atau Youtuber. Itulah yang membedakan kasta bloger dengan para pengguna media sosial lainnya. Bwahahaha.

Dua belas tahun berlalu, dan bagaimana kabar bloger tanah air? Topik ini hampir selalu saya catat setiap tahun, di setiap perayaan Hari Bloger Nasional. Hal yang sekarang paling sering saya catat adalah soal bagaimana arah dunia bloging Indonesia mulai berubah sangat jauh dari awal kehadirannya.

Kalau dulu bloger hanya hadir dengan tulisan organik yang remeh temeh dan apa adanya, maka sekarang semua sudah berubah jauh. Bloger menjadi terdepan dalam urusan promo produk, review, menghadiri acara launching atau lomba. Bersaing dengan Instagramer atau Youtuber. Lihat saja betapa ramainya setiap ada acara peluncuran produk dengan para bloger. Kuota kehadiran akan langsung penuh dalam sesaat, bahkan kadang hanya dalam hitungan detik. Bandingkan dengan undangan diskusi atau bahkan undangan belajar. Kadang butuh berjam-jam atau berhari-hari sebelum kuota terpenuhi. Kadang penuh, tapi menjelang acara satu per satu mengundurkan diri atau lebih jelek lagi, tidak datang tanpa konfirmasi.

Sekarang, coba cek beberapa situs blog yang kalian kenal. Situs yang dulu biasa kalian datangi. Lalu lihat, berapa prosentasi tulisan organik dengan tulisan berbayar di sana? Kita akan mudah menemukan perbandingan yang tidak seimbang. Tulisan berbayar akan jauh lebih besar daripada tulisan organik yang remeh temeh. Blog-blog akan dipenuhi dengan tulisan dari produk-produk atau kafe, atau acara yang baru saja mereka hadiri. Sudah tidak banyak bloger yang menuliskan tentang kehidupan sehari-hari mereka. Tentang anak dan beragam masalahnya di sekolah, tentang anak yang sedang tumbuh kembang, atau tentang hal-hal kecil seperti tetangga atau teman kerja. Itu hal-hal yang tidak ada bayarannya, jadi banyak yang malas menuliskannya.

Berbeda dengan masa lalu, katakanlah 10 tahun lalu. Waktu itu bloger sih cuek saja mau menulis apa. Hal-hal remeh temeh pun tidak masalah. Bahkan, banyak yang bisa dipelajari dari hal remeh temeh itu. Kunjungan ke blog lain pun berlangsung organik, hanya karena kita benar-benar ingin berkunjung. Bukan seperti sekarang ketika kunjungan menjadi penting karena ada kewajiban jumlah komentar yang diminta oleh agensi. Jadi ya jangan heran kalau komentar yang muncul kadang standar saja seperti, “Wah mantap sekali ya produknya. Saya penasaran jadi ingin mencoba,” atau kalau yang dibahas adalah tempat, maka komentar standar adalah, “Wah keren tempatnya. Kapan ya saya bisa ke sana.”

Tapi, itulah dinamika. Itulah kehidupan yang tidak akan pernah selalu sama. Ada tren yang selalu berubah dan itu juga yang terjadi di dunia bloging.  Plus, ada pula yang kebutuhan yang harus dipenuhi, yang membuat semua idealisme harus dipinggirkan. Manusia tidak bisa hidup dengan hanya idealisme, kan? Ada perut yang harus diisi, ada tagihan yang harus dibayar. Dan kalau menjadi bloger bisa memenuhi atau minimal menambah itu, kenapa tidak?

*****

Saya sendiri masih berusaha berdiri di persimpangan. Saya tidak anti terhadap tulisan berbayar, tapi berusaha selektif dan hanya memilih yang sesuai dengan karakter blog saya. Entah berapa kali saya menolak tawaran paid post atau article placement. Alasannya ya itu, karena ketidaksesuaian karakter produk dengan karakter blog saya. Khusus untuk article placement saya memang akan langsung menolak karena sudah pasti tulisan yang dititip di blog saya tidak sama karakternya dengan tulisan yang lain. Jadi daripada terlihat aneh, mending tidak usah sekalian.

Pernah juga saya menolak tawaran paid post karena waktunya yang tidak tepat. Waktu itu saya sedang ada di tengah kekacauan kota Jayapura ketika tawaran itu masuk. Temanya sebenarnya cocok dengan blog saya, tapi kalau saya terima maka kesannya akan aneh. Masak saya lagi di Jayapura, di tengah suasana yang tidak menentu, tapi malah menulis tentang tiket kereta api? Kan aneh. Jadi ya maaf, terpaksa tawaran itu saya tolak.

Untuk tulisan organik, saya masih berusaha untuk menulis apa adanya seperti yang saya lakukan sejak dulu. Masih berusaha menuliskan hal-hal kecil di sekitar saya, apa adanya. Sayangnya karena sudah lama juga saya tidak lagi menulis reportase panjang yang dilengkapi wawancara atau riset sederhana. Waktu juga yang menghalangi. Biasalah, alasan klasik.

Setahun – hampir dua tahun – belakangan ini saya memang agak menjauh dari dunia blogging Indonesia. Kegiatan-kegiatan bloger tidak pernah lagi saya ikuti, bahkan lomba-lomba blog pun tidak pernah lagi saya ikuti. Saya hanya melihat perkembangan dunia blog Indonesia dari kejauhan. Tapi setidaknya saya tahu kalau arah blogging Indonesia masih sama, masih ke arah komersialisasi.

Di tengah arus ini, saya masih bertahan. Sesekali mengikuti arus, tapi berusaha supaya tidak hanyut. Sambil tetap merindukan tulisan-tulisan bloger Indonesia yang organik, receh dan apa adanya. Tanpa dikuasi embel-embel bayaran atau pesanan. Entah kapan.

Tapi yang penting, selamat hari bloger nasional wahai bloger Indonesia! [dG]