Dinamika Lomba Blog

Ilustrasi

Berawal dari iseng, kemudian kecanduan. Pernah panen hadiah, sampai akhirnya paceklik hadiah. Itulah dinamika ikut lomba blog sejak 2009.

LOMBA BLOG, bagi seorang bloger bisa jadi sebuah kesenangan tersendiri. Proses dari persiapan, membuat tulisan hingga menantikan pengumuman pemenang adalah proses yang menyenangkan. Apalagi kalau berhasil masuk sebagai salah satu pemenang, rasanya proses itu jadi terbayar lunas tanpa kredit. Tapi, kalaupun tidak menang ya tetap saja rasanya semua proses itu terbayarkan, meski mungkin dalam bentuk utang.

Pertama kali saya ikut lomba blog mungkin sekira tahun 2009 atau hampir dua tahun setelah mulai serius ngeblog. Awalnya hanya lomba-lomba blog internal komunitas. Hadiahnya pun sebatas buku dan kaos. Beberapa kali ikut saya sudah langsung jadi salah satu pemenang. Rasanya sungguh menyenangkan, bisa dapat kaos dan buku secara gratis.

Saya akhirnya mengikuti lomba blog berskala nasional di tahun 2010. Waktu itu Kompasiana menggelar lomba blog bertema piala dunia yang kebetulan memang digelar di tahun yang sama. Kebetulan saya suka menulis sepakbola, jadi kesempatan ini jadi ajang buat saya berkompetisi dan menyalurkan hobi menulis tentang sepakbola.

Baca juga tips menang lomba blog versi saya di sini

Pertama kali ikut lomba blog skala nasional dan alhamdulillah, saya keluar sebagai pemenang ketiga. Sebuah handphone Sony Ericksson Naite mendarat di tangan. Senangnya tidak usah dibilang, ini pertama kalinya ikut lomba dan kebetulan pula saat itu saya belum punya handphone yang ada kameranya.

Selang beberapa bulan kemudian saya kembali ikut lomba blog. Kali ini lomba yang diadakan sebuah provider selular besar Indonesia. Temanya tentang Sumpah Pemuda. Di percobaan kedua ini saya kembali masuk sebagai salah satu pemenang. Alhamdulillah, sebuah Blackberry mampir di tangan. Senang? Ya iyalah. Maklum, saya belum bisa membeli sendiri Blackberry yang waktu itu sedang masyur di Indonesia.

Menang dua lomba itu semakin membuat saya ketagihan. Wah, rupanya menyenangkan juga ikut lomba blog. Saya orang yang kompetitif dan tidak mudah menyerah, proses persiapan lomba sampai proses membuat tulisan sungguh saya nikmati. Apalagi ketika hasilnya ternyata menyenangkan.

Sejak saat itu saya mulai sering ikut lomba, meski tidak semua lomba yang saya ikuti berakhir dengan kemenangan. Tapi tak mengapa, toh saya tetap menikmati setiap prosesnya meski sesekali ya tetap saja sakit hati. Apalagi kalau merasa kalau tulisan pemenang sebenarnya tidak lebih bagus dari tulisan saya yang tidak menang.

Tapi luka itu gampang sembuh. Saya bangkit lebih banyak dari jatuhnya.

*****

TAHUN 2013 BISA DIBILANG ADALAH TAHUN KEEMASAN saya dalam dunia lomba blog. Di tahun itu saya hampir berturut-turut memenangkan setiap lomba blog yang saya ikuti. Beragam hadiah pun mampir ke tangan. Dari uang tunai, gawai, laptop, kamera DSLR hingga kesempatan berlibur ke pulau eksotis Madura.

Kalau ditotal jumlah hadiahnya mungkin lebih dari Rp.40 juta dalam setahun. Bukan cuma uang, di tahun yang sama saya bahkan memenangi sebuah lomba blog yang kemudian membuat tulisan saya diterbitkan dalam sebuah buku bersama dengan Jonru. Iya, Jonru yang itu, Jonru yang sekarang femes itu. Itu sebuah prestasi tersendiri buat saya. Saya mulai merasa di atas angin dan perlahan mulai merasa tidak ada lawan sepadan lagi dalam dunia lomba blog.

Ketika tahun berganti, saya mulai kena tampar dari Yang Maha Mengingatkan.

Saya tetap dengan penuh semangat ikut lomba blog, tapi satu per satu lomba yang saya ikuti sama sekali tidak menempatkan saya sebagai salah satu pemenang. Bahkan sebuah lomba yang pemenangnya berjumlah 30 orang pun gagal saya menangkan. Bayangkan, dari 30 pemenang, saya sama sekali tidak termasuk salah satunya!

Saya sempat kehilangan kepercayaan diri. Bagaimana mungkin saya yang tahun sebelumnya panen hadiah, tahun berikutnya malah paceklik? Kalah jauh dari nama-nama baru yang muncul. Saya mulai depresi, merenung, murung dan bahkan berpikir untuk gantung blog.

Halah! Tidak seperti itu juga.

Dari yang awalnya kehilangan kepercayaan diri, saya mulai melakukan evaluasi. Saya amati, kalau tren lomba blog memang mulai berubah. Gaya tulisan yang saya pakai rupanya mulai tidak menarik lagi bagi juri dan penyelenggara lomba blog. Mereka lebih menyukai gaya yang santai dan tidak terlalu serius, bukan gaya yang saya pakai yang lebih dekat dengan gaya naratif yang berat.

Baiklah, waktunya berbenah.

Setahun kemudian saya mulai kembali ke dunia lomba blog dengan strategi baru. Mencari gaya tulisan yang baru dan mencari sudut pandang tulisan yang baru. Hasilnya, perlahan-lahan saya mulai kembali masuk dalam daftar pemenang meski masih jauh dari prestasi tahun 2013. Tapi tak mengapa, setidaknya saya mulai percaya diri kembali.

Hasil terbaik adalah ketika saya masuk sebagai pemenang pertama lomba blog berhadiah Samsung Galaxy Note 5 di tahun 2015. Sebuah handphone seharga hampir Rp.10 juta mampir ke tangan. Handphone yang sampai sekarang masih tetap saya pakai dan saya yakin kalau beli pakai uang sendiri saya tidak akan bisa, atau setidaknya tidak akan mau.

*****

MASUK TAHUN 2016, saya mulai kembali kesulitan bahkan sekadar untuk menembus daftar pemenang hiburan dalam lomba blog.

Tren rupanya kembali berubah. Lomba blog bukan lagi sekadar lomba menilai tulisan, tapi juga menilai beragam penunjang tulisan. Dari foto, infografis, ilustrasi sampai video penunjang tulisan. Saya terlambat mengantisipasi perubahan ini, hingga akhirnya saya kembali keteteran.

Satu per satu bloger baru muncul ke permukaan sebagai langganan pemenang. Mereka bukan hanya bermodalkan tulisan saja, tapi foto, infografis dan ilustrasi yang membuat tulisan mereka lebih nyaman di mata dan tentu saja menarik perhatian juri.

Perlahan-lahan saya mulai terdesak keluar dari lingkaran pemenang. Di satu sisi saya memang akui kalau saya keteteran mengikuti perubahan tren lomba blog ini. Di sisi lain pekerjaan yang mengharuskan saya banyak berpindah tempat rupanya membuat saya juga kesulitan menjaga konsistensi di dunia blog, termasuk dunia lomba blog.

Akibatnya saya mulai selektif mengikuti lomba blog. Tidak lagi sesemangat dulu, tapi lebih menyesuaikan dengan minat. Saya tidak lagi terlalu banyak mengikuti lomba blog yang diadakan oleh brand, tapi lebih memilih untuk ikut lomba blog yang bertema sosial atau traveling.

Selain karena dua tema itu lebih menarik minat saya, juga karena saya sadar diri. Saya kurang mampu “menjual” sebuah produk, kalah jauh dari nama-nama baru yang ikut lomba blog. Mereka sangat total dalam membuat tulisan, melengkapi dengan grafis, ilustrasi bahkan animasi. Sementara saya, lebih banyak tergagap-gagap dalam menulis tentang sebuah brand.

Dalam kurun satu tahun belakangan ini, keikutsertaan saya dalam lomba blog memang jauh menurun. Saya hanya ikut sesekali, itupun untuk sebuah lomba dengan tema sosial atau traveling. Alhamdulillah bahwa saya masih sesekali juga menang, meski tidak sampai jadi juara satu. Sedikit demi sedikit saya mulai mantap menguatkan niat untuk lebih selektif dalam memilih jenis lomba yang saya ikuti.

Mungkin sesekali saya akan ikut lomba blog yang diadakan oleh sebuah produk, itu dengan beberapa syarat. Selain waktu yang lebih lowong, juga produk atau brand tersebut harus saya kenali. Setidaknya pernah saya pakai sehingga saya tidak 100% hanya meraba-raba.

*****

LOMBA BLOG MEMANG MENYENANGKAN BUAT SAYA. Saya suka menjalani prosesnya, proses yang membuat saya lebih kompetitif dan menantang diri sendiri. Setidaknya kemampuan saya diuji dan didorong sampai batas maksimal. Soal kemudian saya jadi pemenang, itu hanya bonus.

Awalnya juga saya sakit hati kalau tak sampai jadi pemenang. Bukan sekali dua kali saya merasa keputusan juri ada yang aneh, tidak kompeten atau bahkan tidak adil. Tapi itu dulu. Sekarang, setiap kali saya ikut lomba blog dan kalah, saya ikhlaskan saja.

“Belum rejeki,” kata saya menghibur diri sendiri.

Ternyata itu manjur. Saya tidak lagi iri, dengki atau sakit hati. Tahu sendiri kan? Penyakit hati itu selalu berhasil membuat kita jadi lebih bodoh. Saya tidak mau jadi lebih bodoh. Saya lebih memilih untuk melakukan evaluasi ke dalam, memperbaiki kemampuan dan siap menyambut tantangan-tantangan baru di depan.

Begitulah kura-kura. [dG]