Kisah Kaset di Sekolah

Sebelum rilisan digital menguasai dunia, kaset adalah salah satu penanda status sosial seorang anak muda di tongkrongan.
Anak-anak Gen Z sepertinya sudah tidak familiar dengan kaset, sebuah medium berbentuk kotak yang digunakan untuk merekam suara. Generasi sebelumnya mungkin masih cukup familiar, apalagi generasi milenial yang lahir di akhir 70an. Kaset bagi mereka – termasuk saya – adalah rekaman perjalanan penuh memori dalam kehidupan. Medium yang menyimpan banyak kenangan, utamanya kenangan masa muda di dekade 90an.
Anak-anak Gen Z dan separuh anak milenial tidak paham bagaimana dulu kaset bisa jadi penanda sosial dalam pergaulan, utamanya pergaulan anak muda. Derajat kekerenan kamu akan naik beberapa level kalau kamu punya banyak kaset. Apalagi kaset dari musisi yang sedang hits saat itu.
Sejarah kaset sendiri dimulai di tahun 1962 oleh perusahaan Philips dari Belanda. Perusahaan ini merilis sebuah media untuk merekam audio yang mereka beri nama compact cassette. Setahun kemudian, medium ini diperkenalkan secara luas di Eropa dan pada tahun 1964 mulai diperkenalkan di Amerika Serikat.
Medium baru ini menggantikan medium pemutar musik yang sudah ada sebelumnya yaitu piringan hitam atau vinyl. Meski di awal kaset belum dianggap cukup memadai untuk menjadi pemutar musik, namun bentuknya yang kecil tentu dianggap jauh lebih ringkas daripada piringan hitam yang lebih besar. Belum lagi pemutarnya yang kelak menjadi sangat kecil hingga bisa dibawa-bawa dan dihidupkan dengan tenaga baterai.
Perkembangan pesat kaset dimulai di pertengahan 1960an, bahkan di akhir dekade 1960an diperkirakan bisnis kaset ini sudah mencapai angka penjualan USD 150 juta. Memasuki dekade 1970an, perkembangan kaset semakin pesat apalagi dengan diciptakannya beragam pemutar kaset dalam bentuk tape decks yang sangat mendukung pemutaran musik. Sejak saat itu, kaset menjadi pilihan utama dalam memutar musik, menggeser piringan hitam yang saat itu kualitas suaranya memang terasa mulai ketinggalan zaman.
Kaset Pertama Saya
Pertama kali saya memiliki kaset sendiri itu sekitar tahun 1992 ketika sudah duduk di bangku STM. Ceritanya, seorang kawan menjual sebuah album dari boyband New Kids On The Block yang berjudul Step By Step. Semasa SMP saya seorang penggemar NKOTB, dan masa masuk STM kegemaran itu masih terbawa.

Semasa SMP juga saya belum punya cukup uang untuk membeli kaset sendiri, dan masih segan untuk minta orang tua membelikan saya kaset. Jadilah kecintaan saya itu terpendam begitu saja, dan baru menggelegak ketika seorang teman menawarkan kaset bekasnya.
Dengan uang Rp.1.000,- kaset itu saya tebus. Sebagai perbandingan, di saat itu harga kaset baru untuk musisi impor sekitar Rp.8.000,- sedang untuk musisi dalam negeri Rp.5.000,-. Jadi harga Rp.1.000,- sangat masuk akal meski besaran seperti itu berarti ssekithttsenve compact cassette. Jadi hack yang berjudul Steerarti ssekithttsenve
Dengan uang Rp.1.000,- kaset itu saya tebuau ber(5l u beepaslue='httkup memadai untuk medset et et et et et et et et et et et et et et eta ore. Pertama kali saya memiliki kaset sendiriSet. J tamaluas di Eropa dan pada tahun 1964 mulai drp
Pertama ksh menn8,ini
Pertama ksh menn8,iniPertama kali saya memiliki kaset sendiriSet. J taset b69
Per" pos
k ps://daengg 21rdeea dS>2
kpe 6pp.ada6O-s1-ce555555555555ere>
kbke-s "etk-anakd/option>
Dengan uap-cdsel.673 c0.0ct cert mast be0ee9p sendiret e saya alt0>