Keyword Yang Sebaiknya Dihindari Saat Berlebaran

Berlebaran tahun ini bisa sedikit tricky karena pilpres yang baru saja dihelat. Sedikit banyaknya bisa memberi pengaruh pada acara kumpul-kumpul.


Selamat lebaran gaes

Lebaran sudah dekat, sebentar lagi bulan Ramadan akan meninggalkan kita dan tidak ada yang bisa memastikan apakah kita akan bisa bertemu lagi dengannya di tahun depan. Tapi, sembari berharap tetap dipertemukan dengan Ramadan, tidak ada salahnya untuk menikmati hari kemenangan di awal bulan Syawal. Apalagi kalau bukan Idul Fitri atau yang oleh orang Indonesia disebut lebaran. Kenapa disebut lebaran? Karena biasanya selepas hari itu badan kita memang menjadi lebih lebar dari biasanya #halah

Tahun ini lebaran datang tidak lama setelah momen pemilihan presiden berlalu. Hanya selang dua bulan, bahkan tidak genap dua bulan.

Tahu sendiri kan bagaimana pilpres tahun ini? Hampir sama bahkan lebih panas dibandingkan lima tahun lalu. Dengan hanya menawarkan dua kandidat di pilpres, maka ini sama saja artinya dengan secara tidak langsung memecah Indonesia menjadi dua bagian. Kalau bukan pendukung A berarti pendukung B. Sialnya karena dalam perjalanannya, kampanye kedua kubu tidak bisa lepas dari politik identitas.

Kubu Jokowi-Ma’ruf Amin digambarkan sebagai kubu non Islam, sementara Prabowo-Sandiaga Uno digambarkan sebagai representasi Islam di Indonesia. Tentu tidak semua dari kita setuju, tapi kita juga tidak bisa menutup mata kalau gambaran ini nyata dan terang benderang hadir di pilpres 2019 ini. Mau lihat buktinya? Coba lihat daerah yang berhasil dimenangkan secara telak oleh kedua paslon, dan coba telisik mayoritas agama yang dipeluk warga di wilayah tersebut. Pasti akan terlihat kalau politik identitas ini benar adanya.

Pahit, tapi memang ada. Menyedihkan, tapi memang nyata.

Baca juga Catatan Selepas Pilpres.

Merembet Ke Mana-Mana.

Sayangnya, polarisasi kaum elit politik ini merembet ke mana-mana. Bahkan ke grup WhatsApp keluarga. Sejatinya, yang berebut kekuasaan hanya orang-orang di atas, para elit politik. Tapi, yang dikorbankan adalah orang-orang di bawah. Keluarga kita, teman kita, sejawat kita, yang sebenarnya tidak peduli siapapun presidennya tetap saja cicilan harus dibayar sama mereka sendiri, bukan sama presiden atau politisi yang mereka bela.

Tapi politik – apalagi yang membawa-bawa agama – kadang memang membutakan. Kepentingan pribadi dan nafsu berkuasa dikasih selimut agama sudah cukup untuk membuat orang-orang bersemangat. Lalu muncullah beragam hoaks, berita palsu, caci maki atau apapun bentuknya. Semua demi membela para politisi yang kalau menang pun belum tentu benar-benar peduli pada para pendukungnya yang membayar sendiri cicilan KPR atau cicilan kendaraanya itu.

Semua kehebohan yang disebabkan oleh para politisi itu merembet ke mana-mana, memberi efek yang lumayan memusingkan. Ada keluarga yang terpaksa diam-diaman atau bahkan terang-terangan bentrok karena beda pilihan. Ada orang tua yang mencap anaknya durhaka karena selalu membantah berita atau informasi yang disebarkannya di grup WhatsApp keluarga. Ada juga orang-orang yang dengan berat hati atau bersungut-sungut terpaksa meninggalkan grup chat karena suasananya yang sudah tidak menyenangkan. Padahal mereka sudah saling kenal lama, tersambung oleh ikatan darah, atau paling tidak sudah kenal sejak zaman Harmoko masih menteri penerangan.

Sayang sekali kan kalau ikatan yang sudah ada sejak lama itu rontok hanya karena perbedaan pilihan yang justru sebenarnya dipicu oleh politisi yang punya agenda sendiri.

Kekeluargaan jadi rusak, persahabatan jadi putus, kebersamaan jadi hancur. Semua hanya karena beda pilihan di pilpres. Hanya karena propaganda para politisi. Mereka tidak akan peduli bagaimana keadaan di akar rumput. Mau orang-orang terpecah belah, atau bahkan saling bunuh, buat mereka bodoh amat! Target mereka hanya satu; menjadi penguasa di negeri ini. Setelah itu barulah mengamankan saudara dan teman-teman.

Lebaran, Saatnya Bersatu Kembali.

Lalu tibalah Idul Fitri di depan mata. Momen untuk saling bermaaf-maafan, saling merajut kembali kebersamaan yang mungkin sudah sempat sobek karena polarisasi politik ini. Pasti mengasyikkan bila bisa kembali tertawa bersama, berbagi cerita dan kenangan sambil menikmati hidangan khas lebaran. Semua orang waras saya yakin pasti mendambakan suasana begini. Bukan suasana tegang dan penuh kecurigaan. Iya kan?

Nah, untuk mencapai tujuan itu maka setidaknya ada beberapa hal yang harus kita ingat betul sebagai rambu pengingat. Salah satunya adalah beberapa tema obrolan yang bisa membangkitkan suasana tidak nyaman.

Tema-tema tersebut adalah:

  1. Pemilu dan pilpres. Oh ini tema besar yang sebaiknya jangan disebut-sebut ketika berada dalam perkumpulan keluarga atau reuni dengan teman-teman. Topik paling panas dan sensitif tahun ini. Anak SEO bilang, ini keyword nomor satu. Variannya ada banyak, bisa: Jokowi, Prabowo, Sandiaga Uno, Ma’ruf Amin, Fachri Hamzah, Fadli Zon, Megawati, Wiranto, duh pokoknya banyaklah. Hati-hati saja dengan keyword ini.
  2. Bawaslu, KPU dan curang. ini juga sama saja, keyword turunan dari keyword nomor satu di atas.
  3. Demo 22 Mei. Hampir sama dengan dua keyword di atas, keyword demo 22 Mei juga sebaiknya dijauhkan dari pembicaraan.

Selain keyword utama di atas, ada juga beberapa keyword standar yang tiap tahun pasti muncul tiap lebaran datang. Keyword seperti; kapan nikah? Udah lulus belum? Udah hamil belum? Kapan si Anu dikasih adik? Eh koq sekarang gemukan/kurusan? Dan semacamnya, adalah keyword standar yang biasanya hadir dalam jumpa keluarga atau reuni selepas lebaran.

Sayangnya, masih banyak yang belum ngeh kalau pertanyaan-pertanyaan seperti itu kadang seperti sembilu yang diiris di pergelangan tangan pelan-pelan. Perih kopral!

Sebaiknya hindarilah pertanyaan-pertanyaan seperti itu karena kita tidak tahu bagaimana sebenarnya perasaan mereka yang kita tanya. Bisa saja maksud kita hanya basa-basi bertanya “kapan nikah”, tanpa ada maksud apa-apa. Tapi buat si penerima pertanyaan itu adalah pertanyaan yang menusuk karena dia baru saja ditolak cewek ke-98 yang ditaksirnya. Lah, diterima cewek saja belum pernah bagaimana mau menikah? Kata dia dalam hati sambil menahan perih.

Tapi, kalau ada begitu banyak topik yang sebaiknya dihindari saat berlebaran bersama keluarga atau teman, lalu topik apa yang bisa diangkat? Bagaimana supaya suasana tetap ceria tanpa kita harus kehabisan bahan obrolan yang tidak menyakiti orang lain?

Nah, setidaknya saya ada beberapa bahan obrolan yang mungkin bisa dipakai. Ini bahan obrolan ringan yang dengan penggunaan yang pas bisa sangat menghidupkan suasana saat berlebaran bersama keluarga atau teman-teman.

Tema itu adalah:

  1. Dampak ekonomi dan politik global atas keputusan Donald Trump mem-banned Huawei.
  2. Fenomena hijrah di kalangan artis.
  3. Kajian dampak pengurangan penggunaan plastik di kalangan anak muda perkotaan terhadap kelangsungan alam.
  4. Minum sperma bisa meningkatkan IQ; Mitos atau fakta?
  5. Spin off drama Game of Thrones, apakah akan dibuat?
  6. Robert Pattinson jadi Batman, itu serius?
  7. Malaysia memulangkan sampah dari negara barat, setuju atau tidak setuju?

Yah setidaknya yang di atas itu hanyalah stimulus. Kalian tentu bisa mencari sendiri ide keyword yang aman saat berlebaran bersama keluarga dan teman.

Paling penting adalah menjadikan momen lebaran sebagai momen untuk mendekat kembali dengan mereka yang sempat menjauh. Entah karena alasan politis atau bukan, tapi sejatinya lebaran adalah cara terbaik untuk kembali menjalin silaturahmi. Setuju kan?

Untuk teman-teman semua, selamat menyambut Idul Fitri 1420 H. Mohon maaf lahir batin. Please sorry birth and soul. [dG]