Lihatlah di Seberang Sana, Di Sana Tinggal Tetangga Kita Yang Juara Dunia

Suporter Belanda (foto by: getty Images)

Malam ini Belanda hanya punya satu pilihan, menang! Seri apalagi kalah akan membuat mereka harus lebih awal memutuskan destinasi liburan

Alkisah, di Eropa terdapat dua negara yang bertetangga. Jerman dan Belanda. Tapi mereka bukan tetangga yang rukun, bukan tetangga yang sering menyambangi dengan sebuah nampan berisi makanan hasil kreasi sendiri. Sebaliknya, mereka adalah tetangga yang bermusuhan. Jerman bahkan pernah menyerang tetangganya itu di tahun 40an, mencaplok hampir seluruh wilayahnya dalam sebuah masa yang dikenal sebagai masa perang dunia kedua.

Masa perang dunia kemudian berakhir. Jerman bisa diusir kembali dari daratan Belanda. Kedua negara tetangga itu kemudian tampak bersahabat dan melupakan kisah perang itu. Tapi benarkah mereka benar-benar sudah menghapus dendam masa lalu?

Mungkin iyya, tapi tidak di lapangan hijau.

7 Juli 1974 Jerman ( waktu itu masih Jerman Barat ) bertemu Belanda di Muenchen dalam sebuah final yang akan dikenang lama sebagai salah satu final piala dunia terindah sepanjang masa. Final itu mempertemukan dua bintang besar periode itu. Ada si Raja Johann Cruyff di Belanda dan Kaisar Beckenbauer di Jerman(Barat).

Semua orang tahu hasilnya. Jerman (Barat) menjadi juara dunia dengan menenggelamkan tim terbaik Belanda waktu itu. Totaal Voetbal tunduk di kaki sepakbola efektif milik Jerman (Barat). Orang Belanda meradang. Mereka bilang orang Jerman pandai berpura-pura. Mereka bilang Holzenbeihm berpura-pura dijatuhkan di kotak penalti sehingga Jerman (Barat) mendapatkan penalti. Sumbu permusuhan dua negara itu memang pendek dan tentu saja gampang tersulut.

Belanda butuh 14 tahun untuk membalas sakit hati mereka. 21 Juni 1988 di Hamburg, Belanda menggilas Jerman (Barat) justru di depan mata pendukung mereka sendiri dalam semi final piala Eropa 1988. Belanda tampil sempurna dengan 3 bintang mereka yang mengkilap. Gullit, Rijkaard dan Van Basten. Skor 2-1 sudah cukup untuk membawa mereka ke final dan kemudian menundukkan Uni Sovyet. Bagi Belanda, hari itu dikenang sebagai hari pembalasan.

Sepanjang pertandingan supporter oranye berteriak : Give me back my bicycle! Ini adalah celaan yang selalu mereka lontarkan ke orang Jerman merujuk kepada kekejaman tentara Nazi di perang dunia kedua yang katanya merebut apa saja yang bisa mereka rebut dari orang Belanda.

Dua tahun kemudian, Milan kota cantik di Utara Italia jadi tuan rumah untuk permusuhan panjang Belanda dan Jerman. Mereka bertemu di perempat final world cup Italy 90, tepatnya tanggal 24 Juni. Pertandingan berjalan panas.

Babak pertama belum berakhir, Rijkaard sudah menjambak dan meludahi rambut Voeller. Striker Jerman (Barat) itu tidak terima. Perang tersulut di lapangan hijau dan walhasil kedua lelaki itu diusir dari lapangan. Sepeninggal Rijkaard, Belanda limbung. Mereka yang sebenarnya bermain bagus akhirnya harus mengakui kemenangan Jerman (Barat) 1-2. Kisah ini terpahat dalam sejarah kelam piala dunia dan tentu saja sejarah permusuhan kedua kubu. Rijkaard sudah meminta maaf pada Voeller tapi permusuhan sudah terlanjur tertanam dan tumbuh begitu subur.

Rijkaard yang meludahi Voeller

Malam ini (13/6) di Kharkiv, Belanda akan kembali bertemu tetangganya itu. Belanda berstatus tim unggulan yang terluka. Mereka yang datang dengan status mentereng di penyisihan grup harus rela menelan dongeng indah dari Denmark. Dinamit Denmark meledak di pertandingan perdana. Jerman juga unggulan dan mereka berhasil melewati hadangan pertama Portugal dalam pertandingan yang membosankan.

Malam ini Belanda hanya punya satu pilihan, menang! Seri apalagi kalah akan membuat mereka harus lebih awal memutuskan destinasi liburan. Mereka tentu tidak mau seperti itu. Mereka ingin berlibur setelah piala Jules Rimet ada di lemari mereka, bukan ketika pesta masih sedang hangat-hangatnya.

Jerman? Mereka adalah tim yang tak pernah puas dengan satu kemenangan. Striker Inggris tahun 80-90an bilang : sepakbola itu adalah permainan 22 pemain yang berjuang di lapangan dan kemudian dimenangkan Jerman. Dia kesal karena saking seringnya Jerman memenangkan pertandingan dalam sebuah turnamen, termasuk tentu saja selalu menenggelamkan Inggris.

Itulah Jerman, negara yang selalu muncul patriotismenya dalam sebuah turnamen. Negara yang dalam dua dasawarsa terakhir bisa dibilang paling stabil. Hampir selalu muncul di semifinal dan bahkan final.

Ada lelucon di Jerman, isinya : kenapa telinga orang Belanda panjang-panjang? Jawabannya : karena sedari kecil orang tua mereka selalu menjewer kuping mereka tinggi-tinggi sambil bilang, lihatlah di seberang sana, di seberang sana ada tetangga kita yang juara dunia.

Malam ini Belanda akan mempertaruhkan nama besar mereka dan Jerman juga bukan tim kemarin sore yang siap untuk membiarkan Belanda berlalu begitu saja.

Panas? Tentu saja.

[dG]