Saya punya tiga bacaan yang mudah-mudahan bisa menambah wawasan dan pengetahuan kita dalam menangkal hal-hal buruk di media sosial.
Akhir pekan tiba! Eh, maksudnya sebentar lagi tiba. Buat saya sih nyaris tidak ada bedanya, toh setiap hari adalah akhir pekan buat saya. Tapi, saya coba menjadi orang normal yang mencintai akhir pekan seperti hujan mencintai tanah #halah.
Menjelang akhir pekan ini saya tertumbuk pada tiga tulisan di tiga blog milik kawan. Kebetulan sekali ketiga tulisan itu punya tema yang sama, tentang hoax dan algoritma. Saya jadi tertarik untuk membagikannya kepada teman-teman pengunjung blog ini. Mungkin bisa memperkaya pengetahuan kita dalam menangkal berita-berita hoax dan tidak benar yang biasanya justru memperuncing perbedaan.
Saya bagikan satu persatu lengkap dengan sedikit ulasan dari saya ya.
Tentang Algoritma Media Sosial
Tulisa ini dibuat oleh Erick, salah seorang kawan yang memang aktif menulsi tentang media sosial, internet dan teknologi. Di tulisan yang berjudul Ketika Hidup di Jaman Algoritma, Erick bercerita tentang bagaimana algoritma media sosial itu justru mempersempit ruang gerak dan pola pikir kita.
Algoritma media sosial membuat kita berada di lingkaran yang sama terus menerus, bertemu dengan orang yang sama, menemui kesukaan yang sama, mendapati iklan barang yang sama dan seterusnya.
Buat praktisi iklan, algoritma ini menguntungkan karena bisa menyasar target pembeli yang tepat berdasarkan usia, demografi maupun minat. Namun, ternyata algoritma ini juga punya kekurangan atau efek yang mungkin tidak terpikirkan sebelumnya.
Lama kelamaan pengguna media sosial kemudian terkotak-kotak menurut minat mereka, utamanya soal agama dan pandangan politik. Pembenci A akan berkumpul dengan pembenci A, demikian juga sebaliknya. Akhirnya apa yang terjadi? Ujaran-ujaran yang muncul membuat orang-orang dalam lingkaran yang sama kemudian makin merasa bahwa pilihannya benar.
“Lah, orang-orang di sekitar saya merasa hal yang sama koq. Saya tidak sendirian,” begitu pikir mereka.
Dan kemudian makin meruncinglah perbedaan itu karena masing-masing pihak semakin tertutup dalam lingkaran mereka, menolak untuk melihat lingkaran di seberang, menolak pemahaman lain yang bersebarangan. Mereka hanya terus menerus diasupi oleh pemikiran yang sama yang semakin mempertebal benteng keyakinan mereka. Padahal keyakinan itu belum tentu benar 100%, apalagi ketika ada pihak yang bermain dengan tujuan tertentu.
Untuk lebih jelasnya tentang algoritma ini, silakan baca tulisan Erick di sini.
Cara Mengetahui Hoax
Dalam kurun dua tahun belakangan ini (menjelang tiga tahun sebenarnya), hoax atau informasi tidak benar rasanya semakin merajalela di media sosial dan internet. Motif pelakunya macam-macam, dari motif uang, politis sampai yang memang punya niat memecah belah. Sialnya, Indonesia dan para pengguna internetnya termasuk ladang yang menyuburkan informasi hoax ini.
Makin sial karena informasi hoax yang tumbuh subur itu kemudian berefek panjang pada keharmonisan kehidupan kita. Banyak yang akhirnya harus putus silaturahmi bahkan saling bermusuhan gara-gara berita hoax. Pokoknya imbas dari berita hoax ini sungguh mengerikan.
Nah, seorang kawan yang akrab disapa Lelaki Bugis menuliskan tentang sebuah tips untuk mengetahui apakah berita tersebut hoax atau bukan. Di tulisannya yang berjudul Cara Mengetahui Hoax, pria yang juga adalah seorang jurnalis lepas ini memberi tips singkat untuk menyaring kebenaran sebuah berita atau sebuah informasi. Memang agak ribet, tapi hasilnya juga menyehatkan.
Secara singkat, tips dan trik yang diberikan oleh Lelaki Bugis adalah: meneliti data dan fakta dari sebuah informasi, biasakan melihat berita bukan hanya dari satu sumber saja, meneliti sumber-sumber sebuah berita atau informasi dan kalau bisa tanyakan kebenaran berita atau informasi tersebut dari sumber pertama. Terakhir, bila informasi berbentuk gambar maka gunakanlah Google Images untuk mengecek keabsahannya.
Tulisan lengkap dari Lelaki Bugis dapat dibaca di sini.
Copas Dari Grup Sebelah
Hayo, seberapa sering kalian menemukan sebuah informasi yang diawali dengan kalimat: copas dari grup sebelah, atau: meneruskan dari grup sebelah, atau: info dari grup sebelah? Ini salah satu fenomena yang sepertinya juga semakin meluas belakangan ini. Informasi yang tidak selamanya bisa dipercaya menyebar lewat grup-grup percakapan dan dimulai dengan kalimat yang intinya sama: melempar tanggung jawab ke grup sebelah.
Matahari Timoer alias Kang MT menuliskan tentang fenomena itu dalam postingannya yang berjudul: Copas Dari Grup Sebelah. Di tulisan itu dia menerangkan bagaimana fenomena itu menyebar ke grup-grup percakapan dan bagaimana kondisi sekarang ketika pemerintah mulai serius memberantas hal seperti itu.
Di postingan itu juga, Kang MT memberikan dua tips ciamik bagaimana menangkal sebaran tidak bertanggung jawab di media sosial atau grup percakapan. Kedua hal itu adalah: saring sebelum sharing dan think before posting. Lengkapnya tentang kedua hal itu, silakan langsung saja ke postingan beliau di tautan ini.
Nah itulah teman-teman, tiga tulisan yang sangat layak baca di akhir pekan. Mudah-mudahan bisa jadi penambah wawasan kita, memberi tambahan ilmu dan menguatkan niat kita untuk terus merajut kedamaian di atas bumi.
Yuk, rebut kembali media sosial dan kita jadikan kembali sebagai tempat yang nyaman
Kata pak Ustadz: kalau ketemu dengan orang lain hal pertama yang harus kita lakukan adalah cari samanya dulu, bukan cari bedanya. Kalaupun semua beda, setidaknya kita sama-sama manusia.
Selamat menantikan akhir pekan! [dG]
Semoga makin banyak blogger yang mau merebut kembali dominasi media sosial dari para penyebar kebencian.
Saya membacanya bukan pada akhir pekan. Apakah tetap afdol ya, akhi?
boleh saja ya akhi, tapi harap selesaikan sebelum akhir pekan