Surat dari Gaza
Catatan : sebenarnya postingan ini harusnya di-upload tepat di tahun baru 2009, sayang saya tidak punya waktu untuk menyambangi warnet di hari itu, jadi postingannya mungkin agak basi..
Selamat pagi kawan..
Apa kabarmu pagi ini ? Kurasa kau belum lagi terbangun, bukan ? Sisa pesta tahun baru semalam belum lagi dirapikan dan penatpun kurasa masih memeluk tubuhmu. Wajar kawan, setelah setahun penuh bergelut dengan segala macam kesulitan hidup, pergantian tahun menjadi ajang pelampiasanmu bukan ? Bersenang-senang sepuasnya, melupakan kenangan pahit di tahun yang lama dan berharap keberuntungan akan datang di tahun yang baru. Sangat wajar, Kawan..
Kawan, di sini kami juga nyaris tak tidur semalaman. Tapi..bukan karena berpesta Kawan. Kami nyaris tak tidur karena semalaman karena meratapi saudara-saudara kami yang baru saja pergi. Peluru, rudal dan bom dari tetangga kami telah mengantar kepergian saudara-saudara yang sangat kami sayangi itu. Pun reruntuhan bangunan yang menimbun mereka.
Kawan, Yahudi tetangga kami itu memang baik. Mereka mengikutkan kami ke acara tahun baru mereka. Mereka melibatkan kami dalam acara senang-senang mereka. Bahkan, mereka melemparkan hadiah tahun baru buat kami. Banyak sekali kawan. Ah, tetangga kami memang baik.
Kawan, malam tadi kami tak butuh kembang api atau terompet untuk menyambut tahun yang baru. Deru pesawat pengebom dan suara ledakan rudal yang menimpa rumah-rumah kami kurasa sudah lebih dari cukup untuk menggantikan terompet dan kembang api itu. Dan lihatlah kawan, api besar setelah pengemboman itu sangat indah, sama seperti kembang apimu bukan ? Ah, tahun ini kami bisa berhemat. Kami tak perlu membeli terompet dan kembang api. Terima kasih untuk tetangga kami yang baik hati itu.
Kawan, semalam kalian mungkin bisa tertawa keras-keras, menciptakan keriuhan yang sungguh sangat riuh. Kami di sini juga riuh kawan, tapi bukan karena tertawa. Kami riuh oleh tangis dan ratapan pilu. Rudal, bom dan peluru itu penyebabnya. Saudara-saudara kami, teman kami, banyak yang pergi karena rudal, bom dan peluru itu. Kami riuh oleh tangis dan ratapan, bukan oleh tawa yang riang. Tapi tak apalah kawan, yang penting kan riuhnya tetap sama.
Kawan, sebentar lagi kalian akan bangun bukan ? Bangun dengan harapan baru yang lebih terang menyongsong tahun baru yang lebih menjanjikan. Kalian sungguh beruntung kawan. Pagi ini kami mungkin akan bangun tidak dengan harapan yang sama seperti kalian. Kami akan bangun dengan seribu pertanyaan, siapa lagi yang akan dijemput malaikat maut hari ini ? Siapa lagi yang akan kami tangisi hari ini ? Di mana kami harus berteduh malam ini ? Ah, pertanyaan yang selalu membuat hidup kami penuh dengan kejutan. Menyenangkan bukan ?
Ah kawan, sisa terompetmu, sisa makanan pesta, dan mungkin sisa kembang api semalam masih berserakan bukan ? kami juga sama kawan, sisa pesta para Yahudi tetangga kami juga masih berserakan. Lihatlah kawan, di sana ada beton yang berserakan, yang bercampur dengan sisa bom, rudal dan bahkan ceceran darah. Ah, kami bingung harus mulai membersihkan dari mana..
Ah, kawan..aku harus pergi. Anak-anak kami sudah menangis. Mereka kelaparan, sebagian malah kesakitan. Tak apalah kawan, hanya tangan dan kakinya koq yang hilang, tak terlalu mengganggu bukan ? Toh mereka masih hidup. Tak seperti saudara-saudara kami yang lain yang sudah harus pergi lebih dahulu.
Kawan, selamat tahun baru. Semoga tahun ini lebih baik dari tahun yang kemarin. Kami akan mendoakan kalian kawan, semoga semua kesenangan akan selalu bersama kalian.
Sepucuk surat yang sangat menyentuh dan menggetarkan, Daeng. Thanks sudah menayangkannya disini. Tidak basi kok, malah masih aktual terlebih aksi Israel ke Gaza semakin brutal dan menjadi-jadi.
(tears)