Orang Indonesia Hobby Belanja ?

Mall, salah satu tujuan utama belanja

Ada pameo yang mengatakan kalau orang Indonesia itu jagoan belanja. Ketika mengunjungi tempat wisata, hal pertama yang dicari adalah tempat belanja, pun ketika akan kembali ke tempat asal. Belanja pasti jadi agenda utama. Beberapa kali saya ikut rombongan wisata kantor yang isinya kebanyakan wanita dan pria yang memang lebih histeris ketika masuk ke tempat belanja daripada tempat wisata, apalagi wisata budaya. Berikut adalah tulisan saya.

Wanita itu mulai bosan. Jelas sekali raut kebosanan terlihat pada wajahnya, juga pada bibirnya yang sedikit cemberut. Alunan gamelan Bali dan pertunjukan barong beberapa meter di depannya sama sekali tidak mampu membuatnya sedikit ceria. Ketika penonton lain terpaku, dia malah terkantuk.

Puluhan menit kemudian, acara selesai. Semua hadirin bertepuk-tangan, pun dengan wanita itu. Api semangat membara di kedua matanya. Semangat itu juga yang kemudian membawanya menelusuri toko pakaian di kawasan Galuh, Bali. Seperti kesetanan dia menelusuri setiap sudut toko pakaian itu, tas plastik di tangannya menggembung, tanda kalau belasan potong pakaian dijejalkan ke dalamnya, mungkin malah puluhan potong.

Si ibu itu adalah salah seorang rekan kantor saya. Usianya sekitar pertengahan 30an. Kejadian di atas adalah kejadian ketika kami dan rombongan berwisata ke Bali atas biaya kantor. Selama acara si Ibu jauh lebih menikmati sebuah momen belanja daripada momen berwisata, apalagi menikmati atraksi budaya. Ketika mengunjungi Garuda Wishnu Kencana (GWK) si ibu lebih memilih duduk di pojokan daripada menikmati penjelasan tentang rencana besar membangun sebuah ikon di tanah Bali tersebut.

Matanya langsung berbinar cerah, ketika bus rombongan berhenti di sebuah gerai pakaian yang isinya adalah barang-barang kena diskon. Keluhannya tentang tubuh yang capek setelah perjalanan jauh mendadak hilang seketika, berganti dengan semangat layaknya pejuang kemerdekaan, dia menelusuri hampir seluruh sudut toko. Hasilnya, hampir sejam kemudian dia naik ke bus dengan beberapa tentengan tas belanjaan dan wajah sumringah. Luar biasa.

Apakah pelaku utama doyan belanja itu cuma ibu-ibu ? Sepertinya tidak juga.

Suatu waktu saya juga pernah memimpin rombongan bapak-bapak ke Bali. Kejadian yang sama juga saya alami. Ketika menyusun jadwal dan tujuan kunjungan, mayoritas peserta menolak ketika saya mencoba memasukkan opsi menonton pertunjukan budaya, mereka lebih memilih tempat belanja. Dan, hampir tak ada bedanya dengan para ibu-ibu, para bapak-bapak itu mengamuk sebisanya di tempat belanja. Apalagi ketika masuk ke pasar Sukawati.

Sebelum turun dari bis, saya saya sudah memberikan penegasan. Semua anggota rombongan berkumpul kembali sekitar 2,5 jam kemudian. Tapi apa yang terjadi ? ketika waktu sudah lewat beberapa belas menit, bis masih kosong. Saya terpaksa masuk ke dalam pasar dan menelusuri lorong-lorong untuk mengumpulkan anggota rombongan yang tercecer.

Susahnya, karena tidak bisa terkumpul dalam waktu bersamaan maka anggota yang sudah terlanjur tiba di meeting point dan mulai diterpa kebosanan menunggu akhirnya malah turun dan kembali ke dalam pasar. Waaahh..repotnya setengah mati. Bapak-bapak ini ternyata sama gilanya dengan para ibu-ibu kalau soal belanja.

Trinity dalam sebuah bukunya juga pernah cerita bagaimana di luar negeri orang Indonesia itu terkenal sebagai salah satu ras wisatawan yang paling doyan belanja. Bukannya jalan-jalan ke tujuan wisata khas ( apalagi museum ) malah rajin menyambangi tempat belanja. ?Andrea Hirata dalam buku Edensor juga punya cerita yang sama.

Anda semua mungkin sudah tahu kalau di Saudi Arabia sebagian besar pedagang di sana sampai belajar sedikit bahasa Indonesia, utamanya bahasa yang dipakai dalam proses tawar menawar. Ini tentu saja karena jemaah haji asal Indonesia di samping merupakan jemaah haji terbanyak di dunia juga adalah jemaah haji yang paling rajin belanja. Dulu sebelum kuota barang ditetapkan, seorang jemaah haji yang baru saja menunaikan ibadah ke tanah suci bisa pulang sambil membawa ole-ole yang cukup buat orang sekelurahan. ?Itu belum termasuk buat dirinya dan keluarganya sendiri.

Beberapa contoh di atas sepertinya sahih untuk menegaskan kalau sebagian besar orang Indonesia memang rajin belanja, utamanya ketika berwisata dan jauh dari tempat asal. Apa penyebabnya ? benarkah ini budaya ? Entahlah, tapi sejauh yang saya tahu sebagian besar dari orang Indonesia memang lebih menikmati tujuan wisata belanja daripada tujuan wisata budaya ketika berada di tempat berbeda. Tak elok rasanya berwisata jika pulang tanpa ole-ole. Semakin banyak semakin hebat.

Bagaimana dengan anda ? Lebih suka wisata belanja atau wisata budaya ?