Ooh..Mengerikan..!!

Hari rabu kemarin (19/12) bukan hari yang menyenangkan untuk saya. Berbagai kejadian kurang menyenangkan terjadi mulai dari pagi hari hingga mencapai puncaknya di siang hari. Yah, sudah suratan takdir kalau hari itu memang kurang bersahabat. Siang hari, pas jam istirahat dan matahari sedang mendung, tanpa diduga kaki kiri saya kesandung besi kolom di kantor. Tadinya hanya terasa seperti goresan biasa, walaupun benturannya lumayan keras. Saya tetap cuek dan mengira luka sepanjang kurang lebih 5 cm itu hanya luka biasa yang nanti juga sembuh sendiri. saya tetap dengan santainya ngobrol di depan meja teman, berdiskusi tentang kerjaan di lapangan.

Saya baru sadar ada yang salah ketika melihat genangan darah segar yang kental sudah membasahi kaki kiri. Saya kaget setengah mati, genangan darahnya lumayan banyak dan kelihatan menyeramkan di atas tegel putih bersih. Dengan cepat saya melesat ke kamar mandi yang jaraknya tidak terlalu jauh dari tempat diskusi, meninggalkan kekagetan dari teman-teman yang sedang berkumpul di ruangan. Mereka jelas kaget karena sebelumnya tidak ada tanda-tandan kesakitan atau keluhan dari saya, tiba-tiba ada genangan darah yang lumayan banyak di lantai. Beberapa teman cewek malah langsung mual demi melihat genangan darah di lantai itu.

Di dalam kamar mandi, saya baru sadar kalau lukanya ternyata cukup parah. Luka sepanjang kurang lebih 5 cm itu ternyata punya kedalaman kira-kira 1 cm, bahkan tulangnya seperti kelihatan. Letaknya berada di ruas kaki kiri sebelah dalam, tepat di samping jempol. Dengan sedikit meringis saya mencuci luka tersebut dengan siraman air, sementara di luar beberapa teman terdengar sudah heboh dan bertanya-bertanya ada apa sebenarnya.

Setelah lukanya bersih, sebenarnya saya sudah berpura-pura kalau keadaan sudah baik. Pada teman-teman yang menunggu dengan kuatir di depan kamar mandi, saya bilang kalau lukanya hanya goresan biasa, dan tidak berbahaya. Tapi saya juga tidak bisa bohong kalau luka tersebut ternyata meninggalkan rasa senut-senut yang luar biasa. Teman-teman mulai menyodorkan berbagai saran. Mulai dari yang menggunakan bubuk kopi untuk meredakan pendarahan hingga yang menyarankan segera ke dokter. Kalau melihat kondisi lukanya, sepertinya memang perlu penanganan medis dengan jahitan tentu saja.

Well, sayangnya urusan dengan medis berada di urutan kedua paling belakang-setelah urusan dengan polisi-dalam daftar hal-hal yang ingin saya lakukan di dunia ini. Saya kurang nyaman bila berurusan dengan medis. Terakhir kali berurusan langsung dengan medis adalah 17 tahun yang lalu saat disunat. Jarum suntik dan aroma obat-obatan mampu menghadirkan trauma irama yang sangat dalam di kepalaku.

Tapi desakan teman-teman kemudian membuat saya tak punya pilihan lain, apalagi luka ini terjadi karena benturan dengan besi yang berarti membuat kemungkinan terkena tetanus cukup besar. Ah, rasanya kok konyol aja kalau sampai terjadi sesuatu yang lebih buruk karena tetanus. Sayapun akhirnya menyerah dan meminta surat pengantar ke rumah sakit dari bagian HRD.

Akhirnya dengan diantar seorang teman dan berbekal surat pengantar dari HRD, sayapun meluncur ke rumah sakit Faisal, tempat kantor kami memberikan rujukan. Sepanjang perjalanan saya berusaha berpikir positif dan sekuat tenaga menghapuskan trauma pada alat-alat medis yang menyeramkan tersebut. Setiba di rumah sakitpun saya masih berusaha bercanda dan dengan santainya berjalan ke arah UGD. Untung pakUcup, teman yang mengantar saya tidak sampai punya pikiran iseng untuk menakut-nakuti saya.

Saya jadi ingat, setahun yang lalu pernah mengantar seorang teman yang terluka karena kecelakaan kerja. Situasinya hampir sama kayak yang saya alami. Teman saya itu-namanya Erwin-juga punya trauma yang sama dengan peralatan medis. Waktu itu saya bersemangat mengantarnya ke rumah sakit karena pengen melihat bagaimana sih seorang cowok yang katanya preman dan berbadan gede itu jatuh takluk pada jarum suntik. Sepanjang perjalanan hingga tiba di rumah sakit saya terus saja menambah ketakutannya dengan gurauan-gurauan konyol tentang alat-alat medis. Saya bahkan sempat-sempatnya terpingkal-pingkal geli saat melihat tampangnya yang pucat pasi saat disuntik. Untung Erwin sudah tidak di Baruga lagi, seandainya masih ada dia pasti juga akan sangat bersemangatnya mengantar saya ke rumah sakit. Dia pasti akan diliputi rasa dendam yang membara ingin membalas kelakuan “kejam” saya setahun lalu.

Kembali ke cerita saya. Setelah diperiksa sebentar oleh dokter dan perawat di bagian UGD, saya dihadapkan pada kesimpulan kalau kaki saya harus dijahit plus diberi suntikan anti tetanus. Saya pasrah saja, rasanya mungkin sama kayak para pesakitan yang mendapatkan vonis hukuman dari hakim di meja hijau. Saya minta ijin untuk tiduran karena rasanya tidak tega menyaksikan proses eksekusi.

Penderitaan pertama saya rasakan saat dengan semena-mena sang perawat membersihkan lukaku. Tanpa belas kasihan, dia menguakkan lukaku dan membersihkannya dengan cairan Betadine. Gila..perihnya minta ampun. Saya menutup mata dan berusaha menahan rasa sakitnya. Ternyata penderitaan itu baru awal, karena berikutnya saya harus tabah menerima 3 suntikan keram di sekitar luka di kakiku. “ Tahan ya pak, ini agak sakit” demikian kata sang perawat sebelum memulai eksekusi. Kata-katanya sudah cukup untuk menyadarkan saya akan penderitaan yang akan segera saya rasakan.

Saya berusaha mengalihkan perhatian, melihat ke sana-kemari sambil memainkan HP di tangan. Saat jarum suntik mulai beraksi di sekitar luka,rasanya adduhhhh….!!!!, sakit bangettt…saya selalu berusaha mensugesti diri sendiri kalau rasa sakit itu hanya ada di pikiranku saja. “ It’s only in your mind..”, itu kata-kata yang terus saya ulangi di kepala sambil berharap penderitaan ini segera berakhir. Dan Alhamdulillah…akhirnya 3 kali suntikan keram di luka pun akhirnya selesai juga, tidak terlalu sakit sih sebenarnya tapi cukup menyeramkan juga dan cukup membuat perut rasanya jadi tak berisi lagi.

Setelah menunggu beberapa lama, proses berikutnya yaitu penjahitan pun dimulai. Mungkin sang perawat kurang lama menunggu sehingga rasanya kaki saya belum sepenuhnya keram. Saya masih sempat merasakan aliran benang menembus kulit dan daging di kaki saya. Rasanya menyeramkan banget, setiap kali saya melirik sang perawat sedang mempersiapkan benang dan alat jahit saya hanya bisa pasrah. Saya berusaha mempertahankan harga diri sebagai “bad boy” dengan tidak mengaduh atau mengeluh sedikitpun, padahal sumpah..saya hampir tak tahan. Beruntung di dekat tempat saya dieksekusi ada satu lagi korban kecelakaan yang terus saja mengaduh. Bapak ini terus memanggil nama anaknya sambil sesekali menyebut nama Tuhan. Saya sedikit tersemangati, ternyata masih ada yang lebih parah dari saya. Otomatis, teriakan dan keluhan si bapak bisa membantu saya untuk berkonsentrasi melupakan penderitaan yang saya alami.

Akhirnya beberapa menit kemudian, proses penjahitan dan penutupan luka oleh perban pun selesai dengan hasil 5 jahitan, lumayan juga. Ah, rasanya bersyukur banget proses penuh kekejaman itu telah berlalu. Saya duduk di ranjang dengan sejuta perasaan bersyukur. Kalau membayangkan kembali proses penuh perjuangan tadi, rasanya saya jadi agak lemas. Ngeri membayangkannya. Tapi saya juga bersyukur masih bisa tahan menjaga harga diri sebagai anak nakal dengan sama sekali tidak mengaduh dan mengeluh sepanjang proses penjahitan tersebut.

Ah, masak anak nakal yang doyan musik rock harus takut sama jarum suntik sih..hahaha.Padahal sumpah, pengalaman itu sangat menakutkan. Mudah-mudahan saya tidak sampai mengalaminya lagi..aminn..sudahlah, yang penting masa terburuk sudah terlewati. Hitung-hitung bertambah lagi satu kejadian traumatik dalam hidup saya.

Hiiyyy…masih ngeri euy kalau membayangkan proses eksekusi tadi..