Asian Para Games 2018, Jakarta
Catatan singkat dari acara sosialisasi Asian Para Games 2018 yang dihelat di Makassar
Siang itu (17/12) Makassar sedang dilanda hujan yang turun sejak pagi hari. Menjelang akhir tahun, adalah hal yang lumrah kalau kota ini akrab dengan hujan. Biasanya malah seminggu penuh hujan seperti malas beranjak.
Saya menumpang sebuah Honda Mobilio, menembus hujan menuju Trans Mall di bilangan Tanjung Bunga tak jauh dari Pantai Losari. Kalau bisa memilih, hari itu saya sebenarnya lebih memilih untuk berdiam di rumah, tidur atau minimal bermalas-malasan di depan televisi. Hujan bukan kawan yang tepat untuk membangkitkan semangat.
Sayangnya saya sudah terlanjur berjanji untuk hadir di acara sosialisasi Asian Para Games 2018 yang diadakan di Trans Mall, Makassar. Dua hari sebelumnya, seorang kawan mengontak saya dan mengundang teman-teman blogger Makassar untuk hadir dalam acara sosialisasi itu. Undangan yang mepet dengan hari pelaksanaan awalnya membuat saya ragu; ada yang mau datang tidak ya? Eh tapi ternyata saya salah. Teman-teman cukup antusias untuk hadir, meski di hari H ada juga yang tidak sempat hadir karena hujan.
Saya tiba di lokasi acara ketika hujan sudah mulai berkurang. Saya terlambat hampir satu jam dari jadwal pukul 11 WITA. Sebelumnya saya sudah menginformasikan ini ke teman yang mengundang, masih ada hal yang harus saya selesaikan dulu.
Tidak sulit menemukan booth INAPGOC (Indonesia Asian Para Games Organizing Committee). Tepat di seberang tangga depan pintu masuk, booth kecil itu sudah terlihat. Booth-nya tidak terlalu besar, mungkin hanya seukuran 4×2 meter dengan dominasi warna putih. Di depan booth ada dua puluh kursi yang ditata rapi untuk para peserta acara sosialisasi hari itu. Saya langsung bergabung dengan teman-teman yang sudah sedari tadi menyimak penjelasan tentang Asian Para Games 2018 (APG 2018). Ada Henny dan Karin dari INAPGOC yang siang itu membeberkan tentang apa itu APG 2018.
Ketika terakhir ke Jakarta awal bulan Desember ini, saya sudah bisa melihat begitu banyak promosi pelaksanaan Asian Games 2018. Bahkan di Terminal 3 bandara Soekarno-Hatta, ragam promosi tentang event olahraga terbesar se-Asia itu sudah memadati ruang pandang. Lengkap dengan tagline: Energy of Asia.
Baca juga: Panas Dingin Hubungan Indonesia dan Malaysia
Tahun depan Indonesia memang akan jadi tuan rumah Asian Games, dua kota terpilih menjadi pelaksananya: Jakarta dan Palembang. Tidak heran kalau promosinya sudah gencar dilakukan dari sekarang.
Tapi yang tidak (atau belum) banyak diketahui orang adalah bahwa di tahun yang sama Indonesia juga akan menjadi tuan rumah pelaksanaan Asian Para Games 2018. Ajang ini adalah ajang pertarungan para atlit difabel dari beberapa negara Asia. Semacam Asian Games juga, tapi khusus untuk para atlit difabel.
Asian Para Games pertama digelar tahun 2010 di Guangzhou, Tiongkok. Ajang ini mengikuti pelaksanaan Asian Games yang digelar setiap empat tahun. Setelah Guangzhou menyusul Incheon, Korea Selatan yang jadi tuan rumah dan tahun depan giliran Jakarta, Indonesia. Indonesia sendiri baru kali ini akan ikut serta dan langsung menjadi negara pertama di Asia Tenggara yang jadi tuan rumah.
Rencananya, ajang APG 2018 nanti akan diikuti oleh 43 negara anggota dari Asian Paralympic Committee. Ada 18 cabang olahraga dengan 582 nomor pertandingan yang akan dipertandingkan selama delapan hari antara 6 – 13 Oktober 2018.
*****
Ada satu hal yang saya tanyakan dalam acara sosialisasi kemarin, yaitu: apa yang diharapkan panitia selepas acara APG 2018 nanti? Apakah acara ini bisa berdampak bagi para penyandang difabel di Indonesia?
Dua wakil dari INAPGOC memberikan jawaban mereka. Menurut mereka, ajang ini memang diharapkan bisa meninggalkan warisan baik fisik dan non fisik bagi warga Indonesia. Warisan fisik misalnya beragam fasilitas yang ramah difabel yang sengaja dibangun untuk menyongsong acara ini. Diharapkan beragam fasilitas tersebut bisa terus digunakan selepas acara, lebih bagus lagi kalau bisa ditambah jumlahnya.
Sedang warisan non fisik, diharapkan warga semakin terbuka matanya untuk melihat bahwa saudara-saudara kita penyandang difabel itu juga sebenarnya setara dengan kita yang merasa “normal”. Memang ada perbedaan, tapi itu bukan alasan untuk menutup peluang mereka berkarya seperti kita.
Kita harus jujur mengakui kalau masyarakat kita masih sering terjebak memandang penyandang difabel sebagai orang yang harus dikasihani, bahkan dianggap pembawa sial. Masyarakat masih suka menepikan keberadaan mereka dan kadang malah menganggap mereka bukan manusia.
Di level pemerintahan juga sama. Keberadaan para difabel tidak dipandang penting untuk dimasukkan dalam perencanaan tata kota atau kebijakan lainnya. Masih sangat jarang ada kota yang bisa dianggap ramah difabel. Menurut Karin dari INAPGOC, di Indonesia baru Jogjakarta dan Solo yang bisa digolongkan kota ramah difabel. Kota lainnya bahkan sekelas ibukota negara Jakarta saja, masih jauh dari kata ramah difabel.
Kondisi ini tentu saja semakin mempersempit ruang gerak saudara-saudara kita yang difabel. Sudahlan mereka didiskreditkan di soal medis dan sosial, mereka tidak pula diberi layanan dan infrastruktur sesuai kebutuhan mereka. Jadilah mereka terus menjadi golongan minoritas yang tertindas.
Tahun depan Indonesia akan jadi tuan rumah Asian Para Games 2018. Ini menurut saya adalah peluang tepat untuk menyadarkan banyak orang kalau para penyandang difabel juga punya peluang untuk berkarya seperti mereka yang mengaku normal. Mungkin tidak banyak yang tahu kalau tahun 2017 ini atlet paralympic Indonesia berhasil menjadi juara umum di ASEAN Para Games 2017 di Kuala Lumpur. Ini bukti kalau di tingkat Asia Tenggara, atlit paralympic kita sangat berprestasi.
Mudah-mudahan saja di ajang APGA 2018, atlit kita bisa kembali berprestasi. Mengangkat nama Indonesia di kancah internasional dan sekaligus mengetuk pintu kesadaran warga. Kesadaran kalau mereka juga sama dengan kita.
Sosialisasi APGA 2018 memang baru dimulai dan menurut panitia masih bisa dibilang trial and error. Ada rencana kalau ajang sosialiasi ini akan dilanjukan lagi dengan mendatangkan atlit peserta APGA 2018 yang bisa memperkenalkan APGA 2018 sekaligus mendekatkan mereka dengan publik.
Mudah-mudahan Makassar masih akan jadi kota yang terpilih untuk ajang sosialisasi ini nantinya. [dG]
Tadinya saya pikir akan dibahas ttg Asian Games saja seperti biasanya, ternyata ini ttg Asian Para Games. Sangat bersyukur bisa datang dan tahu apa itu Asian Para Games. Nambah ilmux. Tq DG
iyye sama-sama kak hehehe
Menonton atlit difabel bagi saya jauh lebih menarik dibandingkan dengan atlit yang normal. Ada “rasa” saat melihat mereka berlaga. Rasa syukur karena saya bukan penyandang difabel dan perasaan malu karena saya kadang mengeluh sementara mereka memiliki semangat yang luar biasa. Selain itu, saya selalu mengajak anak-anak saya untuk bersama-sama menonton sambil menyelipkan nasihat-nasihat, “lihatlah Nak, mereka berhasil mengukir prestasi padahal mereka dalam keterbatasan, jangan kalah ya..”
betul bu, melihat mereka begitu bersemangat kita pasti akan merasa malu sendiri
kita yang mengaku normal kenapa justru sering mengeluh dan patah semangat..
“Di depan booth ada dua puluh kursi yang ditata rapi untuk para peserta acara …” dan karena Dg.Ipul datangnya telat, kursinya udah ada yang dudukin, terpaksa deh berdiri sejenak hahaha…
hahaha iyya, konsekuensi datang terlambat toh
semoga harapan panitia tidak hanya menjadi harapan saja tp benar terwujud. Gimana orang difabel itu bisa mandiri kalau pemerintah sendiri tidak ramah terhadap mereka
betul, saya lebih berharap efek setelah kegiatan
apakah warisan fisik dan non fisik itu bisa terjaga atau malah kalau bisa dikembangkan