Menikmati Alam Di Pantai Rahasia

Menanti mentari pagi

Liburan itu tidak penting ke mananya, tapi bersama siapanya.

Malam sudah sangat larut. Jam tangan saya menunjukkan pukul 01:34 dini hari. Di belakang stir mobil APV saya berusaha tetap fokus dan terjaga. Di dalam mobil ada 8 orang teman lainnya, tentu keselamatan bersama jadi tujuan utama saya, apalagi ketika mobil mulai masuk ke jalan yang tidak lazim.

Jalannya sempit, hanya muat satu mobil. Di sebelah kiri ada tebing karang dan di sebelah kanan ada lautan yang dibatasi jurang. Jalannya juga tidak rata, jalan tanah yang bolong di sana-sini. Benar-benar membutuhkan ketenangan dan konsentrasi mengemudi.

Tujuan kami memang tidak lazim.

Rencana liburan ini menyeruak selepas acara Blogger Nusantara 2012. Dua minggu selepas acara itu komunitas Anging Mammiri berulang tahun keenam. Momen ini kami manfaatkan untuk bersantai, berlibur dan berkumpul dengan segenap pengurus Anging Mammiri sekaligus orang-orang yang juga ikut bersimbah peluh dalam gelaran Blogger Nusantara 2012. Hitung-hitung sebagai pelepas kepenatan dan tekanan karena acara Blogger Nusantara 2012 kemarin.

Tanjung Bira, itu tujuan awal kami. Tapi Iqko mengubahnya. Tanjung Bira sedang kotor karena angin barat, begitu katanya. Kami menurut saja, apalagi ketika dia menyodorkan satu alternatif yang rasanya susah ditolak. Sebuah pantai yang terpencil dan jarang diketahui orang sehingga terkesan private. Sangat menggoda.

Lewat dari pukul 21, kami mulai meninggalkan Makassar. Total rombongan 17 orang ditambah satu lagi yang akan dijemput di kota Bulukumba. Kami menumpang dua mobil, satu APV dan satu lagi Toyota Rush. Memang agak sempit, tapi masih lumayan nyaman. Karena tujuannya memang untuk bersantai, jadi perjalanan benar-benar kami nikmati. Tidak terburu-buru. Tidak heran kalau waktu tempuh Makassar-Bulukumba yang normalnya 4 jam kami tempuh sampai 5 jam. Itu termasuk mampir beberapa kali di perjalanan.

Setelah melewati perjalanan kurang lebih 200 km yang melelahkan namun menyenangkan, akhirnya kami berlabuh di dua cottage milik penduduk setempat yang kami sewa selama dua malam. Adalah Iqko yang mengatur semuanya. Dia memang kenal baik dengan seorang penduduk setempat yang menyewakan dua rumah untuk para pendatang.

Jam sudah menunjukkan pukul 2 lewat dan kami juga baru saja menempuh jarak 200 km, tapi bukannya beristirahat, kami malah bercanda ria di sebuah bangunan berbentuk gazebo yang ada di dalam halaman cottage itu. Sama sekali tidak menunjukkan rasa lelah atau mengantuk. Saya yang menjadi supir sepanjang perjalanan juga sama sekali tidak merasa penat. Tidur adalah opsi terakhir dalam setiap liburan, begitu pikir saya.

Bukannya tidur, mereka malah berkumpul

Tapi tubuh tidak bisa bohong. Setelah puas bercanda ria, akhirnya satu persatu dari teman-teman mulai tumbang dan memutuskan untuk istirahat. Itupun karena jam sudah menunjukkan pukul 03:30 pagi. Saya sendiri masih tetap bertahan di gazebo bersama Lelaki Bugis dan Mamie yang tertidur lelap di kursi panjang. Lewat dari pukul 4 saya baru bisa memejamkan mata. Itupun hanya sebentar karena tak lama kemudian beberapa teman sudah terbangun dan siap menantikan matahari pagi.

Di pantai itu matahari bangun lebih cepat dari Makassar. Belum pukul 5 semburatnya sudah mulai terlihat di angkasa. Satu persatu teman-teman mulai keluar dari cottage dan merapat ke bibir pantai. Pasirnya putih dan halus, sementara ombaknya tenang dan nyaris tak beriak. Di ufuk timur, semburat merah makin terlihat jelas. Matahari seperti menggeliat dan mulai keluar dari peraduannya. Awan membentuk gambar tak beraturan yang semakin menambah indahnya semburat mentari pagi.

Tak ada satupun dari kami yang melewatkan momen itu tanpa merekam keindahannya. Entah berapa puluh frame yang tercetak dalam kamera dan handphone masing-masing. Mentari pagi memang sayang untuk dilewatkan begitu saja. Merekam sedikit proses bangunnya matahari adalah sebuah hal yang sangat nyaman dinikmati.

Sebagian dari kami membiarkan air laut menjilati mata kaki, tapi belum ada yang memutuskan untuk terjun dan membasahi tubuh meski udara tak lagi dingin.

Menikmati sunrise
Sang mentari akhirnya bangun

Ketika tiba suasana memang sedang gelap sehingga kami tidak bisa menebak apa yang ada di depan cottage. Barulah ketika matahari terbit kami bisa melihat kalau cottage yang kami tempati berada tepat di hadapan lautan luas yang tenang. Pasirnya putih, bersih dan halus. Ombaknya tenang dan belakangan kami tahu kalau dalamnya tak seberapa. Benar-benar pantai yang nyaman untuk bersantai, berenang atau sekadar bermalas-malasan.

Perlahan matahari makin garang. Kami lalu memutuskan untuk berjalan di sekitar perkampungan, menikmati pagi dari bibir pantai dengan deretan pohon kelapa di bagian belakangnya. Kami berjalan jauh mengunjungi sebuah kapal phinisi yang masih dalam proses pengerjaan. Berfoto tentu tidak kami lewatkan.

Acara hari itu ditutup dengan menyantap mie instant di warung sederhana milik warga. Saking sederhananya, mie instant yang kami pesan hanya disiram air panas, bukan dimasak seperti biasa. Sederhana, tapi sangat menyenangkan. Tentu saja karena kami melewatinya bersama teman-teman terbaik yang kami punya. Teman-teman yang perlahan sudah seperti keluarga bagi kami.

Dan tawa riang masih terus menaungi hari kami, termasuk ketika kami akhirnya menceburkan diri ke laut di tengah terik matahari jam 12 siang. Panasnya memang luar biasa, tapi kami tidak peduli. Kami tetap bersemangat menikmati laut yang tenang. Sebagian memilih untuk bermalas-malasan di bawah naungan pohon kelapa menikmati semilir angin laut. Benar-benar liburan yang menyenangkan.

Bagi saya liburan itu tidak harus ke tempat yang mahal dan terkenal apalagi ke luar negeri, yang terpenting adalah liburan bersama siapa. Dan sekali lagi saya merasakan kebenaran kalimat yang saya percayai itu.

Cerita ini masih berlanjut tentu saja. Tak puas hanya bercerita sekilas tentang pantai rahasia yang seolah menjadi pantai milik kami selama dua hari itu.

[dG]