Kembali Ke Sentani

Satu sisi Sentani
Satu sisi Sentani

Kembali ke Jayapura berarti berkesempatan kembali menengok danau Sentani setelah sebelumnya hanya bisa berdiri di tepiannya. Kali ini saya beruntung bisa lebih lama menikmati keindahan alamnya, bahkan menyeberanginya.

Matahari sedang redup ketika kami meninggalkan kota Jayapura. Di salah satu sudut awan kelabu nampak menggantung, dalam hati saya berharap hujan tak sampai turun. Maklum, hari itu kami berencana menyeberangi danau Sentani menuju salah satu kampung bernama Ayapo.

Dari kota Jayapura kami menuju ke Barat, karena masih terhitung jam sibuk maka jalur yang dipilih supir kami tidak melalui jalur biasanya. Kalau biasanya kami melewati Kotaraja, Abepura dan Waena sebelum tiba di Sentani maka kali ini kami “lewat atas” melewati pegunungan yang berkelok-kelok sebelum akhirnya keluar di daerah Waena.

Kenapa harus memutar? Alasannya supaya menghindari macet. Yah, Jayapura juga bisa macet di jam-jam tertentu.

Sekira 30 menit perjalanan kami tiba di tepian danau Sentani, tepatnya di sebuah tempat bernama Khalkotte. Jarak dari Sentani ke kota Jayapura kurang lebih 30 km, kalau dari bandara Sentani malah lebih dekat. Bandara Sentani tepatnya berada di tepian danau Sentani, kalau Anda tiba di Jayapura ketika matahari terang maka Anda bisa melihat pemandangan danau Sentani dari udara.

Sebelumnya saya sudah pernah ke Sentani, tapi kala itu saya baru sempat berada di tepiannya saja, berdiri di Khalkotte dan menyesap keindahan Sentani yang kala itu dipayungi awan mendung. Kali ini saya bisa menikmati danau Sentani lebih dekat, bahkan menyeberang sampai ke salah satu kampung di danau Sentani.

Dulu saya berpikir danau Sentani ini berbentuk bulat atau minimal lonjong dengan satu pulau besar di tengahnya, mungkin seperti danau Toba yang juga belum pernah saya lihat langsung. Ternyata saya salah, danau Sentani memanjang dengan beberapa sisi yang melekuk. Di sepanjang danau Sentani ada beberapa kampung, bukan hanya yang ada di tepian tapi juga di pulau-pulau kecil di tengah danau.

Sentani siang itu disiram cahaya matahari, ketakutan saya tidak terbukti. Air danau yang kebiruan memantulkan sinar keperakan matahari, tenang dan tidak beriak. Beberapa perahu bermotor teronggok malas di tepian dermaga Khalkotte. Kami menyewa satu perahu, untuk ke kampung Ayapo yang berjarak sekira 20 menit perjalanan kami hanya membayar Rp. 50.000,- pergi-pulang.

Gadis berperahu

Perlahan-lahan perahu yang kami sewa mulai menyusuri danau Sentani, di sekeliling kami hanya ada air danau yang berwarna kebiruan dengan latar bukit-bukit yang ditumbuhi ilalang berwarna hijau. Langit biru cerah dengan gumpalan awan putih yang berarak. Angin meniup wajah, seperti belaian halus yang membuai. Sesekali cipratan air mengenai tubuh, di kejauhan seorang anak gadis mendayung perahunya di atas danau Sentani yang tenang.

Setelah sebelumnya hanya berdiri di tepian Sentani, kali ini saya bersyukur bisa kembali ke sana dan bahkan melintasinya. Danau Sentani mungkin belum seperti danau Toba yang sudah terlanjur terkenal dengan keindahan alamnya padahal danau Sentani juga indah meski saya tidak bisa membandingkannya karena saya belum pernah ke danau Toba.

Buat saya danau Sentani memang memukau, perpaduan antara air danau yang tenang dengan lekukan bukit yang menjulang kehijauan dan langit biru merekah benar-benar membuat saya menikmati setiap menit ketika berada di sana. Saya bersyukur bisa kembali ke danau Sentani. [dG]

 

Langit biru di atas Sentani Kampung Ayapo, distrik Sentani Timur

Video perjalanan ke Danau Sentani