Jalan-Jalan ke Sekretariat Negara

Kartu pass Sekretariat Negara

Jumat (8/12) saya dan dua bloger Makassar lainnya diundang bertemu Tim Komunikasi Presiden di kantor Sekretariat Negara. Apa saja hasil pertemuan itu?

SEMUANYA BERAWAL SEKIRA ENAM BULAN LALU. Waktu itu saya dan beberapa teman bloger Makassar hadir dalam sebuah acara yang dihelat oleh Direktorat Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kemenkominfo yang bekerjasama dengan Tim Komunikasi Presiden. Tema utamanya sebenarnya adalah tentang sosialisasi fatwa MUI berkaitan dengan media sosial, namun sekalian dilengkapi dengan perkenalan dari Tim Komunikasi Presiden.

Di akhir acara ada semacam lomba blog on the spot yang mereka sebut flash blogging. Temanya ya seputar acara hari itu. Saya beruntung menjadi salah satu pemenang bersama Iqko dan Alya.

Baca juga: Serunya Flash Blogging

Enam bulan berlalu dan saya pikir tidak ada lagi kelanjutan dari acara tersebut, sampai kemudian Senin 4 Desember lalu sebuah pesan WhatsApp masuk ke handphone saya. Dikirim oleh ibu Lasmi, salah satu staff Tim Komunikasi Presiden.  Isinya undangan untuk hadir dalam acara diskusi grup terarah atau focus group discussion dengan Tim Komunikasi Presiden yang berkantor di Sekretariat Negara. Katanya tiga pemenang flash blogging ditambah satu koordinator blogger diharapkan bisa hadir.

Karena kebetulan saya pas lagi di Jakarta dan kegiatan sudah berakhir, maka tawaran itu tentu saja saya terima. Alya pun yang memang sedang tinggal di Jakarta bilang kalau dia bisa hadir, sayangnya Iqko yang turut diundang tidak bisa hadir karena jadwal kerjaannya bentrok. Satu lagi yang bisa hadir adalah Nunu, ketua komunitas bloger Makassar; Anging Mammiri. Jadilah saya tampan sendiri di antara dua gadis-gadis manis bloger Makassar itu.

Kami bertiga sebenarnya saling bertanya-tanya; acaranya nanti seperti apa? Siapa saja yang diundang? Tapi pertanyaan itu tidak kami ajukan ke bu Lasmi yang menghubungi kami. Kami hanya sibuk saling bertanya saja. Saya sendiri hanya tahu satu hal: acara nanti adalah diskusi grup terfokus dengan tema ‘Jokowi di mata para bloger”. Soal siapa saja yang diundang, saya terus terang tidak tahu.

“Mas, kalau ada presentasinya tolong nanti dikirim ke alamat email saya ya,” pesan dari bu Lasmi masuk di Kamis malam atau sehari sebelum acara.

Dalam hitungan detik masuk juga pesan dari Alya dan Nunu. Rupanya mereka juga mendapat pesan yang sama dan seperti saya, mereka juga bingung mau bikin presentasi apa. Kami tidak mempersiapkan bahan sama sekali, sebagian besarnya karena kami memang tidak punya gambaran acaranya seperti apa. Maka kalang kabutlah kami malam itu.

Saya coba memberi arahan sebagai yang dituakan #tsah. Saya bilang: bikin saja presentasi singkat tentang keseharian kalian, bagaimana presiden Jokowi di mata kalian dan tentu saja selipkan kritikan membangun berdasarkan realita yang kalian lihat. Utamanya realita yang dekat dengan minat kalian di luar keseharian sebagai bloger.

Saya sendiri membuat presentasi singkat. Isinya ya kurang lebih seperti ini: memperkenalkan diri dan kegiatan sehari-hari, memberi testimoni singkat tentang presiden Jokowi menurut saya pribadi dan ditutup dengan kritikan atau masukan berdasarkan apa yang saya lihat. Saya memilih dari sudut sebagai seorang bloger yang kebetulan sering berjalan dalam beberapa tahun belakangan ini.

Dalam perjalanan itu saya melihat memang ada perubahan sejak pemerintahan presiden Jokowi, tapi tentu ada juga beberapa hal yang masih perlu diperbaiki. Ketimpangan masih terasa di berbagai daerah utamanya di luar Jawa. Di beberapa daerah sendiri saya bisa melihat bagaimana warga bergerak sendiri karena merasa terlalu lama kalau menunggu pemerintah hadir. Mereka bekerja tanpa menantikan sorot lampu popularitas, benar-benar tanpa pamrih.

Di catatan lain saya juga menambahkan tentang bagaimana keragaman di Indonesia begitu nyata, jadi kekayaan tapi sekaligus juga jadi ancaman. Saya bercerita tentang bagaimana Papua tidak seburuk yang diceritakan orang, tentang kedamaian di akar rumput yang jauh dari bayangan suram di media sosial.

Hari H

JUMAT PAGI SAYA SUDAH SIAP dengan baju batik abu-abu yang kebetulan saya bawa. Informasi dari bu Lasmi, kami diminta datang ke Sekretariat Negara, gedung utama lantai 3. Dari hotel Ibis Harmoni tempatnya tidak jauh, tapi karena supir Grab yang kami pakai tidak mengerti, kami diturunkan di Jln. Veteran padahal pintu masuk Setneg ada di Jln. Majapahit. Ini artinya kami harus jalan berputar cukup jauh. Lumayanlah, pagi-pagi sudah olahraga.

Di pos penjagaan Setneg kami dijemput pak Karjono, salah seorang staf yang mengurusi administrasi. Oleh beliau kami dibawa ke gedung utama, ke kantor Tim Komunikasi Presiden untuk bertemu dengan beberapa personil yang sudah menantikan kami.

Setelah sesi perkenalan singkat, kami dibawa ke ruang rapat. Jarum jam belum menunjukkan pukul 10 pagi, masih ada waktu beberapa menit sambil menunggu pejabat dari Tim Komunikasi Presiden yang akan menemui kami pagi itu.

Ternyata hari itu hanya ada kami bertiga. Informasinya semua pemenang dan koordinator bloger dari tujuh kota tempat diadakannya acara roadshow kerjasama dengan Kemenkominfo akan diundang, tapi bergilir. Sulawesi Selatan jadi peserta pertama.

Bertiga kami menjadi tamu hari itu foto: Mas Aji, Kominfo

Lewat sedikit dari pukul 10 pagi acara dimulai. Hadir dalam acara itu beberapa anggota Tim Komunikasi Presiden, yaitu: Andoko Darta, Mariza Hamid, Lasmi Purnawati, Pramaartha Pode, Yakob Jati, Karjono. Menyusul kemudian dua staff khusus presiden, yaitu: Sukardi Rinakit dan Ari Dwipayana. Tapi pak Ari hanya muncul sebentar dan harus meninggalkan acara karena kesibukan beliau. Hadir juga mas Aji dari Dirjen Informasi dan Komunikasi Publik Kemenkominfo.

Di hadapan semua yang hadir, mulailah kami mempresentasikan apa yang kami pikir. Dimulai dari Nunu yang fokus menyoroti tentang pendidikan. Dalam pandangannya, memang ada perubahan yang sudah terasa membaik di masa pemerintahan Presiden Jokowi, namun tetap saja dia bisa menemukan beberapa sekolah di pulau yang jauh dari daratan belum sesuai standar. Sekolah ada, tapi guru yang tidak ada. Nunu juga bercerita banyak tentang floating school yang dibinanya bersama beberapa relawan di Makassar.

Nunu ketika menyampaikan presentasinya

Setelahnya menyusul Alya yang menyoroti tentang perkembangan desa sesuai minatnya. Menurutnya, teknologi yang berkembang pesat beberapa waktu belakangan ini belum sepenuhnya bisa dinikmati warga desa. Warga desa yang juga adalah warga negara Indonesia masih tertatih-tatih mengejar perkembangan teknologi. Karenanya Alya merasa penting untuk memberi perhatian lebih kepada warga desa agar bisa ikut menikmati manisnya perkembangan teknologi.

Alya juga banyak bercerita tentang ruang baca yang dikelolanya bersama beberapa teman di Makassar, begitu juga dengan Forum Kampung Bahasa Sulawesi yang memberikan pendidikan bahasa Inggris untuk warga tidak mampu.

Lihat Sisi Baiknya

KALAU MEMBACA CERITA INI, mungkin beberapa orang akan bergumam: ah, itu hanya pencitraan, atau: ah paling juga itu formalitas saja. Namanya juga sebentar lagi pemilu.

Well, saya tidak bisa bohong kalau pikiran seperti itu juga terlintas di benak saya. Tapi, saya mencoba melihat sisi baiknya. Pemerintah lewat Tim Komunikasi Presiden sudah berusaha untuk membuka jalur komunikasi langsung dengan warga, utamanya bloger sebagai salah satu warganet.

Ini adalah sesuatu yang sepertinya belum pernah terjadi sebelumnya, bukan? Setidaknya pemerintah sudah mau menemui langsung warganya. Soal apakah pertemuan itu akan dijadikan alat kampanye, itu lain soal. Toh kami juga diberi keleluasaan untuk mengajukan kritik dan memberi masukan. Sebagai orang yang mendukung pak Jokowi di pilpres lalu, saya juga masih aktif memberikan kritik. Kritik yang berdasarkan data tentu saja. Bukankah pendukung memang harus begitu? Mendukung lewat kritikan dan masukan, bukan hanya mendukung membabi buta dan menutup mata terhadap apapun yang terjadi.

Baca Juga: Mencengangkan! Demokrasi Kita Berjalan Mundur!

Kalau pihak pemerintah bisa mengelola dengan baik pertemuan-pertemuan seperti ini, maka saya yakin hasilnya akan positif. Langkah pertama menemui warganet sudah dimulai, tinggal bagaimana mereka mengelola hasil pertemuan itu termasuk terbuka untuk dikritik dan diberi masukan.

Satu hal penting yang saya catat dalam pertemuan itu adalah ajakan untuk mengimbangi informasi negatif di dunia maya. Saatnya untuk ikut menceritakan hal-hal positif di sekitar kita agar gambaran suram Indonesia yang terpampang di dunia maya bisa dihilangkan. Indonesia memang belum sempurna, tapi lihatlah sekitar kita. Pasti ada banyak hal-hal positif yang membangkitkan semangat yang bisa dibagikan. Mulai dari hal-hal kecil saja sambil tentu saja memberikan kritikan dan masukan yang berimbang pada pemangku kebijakan. Jangan hanya sibuk membagikan yang jelek-jelek saja tapi lupa mengapresiasi hal-hal bagus.

Buat saya pemerintah memang sejatinya harus membuka diri untuk dikritik dan sebagai warga ya kita harus tetap berusaha kritis. Memberi kritikan dan masukan yang sesuai dengan data, bukan sesuai dengan kebencian. Mengkritik pun harus gentle, bukan?

Wefie sebelum pulang

Pertemuan hari itu ditutup dengan kunjungan ke beberapa titik kantor Sekretariat Negara dan Istana Negara. Sayangnya tidak semua boleh difoto apalagi dipublikasikan. Namanya juga area vital negara. Penjagaannya pun sangat ketat, sampai harus ada rekam sidik jari dan foto wajah segala.

Saya pulang dengan harapan agar pertemuan hari itu bisa memberikan hasil yang positif, bukan sekadar bertemu kemudian melupakan. Semoga saja tidak seperti itu. [dG]