Hotel Mina Tanjung, Tempat Pas Buat Menyepi
Ini bukan review komersial, saya membuatnya karena saya benar-benar menyukai tempat ini.
Kalau menyebut Lombok, yang terbayang di kepala sebagian orang Indonesia mungkin adalah Senggigi, Gili Trawangan atau Rinjai. Ketiganya sudah jadi semacam ikon pulau Lombok. Padahal, ternyata di luar ketiga tempat itu ada banyak sekali tempat indah di Lombok. Tempat-tempat yang belum sepenuhnya terjamah.
Saya sudah tiga kali ke Lombok, tapi ketiganya karena urusan pekerjaan. Belum sempat menjelajahi pulau itu, kecuali ke beberapa tempat wisata yang saya lewati sekilas. Tapi, pengalaman terakhir ke Lombok buat saya sangat berkesan.
Adalah Mina Tanjung Hotel yang jadi penyebabnya. Hotel di kota Tanjung, ibukota Lombok Utara ini berhasil membuat saya terkesan dan kemudian berjanji untuk datang lagi, tentu saja bukan untuk urusan pekerjaan dan tidak sendirian.
“Bagus hotelnya kak, di pinggir pantai,” begitu pesan singkat yang saya terima dari Ita, teman seperjalanan kali ini. Dia memang berangkat duluan, mempersiapkan acara yang akan digelar di Lombok.
Pesan itu tidak berpengaruh, dalam bayangan saya sebagus apapun hotelnya, saya ke Lombok untuk urusan pekerjaan. Percuma, beban pikiran pekerjaan tentu saja membuat saya tidak bisa berleha-leha dan menikmati fasilitas hotel.
Tapi, pikiran itu terpaksa saya revisi beberapa jenak setibanya saya di Mina Tanjung Hotel. Front office berada di bagian depan (tentu saja, namanya juga front) dengan bagian yang terbuka. Lebih mirip seperti meja tinggi yang diletakkan di teras. Tapi kesan ini justru membuat hotel ini semakin menarik. Tidak ada kesan formil, yang ada malah kesan natural dan terbuka. Kesan itu terus mengikuti ketika saya bergerak meninggalkan front office menuju ke kamar.
Halaman dalam hotel terdiri dari taman yang hijau dan asri dan kolam renang berbentuk agak oval. Halaman ini diapit deretan kamar di sebelah utara dan selatan. Kamar-kamar itu berada di dalam bangunan berlantai dua dengan desain moderen minimalis yang sedap dipandang mata. Di ujung agak ke barat bungalow berderet dengan bagian depan yang rimbun oleh pepohonan. Ada tujuh bungalow yang besarnya kira-kira 5x10m dengan satu teras di bagian depan. Kursi-kursi kayu dengan bantalan empuk ditata rapi di teras, benar-benar jadi tempat yang nyaman untuk sekadar duduk santai menatap ke arah taman.
Tunggu, kejutan belum berakhir!
Di ujung sebelah barat atau bagian belakang hotel, lautan luas membentang. Memang sih, bentangan lautnya biasa saja. Warna birunya kurang terang dan pasirnya bukan pasir putih. Tapi hei! Pantai tetaplah pantai. Masih ada debur ombak, sapuan lembut angin laut dan guratan alam yang menawan ketika matahari beranjak pulang. Asyiknya lagi, semua itu bisa dinikmati sambil duduk bermalas-malasan di kursi panjang dari kayu yang mirip ranjang itu, atau di bean chair yang sudah disiapkan pihak hotel.
Jadilah selepas menaruh barang di kamar saya segera melesat tak sabar ke tepi pantai. Duduk di atas rumput hijau dan bercengkerama dengan Mbak Titis dan Safprada, dua kawan field officer yang lebih dulu tiba. Sambil bercengkerama kami menikmati lukisan-lukisan alam yang menggambarkan proses pulangnya matahari ke peraduannya. Angin laut membelai wajah, lirih deburan ombak memenuhi telinga.
Sungguh rasanya ingin sekali Mamie bisa tiba-tiba ada di tempat itu, saat itu juga.
“Pak, permisi. Siapa tahu mau pesan makanan,” seorang wanita berseragam mendekati kami, menyodorkan selembar menu.
Saya meneliti menu yang disodorkannya. Eh, kentang goreng hanya Rp.12.000,-? Wah, wah! Murah sekali untuk standar hotel. Jadilah saya memesan dua porsi kentang goreng, sekadar teman menanti matahari terbenam. Harga makanan yang murah itu jadi salah satu nilai tambah Mina Tanjung Hotel, mengingat tempatnya yang jauh dari mana-mana. Buat yang datang tidak dengan kendaraan tentu akan kesulitan kalau harus keluar mencari makan.
Setelah matahari pungkas tenggelam di ufuk barat, kami bubar jalan. Kembali ke kamar masing-masing sebelum bertemu kembali di malam hari. Kamar yang saya tempat adalah sebuah bungalow yang menghadap ke utara. Kamar itu bernuansa etnik, dindingnya dari kayu dengan penerangan yang redup. Kamar mandi yang berada di bagian belakang sangat luas, mungkin sekira 2x3m dengan desain yang juga natural. Benar-benar kamar yang pas untuk beristirahat.
Ketika malam tiba saya makin merasa betah. Lampu-lampu yang menyala di setiap sudut hotel terasa sangat pas, tidak terlalu terang dan bahkan membuat suasana terasa sangat romantis. Ketenangan juga menguasai suasana, hanya ada sayup-sayup suara dari masjid di perkampungan yang berbatasan langsung dengan hotel.
Sayang sekali saya hanya menghabiskan waktu semalam di Mina Tanjung Hotel, itupun harus tidur sendiri dan untuk urusan pekerjaan. Tapi bagaimanapun tetap bersyukur juga karena saya diinapkan di hotel itu, lumayan untuk menambah referensi tempat yang harus didatangi kalau balik lagi ke Lombok bersama Mamie dan untuk urusan jalan-jalan. Dari Mbak Titis yang memesankan hotel ini saya juga tahu kalau harganya ternyata tidak terlalu mahal, cocoklah di kantong.
Sekarang waktunya untuk menabung supaya nanti bisa kembali ke Mina Tanjung Hotel. Hotel yang buat saya sangat pas untuk mereka yang ingin melarikan diri sejenak dari hiruk-pikuk kota atau riuh kerjaan. [dG]
Video Mina Tanjung Hotel
Sa cari-cari postingan di kolom pencarian di atas pakai kata “Mina” kok ndak ketemu… terus ganti pakai kata kunci “Tanjung” akhirnya sampai pada postingan ini. Pantasan ndak ketemu, astaga… typo di judul ternyata 😀
Sa ke tempat ini seminggu lalu dan betulan harga makanannya terjangkau. Rasanya lebih enak pula. Recommended!