Basa-basinya Orang Makassar
Standar kesopanan dalam bahasa Indonesia coba untuk diterapkan juga di Makassar, padahal orang Makassar punya standar kesopanan dan basa-basinya sendiri.
KALAU ANDA TIBA DI BANDARA SULTAN HASANUDDIN Makassar di Maros, tepatnya di depan pintu kedatangan lantai dasar – maka Anda akan menemukan sebuah tulisan dalam bahasa Makassar yang berbunyi: Salamakki Kabattuanta.
Saya yakin siapapun yang menaruh tulisan itu di sana, pasti berniat untuk memberi ucapan selamat datang. Secara harfiah kata itu bermakna: Selamat Atas Kedatangan Anda. Yah, semacam ucapan selamat datanglah pada siapapun yang baru saja menginjakkan kaki di kota Makassar.
Tapi, ada tapinya. Sebagai orang (suku) Makassar, asal dari bahasa itu – saya merasa ada yang aneh dan tidak nyaman di lidah. Sayangnya saya bukan anak jurusan bahasa dan minim pengetahuan soal teori bahasa sehingga sulit menjelaskan apa yang kurang dari kalimat itu. Intinya, kalimat itu agak rancu kedengarannya. Utamanya di penggunaan kata “kabattuang”.
Kabattuang adalah kata sifat yang asal katanya: battu yang berarti sampai atau tiba. Dalam beberapa kalimat, battu digunakan sebagai berikut: battu mi tettanu? (apakah ayahmu sudah sampai?), atau battu mi kirimang ku sumpaeng (sampai juga kirimanku tadi). Di dua contoh kalimat itu, battu berarti sampai atau tiba. Dalam kalimat penyambutan di bandara tadi, kata battu kemudian secara harfiah diubah menjadi kabattuang atau kedatangan/ketibaan.
Jujur, sebagai penutur bahasa Makassar yang kualat (karena banyak tidak tahunya), saya belum pernah mendengar kata kabattuang dipakai dalam percakapan sehari-hari Malah sebenarnya ada kata yang mirip dengan kata itu tapi punya arti berbeda. Kata itu adalah battuang yang berarti makna atau terjemahan. Contoh kalimatnya: apa battuang na anjo “I love you”? (apa arti dari kata “I love you”?).
Sampai di sini Anda sudah bingung? Sama, saya juga bingung bagaimana menjelaskannya ha-ha-ha.
Baca juga: Partikel Bahasa Makassar Yang Mungkin Membingungkan Buat Anda
Jadi begini, intinya saya mau bilang kalau buat saya kalimat penyambutan dalam bahasa Makassar di bandara Sultan Hasanuddin itu agak memaksa. Pembuatnya sepertinya memaksakan norma kesopanan bahasa Indonesia ke dalam bahasa daerah, termasuk bahasa Makassar.
Padahal, norma kesopanan di sini berbeda. Kami orang Makassar (dan Bugis) tidak pernah mengenal kata selamat datang, selamat pagi, selamat makan, selamat tidur dan lain sebagainya seperti norma kesopanan bahasa Indonesia.
Untuk menyambut kedatangan tamu, orang Makassar punya cara berbasa-basi yang beda. Alih-alih mengucapkan “selamat datang”, orang Makassar akan mengucapkan “Antamakki” (masuk lah) atau “maeki” (marilah). Lebih lugas dan langsung ke sasaran.
Bagaimana kalau mengucapkan selamat makan? Orang Makassar akan dengan lugasnya mengucapkan kalimat “akkaddokki” atau “maeki, ki kanre mi”, dua-duanya punya makna sama: meminta orang agar segera menyantap hidangan. Bedanya dengan selamat makan, kalimat ini lebih lugas.
Orang Makassar (dan juga Bugis), memang tidak mengenal basa-basi yang mendayu-dayu seperti orang Jawa misalnya. Kami lebih lugas dan langsung ke sasaran. Ketika bertemu pun, orang Makassar tidak merasa perlu mengucapkan salam sesuai waktu tapi langsung menanyakan kabar. Kecuali bagi mereka yang muslim ya, pastilah salam sesuai tuntunan syariat yang dipraktikkan.
Nah sayangnya, sekarang semua seolah berusaha diseragamkan dengan menggunakan standar kesopanan Indonesia. Jadilah ucapan selamat datang yang tidak pernah dipakai, sekarang diciptakan sesuai standar itu meski sebenarnya terdengar rancu. Orang Makassar yang tidak pernah mengucapkan selamat datang dalam bahasa Makassar, dipaksa mengucapkan kalimat itu dalam bahasa Makassar. Soal rancu atau tidak, itu urusan belakangan.
Mungkin dipikir, meski rancu tapi kalau dipakai terus menerus maka lama-kelamaan akan terbiasa juga. Bukankah bahasa itu dinamis?
Benar juga, tapi entahlah. Rasanya agak tidak rela saja ketika sebuah budaya yang sudah tercipta ratusan atau bahkan ribuan tahun dipaksakan berubah sesuai standar yang baru, meski sebenarnya budaya yang lama itu tidak ada jeleknya juga.
Kalau saja bisa, mungkin akan lebih baik kalau ucapan selamat datang itu benar-benar dibuat sesuai standar kesopanan dan basa-basi orang Makassar. Tidak perlu menciptakan kalimat baru, cukup menggunakan kalimat yang sudah ada. Itu kalau saya ya, tapi sayangnya saya bukan orang yang punya kuasa untuk membuat ucapan selamat datang di bandara.
Anyway, bagaimana dengan bahasa daerahmu? Apakah ada ucapan basa-basi seperti selamat datang, selamat pagi, selamat makan, dan sebagainya? [dG]
Kl di daerahku nggak ada ucapan dg bahasa khusus kak.. Paling bahasa kromo inggil jawa, tp artinya masih sesuai sih kl di bahasa indonesia-kan.. Makassar unik ternyata ya
Hehehehe, basa basi di Jawa seru loh daeng. Jadi gimana gitu rasanya. Kalau di kampung mau bilang “iya” tapi sungkan, jadi bilang tidak hahahahha
gak ada si daeng kalo di palembang.. cuma bilang oi lur :))
duh aku pengen ke makassar…
Di Ende adan dua bahasa, bahasa Ende dan bahasa Lio. Yang membedakan hanya beberapa suku kata dan dialeknya saja. Di Ende tidak ada ucapan selamat datang 😀 Uniknya dan pernah diteliti oleh dosen di Uniflor, di Ende tidak ada kata “minta maaf” yang ada “Ma’e gera” atau “jangan marah” :p
mungkin memang begitu ya? orang timur memang tidak terlalu suka basa-basi