Siapa Lagi Yang Bisa Melindungi Rakyat?
Ketika polisi dan TNI sudah saling menembaki, kepada siapa lagi kita akan meminta perlindungan?
Hari itu saya dan teman-teman kantor baru saja pulang dari sebuah acara piknik keluarga. Ketika melintas di jalan yang biasanya sepi, ada pemandangan berbeda yang kami lihat. Puluhan orang berkumpul di tepi jalan membuat lalu lintas agak tersendat. Beberapa di antaranya adalah polisi berseragam.
Ada apa gerangan?, itu yang terlintas di pikiran kami. Beberapa waktu kemudian baru kami tahu kalau sore itu ada insiden berdarah antara seorang anggota TNI dengan seorang anggota polisi. Sang anggota TNI berpangkat letnan tersinggung karena perlakuan seorang anggota polisi yang memberhentikannya di jalan. Si anggota TNI memang salah karena dia membonceng ibunya tanpa helm. Alasannya karena mereka terburu-buru sepulang dari rumah sakit.
Ini cerita dari saksi mata, katanya sang polisi yang menahan sang TNI mengeluarkan kata-kata yang menyinggung dan tak sopan. Si TNI tersinggung, apalagi dia tinggal di daerah situ tempat sang polisi memberhentikannya. Pikirannya sudah gelap ketika dia mengantar ibunya pulang ke rumah dan menyelipkan sebilah belati di pinggangnya. Tujuan utamanya memberi pelajaran pada sang polisi yang sudah menyinggung harga dirinya.
Cerita ini berakhir dengan penusukan yang dilakukan sang letnan. Ada yang bilang tiga tusukan di perut dan dada, ada yang bilang lebih. Yang jelas, selepas menusuk sang polisi dan menuntaskan amarahnya, sang letnan segera menyerahkan diri ke Polisi Militer. Urusan selesai sampai di situ, selebihnya semua diserahkan ke jalur hukum.
Insiden sore itu kemudian terlupakan. Beruntung karena tidak ada insiden lanjutan yang melibatkan lebih banyak pria-pria berseragam dan bersenjata. Tidak seperti insiden di Ogan Komerin Ulu 7 Maret 2013. Segerombolan tentara berseragam menyerang kantor tempat polisi berseragam bertugas. Amarah mereka sudah di luar logika, kantor Mapolres OKU dibakar. 3 polisi terluka, belasan tahanan melarikan diri dan kantor Mapolres yang dibangun dengan uang rakyat hangus nyaris tak bersisa.
Melindungi Atau Menakuti?
TNI dan Polri, dua nama itu sekarang ibarat kucing dan anjing. Kejadian di OKU hanya satu dari deretan kejadian lain di Indonesia yang mempertemukan dua aparat berseragam itu di medan laga yang mereka ciptakan sendiri. Berawal dari ejekan dan berakhir dengan tusukan atau bahkan tembakan.
Negara menempatkan mereka berdua sebagai alat untuk menjaga keamanan dan memastikan hukum ditegakkan agar kita rakyat yang membayar gaji mereka bisa hidup tenang dan punya tempat untuk mengadu dan memohon perlindungan. Tapi itu rupanya cuma teori, rakyat diberi harapan dan detik selanjutnya diberi kenyataan kalau harapan itu kosong.
Polisi dengan seragam coklatnya ternyata bisa berperan sebagai pencuri, alih-alih memastikan keamanan rakyat. Pria tambun dengan bintang di pundak ternyata didakwa mencuri uang rakyat dan bukannya menangkapi pencuri uang rakyat.
TNI dengan seragam hijaunya ternyata bisa berbalik jadi anjing penjaga para pemodal. Mereka berdiri di garis depan dengan senjata terkokang dan menembaki rakyat yang mencoba melawan para pemodal. Mereka tidak salah karena toh pemodal itu juga rakyat, dan merekah yang dibela oleh TNI. Tidak salah, tapi juga tidak benar.
Ketika letih menyakiti rakyat, giliran berikutnya adalah saling menyakiti. Polisi menembaki TNI, TNI meneriaki polisi dan akhirnya bentrok. Tinggallah rakyat yang membayar pajak ini ternganga tidak percaya.
Lucu ketika mereka yang seharusnya melindungi rakyat malah menebar teror dan menakuti rakyat. Kalau seperti ini, salahkah kita yang hanya rakyat ini akhirnya kehilangan kepercayaan pada para aparat? Salahkah kalau kita akhirnya bertanya: pada siapa kita meminta perlindungan?
Sudahlah, mari kita menjadi rakyat yang pasrah. Rakyat yang bekerja dan mencari uang untuk hidup kita sendiri. Tidak usah pusing mencari siapa yang bisa melindungi kita karena sepertinya memang hanya Tuhan yang bisa jadi pelindung. Karena polisi dan TNI bukan Tuhan, mereka tidak bisa dimintai perlindungan.
Selamat pagi! Mari bekerja!
[dG]
yah begitulah daeng, selama kita masih termasuk dalam negara dunia ketiga ak. negara dg kemakmuran yg belum merata. Hukum akan menjadi prioritas nomor kesekian, jd jangan heran jika mafia bersembunyi melalui “seragam” dan menjadi kebal terhadap hukum ….