Salah Kaprah Orang Jawa Terhadap Indonesia Timur

Waingapu
Kota Waingapu, Sumba Timur

Kenapa masih banyak orang Jawa yang salah kaprah tentang Indonesia timur?

Beberapa pekan lalu saya sempat membaca tulisan seorang kawan di blognya. Isinya tentang salah kaprah orang Indonesia (khususnya orang-orang di pulau Jawa) terhadap Indonesia bagian timur. Membaca tulisannya saya jadi senyum-senyum sendiri, kejadian yang sama beberapa kali saya temukan langsung atau saya dengar langsung.

Salah seorang teman saya pernah cerita, suatu hari dia yang berdomisili di Jakarta pernah bercakap-cakap dengan seorang ibu. Ketika si ibu tahu kalau teman saya datang dari Makassar dengan wajah berbinar dia berkata. “Oh, saya juga punya keluarga di Sulawesi. Dia di Kendari. Kendari sama Makassar dekat kan?”

Teman saya tersenyum kecut sebelum menjelaskan. Makassar dan Kendari adalah dua kota yang meski berada dalam satu pulau besar tapi berjarak ratusan kilometer. Untuk mencapai Kendari dari Makassar kita masih harus menghabiskan sekira 45 menit penerbangan atau nyaris 24 jam perjalanan darat. Bukan jarak yang pendek tentunya.

Kita mungkin berpikir kalau si ibu mungkin memang tidak mengerti geografi, maklum beliau sudah berumur. Tapi kejadian seperti yang dialami teman saya juga pernah terjadi pada saya, dalam kasus yang sedikit berbeda. Kejadiannya sekitar tahun 2000, ketika saya masih bekerja di Jakarta. Seorang teman dengan polosnya bertanya ke saya, “Mas, di Makassar tuh jalan-jalannya udah diaspal semua ya?”

Deg! Saya tertegun beberapa detik sebelum menjawabnya. Saya mencoba mencari tanda kalau dia sebenarnya hanya bercanda, tapi ternyata tidak. Dia serius bertanya seperti itu! Dalam hati saya mengutuk. Jalanan di Makassar lebih luas daripada jalanan di kotamu! Kata saya dalam hati.

Lain lagi cerita seorang wartawan sebuah koran nasional yang pernah saya temui di Makassar. Dia bersungut-sungut ketika bercerita tentang kelakuan orang kantor pusatnya di Jakarta sana. Katanya ketika Poso terkena musibah pengeboman, seorang redaktur dari Jakarta meneleponnya, meminta dia untuk ke Poso sekarang juga dengan mobil!

“Dia kira Poso itu dekat dari Makassar, bisa sampai ke sana dalam dua-tiga jam.” Kata si wartawan sambil bersungut-sungut.

*****

Cerita-cerita di atas hanya sedikit bukti bagaimana kami yang tinggal di bagian timur Indonesia ini masih sering mendapati kesalahpahaman dan salah kaprah dari teman-teman yang tinggal di barat Indonesia, utamanya di pulau Jawa. Masih banyak orang Jawa yang mengira Indonesia timur itu sama seperti pulau mereka, kemana-mana dekat atau kalaupun jauh masih bisa dijangkau dengan transportasi yang cepat.

Kalau menurut analisa Yusran Darmawan di tulisannnya, kondisi ini terjadi karena memang pemberitaan media maupun materi pelajaran tentang Indonesia timur masih sangat sedikit. Sebagian besar pemberitaan media dan materi-materi pelajaran yang kita kunyah setiap hari sejak kita masih duduk di sekolah dasar masih berkutat seputar pulau Jawa. Tidak heran, orang-orang Indonesia kemudian percaya kalau Jawa adalah kunci, Jawa adalah pusat dari Indonesia. Pulau lain di luar pulau Jawa tidak terlalu penting untuk diketahui. Hanya segelintir orang yang kemudian penasaran dan mencari tahu tentang daerah-daerah lain di luar pulau Jawa.

Apakah kita cukup mengenal mereka?
Apakah kita cukup mengenal mereka?

Hal ini mungkin sama dengan yang terjadi pada orang-orang Amerika Serikat.  Saya pernah membaca sebuah debat di internet yang isinya mendebatkan pengetahuan orang Amerika Serikat seputar geografi dan sejarah dunia. Banyak yang bilang kalau orang Amerika Serikat rata-rata memang bodoh soal geografi dan sejarah dunia. Untuk tahu letak negara-negara di Eropa saja banyak yang tidak paham, apatah lagi negara-negara lain di Asia atau Afrika.

Ada satu pernyataan yang menarik dari sekian peserta debat di forum itu. Orang Amerika Serikat bukan bodoh, mereka memang tidak mau tahu saja. Sedari kecil orang Amerika Serikat hanya diberi pelajaran tentang sejarah dan geografi negara mereka, ditanamkan prasangka kuat kalau negara mereka adalah yang paling super di dunia sehingga mereka tidak perlu tahu negara lain. Justru negara-negara lainlah yang harus belajar tentang Amerika Serikat.

Mungkin hal yang sama juga terjadi dengan orang-orang di Jawa. Sedari kecil semua pelajaran dan pemberitaan seperti terpusat di Jawa, apalagi Jakarta. Akibatnya tak terlalu banyak yang tahu tentang daerah-daerah di luar Jawa. Beda dengan kami di Indonesia timur. Banyak dari kami yang paham betul bagaimana kondisi di Jawa, tentang sejarah-sejarah kerajaan Jawa, tentang berita-berita terkini di Jawa dan sebagainya. Karena pelajaran itu yang kami dapat sejak bangku SD, dan berita-berita itu yang kami lihat setiap hari di TV nasional.

Memang ada yang salah dari cara pemimpin terdahulu kita membangun Indonesia. Mereka hanya fokus pada satu daerah saja dan seperti mengabaikan daerah lainnya –kecuali bahwa hasil alamnya tetap jadi incaran. Akibatnya Jawa memang jadi magnet, 60% orang Indonesia terisap ke sana selain orang yang memang sudah hidup di sana.

Kondisi ini jadi seperti lingkaran setan. Pemberitaan dan pengetahuan akan terpusat di Jawa karena secara populasi Jawa adalah kunci. Karena pemberitaan dan pengetahuan tentang Jawa begitu mendominasi, orang-orang akan terus menganggap Jawa adalah kunci dan pusat dari Indonesia. Tidak heran kalau makin banyak orang Indonesia yang merasa perlu ke Jawa (khususnya Jakarta), menyambung hidup dan membangun masa depan. Terus seperti itu, seperti lingkaran yang kita tidak tahu mana ujung dan mana pangkalnya.

Dan akhirnya pemahaman-pemahaman salah terhadap Indonesia timur masih akan terus ada. Mungkin karena memang pemerintah tak hendak memperbaiki kesalahpahaman itu. Toh pemahaman yang salah itu juga belum sampai mengancam ketahanan nasional, paling-paling hanya membuat kami orang timur Indonesia mengurut dada.

“Loh? Daeng ke Papua sendirian? Koq berani amat? Bukannya orang-orang di sana itu masih primitif Daeng?” Tanya seorang teman di Jawa ketika tahu saya baru saja balik dari Papua. Saya hanya bisa meringis menerima pertanyaannya.

Eh tapi syukurlah sekarang pariwisata Indonesia bagian timur sudah makin dilirik, jadi akan semakin banyak orang yang mengerti tentang Indonesia timur. Tinggal bagaimana nanti penguasa dan pemerintah bisa terketuk hatinya untuk ikut membangun Indonesia bagian timur. [dG]