Invasi Ruang Publik

Tetangga dengan rumah dengan tanpa rasa berdosa sama sekali sudah menginvasi ruang publik, menyusahkan saya (dan mungkin tetangga yang lain). Benar-benar mengesalkan!
Pagi itu saya mendengar suara ribut-ribu dari luar. Beberapa lelaki bercakap-cakap dengan suara keras, beberapa di antaranya bernada memerintah. Selain suara percakapan itu ada juga beberapa suara besi yang beradu. Saya melongok keluar, ternyata mereka sedang mendirikan tenda tepat di depan rumah.
Tetangga depan rumah memang punya hajatan menikahkan anaknya. Nampaknya puncak acaranya akan berlangsung dalam beberapa hari ini.
Tidak ada masalah dengan hajatan itu, bukankah semua orang berhak untuk berbahagia? Yang menjadi masalah adalah karena mereka mulai menginvasi ruang publik dan mengganggu kenyamanan. Tenda yang mereka dirikan salah satu tiangnya tepat berada di tengah pintu pagar saya dan ini jelas mempersulit saya ketika harus keluar atau masuk ke dalam rumah.
Sampai sekarang saya masih penasaran apa yang ada di kepala tetangga saya ini. Selama ini mereka sudah cukup membuat saya pusing dengan kelakuan mereka dan tamu-tamu mereka yang suka seenaknya memarkir kendaraan tepat di depan pintu pagar (baca ini). Untunglah kelakuan mereka itu akhirnya tidak pernah terulang lagi. Sayangnya karena setelah itu mereka kembali melakukan hal yang hampir sama, menutupi pintu masuk rumah saya dengan tiang tenda kawinan mereka.
Hari ini lebih parah lagi. Tenda kawinan itu sekarang sudah ditambah dengan satu panggung kecil tempat kedua mempelai duduk. Sialnya, panggung pelaminan itu dibangun di dekat tiang yang sudah terlanjur menutup jalan keluar saya. Jadi jalan keluar yang selama 2 hari ini sudah sempit sekarang dipersempit lagi dengan satu panggung. Dan itu mereka lakukan sama sekali tanpa meminta ijin atau minimal attabek seperti yang diajarkan dalam adat istiadat orang Makassar.
Saya ingat bertahun-tahun yang lalu keluarga kami juga sering membuat acara yang mengharuskan kami menutup jalan dengan tenda, tapi keluarga kami selalu meminta ijin pada tetangga-tetangga sekitar yang mungkin akan terganggu beberapa waktu karena hajatan kami. Ini yang tidak dilakukan oleh tetangga depan rumah.
Anda mungkin bertanya, kenapa saya tidak protes ke mereka?
Well, ini sebuah dilema. Tetangga seperti ini biasanya sudah membangun aliansi dengan tetangga-tetangga lainnya entah lewat ajang formil semacam pertemuan RT atau ajang informil seperti perkumpulan ibu-ibu di balai-balai atau teras rumah.
Aliansi yang terbangun inilah yang mungkin membuat mereka jadi merasa nyaman untuk menginvasi semua area dalam satu kawasan tanpa harus meminta ijin dari orang lain. Mereka merasa seluruh kawasan di situ adalah milik mereka, dibangun untuk mereka dan tentu saja bisa mereka gunakan seenak perut mereka.
Kebetulan saya bukan orang yang ikut membangun aliansi bersama mereka. Saya tak pernah ikut berkumpul bersama ibu-ibu itu untuk membangun aliansi, tapi saya juga tetap berusaha menjalin hubungan baik dengan mereka. Saya masih sering melemparkan senyum ketika berpapasan dengan mereka, sesekali membawa buah tangan kalau saya baru pulang dari luar kota. Sisanya saya lebih banyak di rumah atau sekalian beraktifitas di luar untuk beberapa lama.
Sebagai orang yang tidak ikut membangun aliansi ini saya jadi serba salah. Hak saya dirampas, minimal dipersempit. Tapi kalau saya protes saya yakin mereka akan sulit menerima, yang ada malah saya yang akan akan digosipkan sebagai tetangga yang tidak tahu bertenggang rasa, sebagai tetangga yang sombong karena tidak mau membantu tetangga yang sedang ada hajatan.
Satu-satunya cara yang bisa saya lakukan adalah bersabar, setidaknya berusaha bersabar karena toh saya mengeluh juga lewat tulisan dan media sosial. Kemarin ketika saya hendak keluar dari rumah saya sengaja menabrak tiang yang mereka pasang. Dengan bahu tiang itu saya tabrak hingga miring, ini sebagai bentuk kekesalan dan protes saya. Saya sampai berpikir untuk merubuhkan tiang itu saking kesalnya. Untunglah saya masih punya hal lain yang lebih penting untuk saya kerjakan, ide itu tak lantas saya realisasikan.
Pagi ini saya bangun dan melihat tiang tenda serta panggung yang menutup jalan keluar saya itu sudah dihias cantik. Beberapa jam lagi saya harus keluar rumah untuk beragam keperluan, saya belum tahu bagaimana saya bisa keluar dari sini, tapi saya harus keluar. Kalau perlu merusak tenda dan panggungnya maka itu akan saya lakukan.
Mereka yang menginvasi ruang publik, saya yang harus menanggung kesusahan. [dG]
pertanyaannya adalah kenapa Daeng gak ikutan pertemuan RT sih? *ngikik*
gimana mau ikut kalau gak pernah diundang? 😀
Sabarnya Daeng stocknya buanyaaakkk ya? Hihihihihi..
tadi sempat meledak juga koq hihihi
Jadinya dirobohkan?
iyya dong, dirubuhkan…
udah selesai pestanya 😀
tetangga2 b*ngs*t seperti itu harus di basmi
hihi