Masa Depan Indonesia Ada Di Timur!

Arie Kriting dan presentasinya
Arie Kriting dan presentasinya

Sebuah catatan dari acara ulang tahun 10 BaKTI yang sangat menginspirasi dan menyenangkan.

“Di Jawa sana, orang Timur selalu disuruh paling depan kalau ada kerusuhan atau kalau ada perkelahian. Orang Timur selalu dituntut untuk paling berani dan paling kuat. Padahal menurut statistik tingkat gizi rendah di Indonesia Timur itu paling tinggi. Kenapa kita yang sudah gizinya rendah masih harus disuruh berkelahi lagi? Kenapa bukan kalian saja yang gizinya bagus yang berkelahi?” Kata Arie Kriting.

Sontak semua hadirin terbahak mendengar guyonan pemenang ketiga kontes Stand Up Comedy Indonesia season 3 itu. Arie mengangkat beberapa stigma negatif masyarakat Indonesia terhadap kami orang Timur, orang yang sering dianggap terbelakang, miskin, pemberang dan hanya akrab dengan kata kasar. Melalui komedi, Arie Kriting mengangkat banyak kisah keseharian orang Indonesia Timur, mengangkat kekuatan besar yang membuat orang Indonesia Timur tetap bertahan hidup dan menertawakan duka keseharian orang Indonesia Timur. Arie memilih jalur komedi untuk menghapus stigma negatif orang Indonesia Timur.

Arie hanya satu dari 10 orang yang dihadirkan BaKTI hari Selasa 23 September kemarin. Selain Arie ada beberapa tokoh lainnya yang juga sama-sama membawa inspirasi, melawan stigma negatif dan mencari terobosan baru untuk memberdayakan masyarakat. Mereka bersepuluh hadir dalam acara peringatan 10 tahun BaKTI, sebuah yayasan yang bergerak di bidang pengetahuan khusus untuk kawasan Indonesia bagian Timur.

Kami datang terlambat, acara sudah dimulai jam 8:30 pagi tapi dua jam kemudian barulah saya dan dua teman yang lain menyentuh Phinisi Ballroom di Hotel Grand Clarion. Jam 8:30 memang bukan jam yang ramah buat kami para pecinta malam ini. Butuh kekuatan ekstra untuk bangkit dari tempat tidur dan mempersiapkan diri menghadiri acara di pagi buta (dalam jam kami).

Di meja registrasi kami disambut beberapa kain selendang dengan corak khas Indonesia Timur yang ditawarkan sebagai cindera mata. Warna-warnanya beragam, sayangnya kami datang terlambat sehingga pilihan tinggal sedikit. Satu kain dengan corak Nusa Tenggara (sepertinya) segera saya ambil dan sampirkan di bahu. Kesan sederhana dan lekat dengan Indonesia Timur berusaha ditampilkan panitia. Melewati selasar dari kayu kami disambut beberapa jajanan tradisional khas Indonesia Timur. Ada baruasa, kacang rempah, sampai jajanan kecil dari sagu.

Di dalam, Abraham Goram dari Yayasan Kalabia Indonesia sudah melewatkan setengah presentasinya. Abraham dengan kapal Kalabia-nya menyebarkan informasi pentingnya menjaga ekosistem laut di Raja Ampat. Berlayar dari pulau ke pulau, Abraham mengedukasi anak-anak di kepulauan Raja Ampat untuk mengenal satwa dan tumbuhan yang unik dan hidup di pesisir laut Raja Ampat. Harapannya agar kelak anak-anak ini tumbuh menjadi orang yang peduli pada eksosistem laut dan mau menjaganya.

Logat khas Papua yang dibawa oleh Abraham dan dua orang lainnya yang sama-sama ikut ke panggung membawa nuansa yang berbeda. Nuansa yang terasa sangat bersahaja dan tak berjarak. Tiba-tiba saya menjadi yakin kalau acara ini akan sangat menarik.

Dari Gambar Ke Tulisan

Setelah Abraham Goram turun, berikutnya giliran Deni Ganjar Nugraha. Lelaki tambun dan tak seberapa tinggi ini memang bukan orang dari Indonesia Timur, tapi dia punya sesuatu yang menginspirasi. Dengan kemampuannya sebagai ilustrator, Deni membawa genre baru yang dinamainya rekam gambar.

Abraham Goram dan teman-teman
Abraham Goram dan teman-teman

Deni menggabungkan kemampuan menggambarnya dengan teknik merekam video dan disempurnakan dengan narasi. Hasilnya, sebuah video berisi pesan yang sangat mudah ditangkap karena gambar-gambarnya yang sederhana tapi menarik. ?Kemampuan Deni ini sudah digunakan banyak instansi atau perusahaan yang ingin menyampaikan pesan-pesan mereka ke karyawan atau publik dengan cara yang sangat mudah dimengerti dan ditangkap.

Selepas Deni naiklah seorang lelaki muda bernama Bijaksana Junerosano. Lelaki ramping ini becerita tentang inovasinya di bidang social preneur. Berangkat dari keprihatinannya melihat begitu banyaknya sampah plastik yang diproduksi orang Indonesia, Bijaksana mencoba mencari terobosan baru untuk mengurangi sampah plastik.

Dari riset yang dilakukannya, Bijaksana menemukan fakta bahwa rata-rata orang Indonesia menghabiskan 700 lbr kantung plastik dalam setahun. Kalikan angka itu dengan jumlah orang Indonesia, maka kita akan mendapatkan ratusan juta lembar kantung plastik yang kalau ditumpuk maka tingginya mungkin akan menyamai bangunan berlantai banyak.

Bijaksana kemudian memulai kampanye Diet Kantung Plastik, sasaran utamanya adalah ritel besar yang memang sangat loyal memberikan kantung plastik bagi pelanggannya. Bijaksana membuat alternatif bahan dan metode agar para pelanggan tidak mengkonsumsi kantung plastik. Kantung plastik diganti dengan bahan lain yang lebih ramah lingkungan dan bisa dipakai berkali-kali. Dari bahan pengganti dan metode yang baru itu, satu gerai ritel bisa menghemat jutaan rupiah dalam seminggu. Jumlah yang kemudian bisa disalurkan untuk kegiatan konservasi alam.

Selepas Bijaksana, naiklah Kang Pepih Nugraha. Pegiat internet apalagi blogger pasti sudah tidak asing dengan tokoh satu ini. Ini untuk pertama kalinya saya melihat langsung inisiator Kompasiana, laman jurnalisme warga terbesar di Indonesia. Saat istirahat kami sempat mengobrol beberapa jenak tentang jurnalisme warga dan proses membesarkan Kompasiana.

Kang Pepih terang-terangan mengakui kalau dirinya terinspirasi dari Panyingkul!, situs junalisme warga yang juga dulu sempat saya akrabi. Dari Panyingkul! Kang Pepih belajar tentang kelebihan dan kekurangannya, hasil dari pelajarannya itulah yang kemudian dia terapkan di Kompasiana. Dari awalnya bekerja sendirian dengan niat iseng-iseng sampai sekarang ketika Kompasiana sudah berkembang pesat dan jadi satu unit usaha sendiri di bawah Kompas Gramedia.

Geng Motor, Perempuan dan Komedi.

Acara ulang tahun BaKTI hari itu serasa sebuah paket komplit. Mereka yang berbagi inspirasi punya latar yang berbeda-beda. Selain beberapa nama yang saya sebut di atas ada satu lagi nama yang luar biasa, Noverius Nggili. Pria berambut kerinting khas orang Timur ini punya sesuatu yang unik dan mungkin sulit ditemukan di tempat lain.

Noverius adalah penggagas geng motor iMut, singkatan dari Inovasi, Mobilitas untuk Transformasi yang berpusat di Kupang, Nusa Tenggara Timur. Meski bernama geng motor, tapi alih-alih membuat kerusuhan atau menyerang warung kopi seperti yang banyak dilakukan geng motor di Makassar, geng motor iMuT malah berkelana membawa inovasi. Dari cara beternak dan bercocok tanam yang efektif dan efisien sampai mengembangkan desalinator (mengubah air laut menjadi air tawar) dan digester biogas portable.

Mendengar presentasi dari Noverius Nggili saya yakin kita semua akan menggelengkan kepala, punah sudah gambaran geng motor yang brutal dan sering mengganggu keamanan dan ketentraman itu. “Kalau semua geng motor seperti ini, aman Indonesia!” kata saya pada Rama yang duduk di samping saya.

Salah dua tokoh perempuan yang juga hadir di acara itu adalah Andi Tenri Pada. Beliau ini penggagas sekolah politik khusus perempuan, Maupe di Kabupaten Maros. Sosoknya sederhana dengan keinginan yang juga sederhana; meningkatkan partisipasi perempuan dalam dunia politik. Dengan cara-cara sederhana tapi terstruktur, Tenri Pada membuka mata perempuan tentang dunia politik agar mereka tidak hanya jadi komoditas di dunia politik. Sampai sekarang sekolah politiknya sudah masuk ke angkatan kedua dan akan terus dikembangkan.

Tarian, Komedi dan Musik!

Hari itu bukan hanya 10 orang luar biasa itu saja yang berbagi inspirasi. Aroma khas Indonesia Timur berusaha dihadirkan dari ragam tampilan. Dari aksesoris ruangan yang membawa unsur dari Maluku, makanan khas dari berbagai wilayah Indonesia Timur sampai tarian dari wilayah Maluku jadi pelengkap acara.

Tak lupa juga penampilan paduan suara FISIP Universitas Hasanuddin yang membuat saya merinding. Membawakan medley lagu-lagu dari Nusa Tenggara, Maluku, Papua dan Sulawesi saya (dan sepertinya hadirin yang lain) benar-benar larut dalam tata suara yang sempurna. Sumpah, saya merinding melihatnya!

Puncak acara hari itu adalah penampilan dari Arie Kriting yang meski berusaha tampil serius dengan slide presentasinya tapi tetap saja mengundang tawa penonton. Di penghujung acara, seorang lelaki jangkung berambut gondrong yang diikat ke belakang naik ke atas panggung. Robi namanya, tapi orang lebih mengenalnya sebagai Robi Navicula, pentolan band rock asal Bali; Navicula.

Aih, Robi Navicula!
Aih, Robi Navicula!

Robi tampil sendirian membawakan 3 lagu dengan gitar akustiknya. Tadinya saya agak ragu, bisakah dia dan lagunya berbaur dengan hadirin yang sebagian besarnya adalah orang tua? Dan ternyata keraguan saya tidak terbukti. Robi tetap tampil lugas dan berhasil memaksa penonton untuk ikut bernyanyi bersama. Sempurna!

Selepas acara saya mendekatinya, di antara beberapa pesohor yang hadir hari itu hanya Robi yang jadi sasaran saya untuk berfoto bersama. Saya sudah lama mendengar namanya dan melihat penampilannya, tapi baru kali ini saya bertemu langsung dengannya. Dengan kata kunci “saya penggemar Pearl Jam dan temannya Eko Prabowo” saya mendekat untuk berfoto dan mengobrol sejenak. Dia pribadi yang ramah, jauh berbeda dengan penampilan sangarnya di atas panggung.

Hari yang sempurna!

Lepas jam 4 sore saya dan teman-teman meninggalkan tempat acara. Hari itu ada banyak inspirasi dan kesenangan yang kami dapatkan dari perayaan ulang tahun ke-10 BaKTI itu. Dari yang serius, membuat merinding sampai yang membuat terpingkal. Seperti kata Luna Vidya yang hari itu juga tampil sangat ciamik sebagai MC: masa depan Indonesia ada di Indonesia Timur! [dG]