Mari Merayakan Era Baru
Saya bangun pagi dengan sebuah perasaan yang sulit diungkapkan. Akhirnya saya bangun pagi kembali di jaman ketika kepala daerah masih dipilih oleh anggota dewan! Yess! Akhirnya saya kembali di jaman orde baru. Saya begitu bersemangat menyambut pagi ini, bayang-bayang kejayaan pemerintah orde baru segera terbayang dan membuat saya sulit untuk menjaga diri agar tidak menari-nari kegirangan.
Selama 10 tahun terakhir ini sistem pemilihan kepala daerah di negeri kita memang mengalami perubahan besar. Pemerintah daerah mulai dari bupati, walikota sampai gubernur sudah dipilih langsung oleh rakyat, tidak lagi oleh bapak-bapak terhormat di dewan perwakilan rakyat. Kondisi ini membuat saya meradang, apa gunanya memilih mereka kalau sebelumnya kita sudah memilih wakil rakyat yang diharapkan bisa memanggul semua aspirasi kita?
Buang-buang waktu, tenaga dan uang saja! Biarlah kita memilih sekali saja, memilih wakil rakyat. Nanti kita percayakan saja semuanya pada wakil-wakil kita itu, biar mereka yang memilih pemerintah eksekutif yang pas untuk kita. Bukankah mereka adalah wakil rakyat yang terhormat? Mereka orang-orang pilihan bro and sist! Bukan orang sembarangan.
Coba Anda lihat kembali, wakil-wakil rakyat kita itu orang-orang dengan kapasitas mumpuni yang kualitasnya jauh di atas saya, Anda dan kita semua. Mereka orang-orang terhormat yang sudah lama memimpikan bisa bekerja untuk rakyat, berbuat untuk rakyat dan bahkan mereka menangis bersama rakyat. Mau bukti? Coba ingat lagi spanduk, poster, stiker atau baliho mereka ketika kampanye dulu. Itulah bukti kalau mereka memang bukan orang biasa. Tidak seperti kita yang hanya peduli pada perut, nasib istri-anak dan saudara kita atau teman-teman kita.
Jadi, pantaslah kalau saya sangat mendukung pemilihan kepala daerah oleh wakil rakyat dan bukan langsung oleh rakyat. Percuma kita memilih orang-orang terbaik negeri ini kalau akhirnya kita lagi yang repot untuk memilih pemimpin daerah. Siapalah kita ini, hanya rakyat yang suaranya sebatas dihitung dan tak perlu didengar.
Lagipula bayangkan betapa damainya kita nanti. Tak ada lagi spanduk, poster, stiker, pin atau baliho yang menusuk mata setiap kali musim pilkada tiba. Jumlahnya memang tidak seberapa, tidak lebih banyak dari jumlah alat peraga kampanye setiap musim pileg tiba. Para calon pemimpin jumlahnya kan tidak sebanyak calon anggota DPR atau DPRD bukan?
Kalau calon anggota dewan yang melakukan kampanye seperti itu tidak ada masalah, mereka melakukannya dengan sangat elegan, tidak memaku pohon, tidak memasang sembarangan dan gambarnya selalu sejuk di mata. Pasti berbeda dengan kalau calon pemerintah daerah yang melakukannya.
Jadi, bersyukurlah kalau pemilihan langsung benar-benar akan dihapuskan. Berkurang lagi sampah visual di sekitar kita.
Hei, kita belum sampai pada politik uang dan pemborosan besar-besaran untuk pilkada bukan? Pemerintah daerah yang akan dipilih langsung tentu butuh dana besar untuk kampanye dan mendekati konstituen, belum lagi dana pemerintah untuk menyelenggarakan pilkada. Duh, betapa besar dana yang terbuang percuma untuk kegiatan tidak bermanfaat itu.
Akan sangat bermanfaat bila dana-dana yang akan dikeluarkan calon pemerintah daerah itu disalurkan saja ke anggota dewan untuk membeli suara mereka atau untuk lobi-lobi politik. Hasilnya tentu lebih bermanfaat, anggota dewan terhormat pilihan kita itu bisa lebih sejahtera dan punya waktu lebih banyak memikirkan nasib kita para pemilihnya.
Lihat saja, banyak pemerintah daerah yang dipilih langsung oleh rakyat ujung-ujungnya tertangkap karena kasus korupsi. Sialan mereka itu! Sudah dipilih oleh rakyat, diberi tanggung jawab, diikat dengan kontrak oleh rakyat, kenapa masih menghianati rakyat juga? Hal ini mustahil dilakukan oleh para anggota dewan yang terhormat. Makanya, biarkan anggota dewan yang terhormat yang memilih pemimpin buat kita. Saya, kamu, kita cukup percaya saja.
Memang ada beberapa pemimpin daerah yang terlihat sangat bisa dipercaya setelah dipilih langsung oleh rakyat. Tapi mereka itu hanya pencitraan! Percayalah, mereka tidak lebih bagus dari anggota dewan yang terhormat pilihan kita. Kita juga harus percaya kalau masih banyak calon pemimpin berbekal pencitraan di luar sana yang menantikan waktu untuk maju sebagai pemimpin. Kasihan mereka, mereka tidak akan berhasil karena sekarang pencitraan mereka tidak akan menghasilkan efek apa-apa. Toh bukan rakyat lagi yang akan memilih mereka. Kecuali kalau mereka punya uang banyak buat meningkatkan kesejahteraan anggota dewan yang terhormat, maka mungkin saja mereka bisa terpilih jadi pemimpin daerah.
Jadi teman-teman, sudahlah. Berhentilah mengutuki RUU pilkada ini dan mulailah bersyukur bahwa kita tinggal terima beres saja. Lupakan opsi meningkatkan pengetahuan politik rakyat untuk memilih pemimpinnya sendiri. Opsi itu terlalu muluk untuk negeri kita, kita lebih baik berpikir mau makan apa hari ini. Toh semua sudah diatur oleh anggota dewan yang terhormat, wakil kita di parlemen. Susah senangnya negeri ini semua diatur sama mereka, kita tidak perlu tahu prosesnya.
Mari merayakan era baru ini. Era kebangkitan, di mana semua keputusan daerah kembali disetir pusat. Era di mana orang-orang elit di Jakarta sana memilihkan pemimpin terbaik untuk kita di daerah. Bukankah itu menyenangkan? Kita tidak perlu pusing-pusing lagi, toh kita sudah seperti membeli paket promo. Pilih wakil rakyat gratis pemimpin daerah! Yeyy! Betapa menyenangkannya. Hanya orang bodoh yang tak suka promo, bukan?
Jadi, mari menari merayakan era baru. Selamat tinggal segala tetek bengek politik yang hanya membuat kita pusing dan kadang berusaha untuk belajar banyak mengerti tentang politik yang sejatinya memang susah dimengerti. Ah, senangnya! [dG]
Keterangan: tulisan ini rencananya akan diterbitkan oleh tabloih Oh Bor Rakyat yang selama ini memang tekenal penuh dengan berita fitnah dan memutarbalikkan fakta 180 derajat.
Ya mungkin ada benarnya, kalau aku ikut saja daeng. Yang banyak memilih semoga memang yang terbaik.
ihik …
soal geram ama putusan itu sih yaa geram juga, tapi kan namanya rakyat yg baik yaa mau gak mau harus taat sama pemimpin.
Toh kalo ada kesalahan, dia sendiri yg bakal mempertanggungjawabkan ke sang Pencipta. sisi religiusnya sih gitu … 😀
Jadi ingat kalau saya beli celana dalam dapat bonus sisir, ini juga milih wakil rakyat dapat bonus kepala daerah..
oke daeng.. saya setuju soal sampah visual yg berkurang.. selebihnya saya nda mau dibikin rindu milih kepala daerah.. dari kecil saya mau ikut pemilihan kepala daerah…ehh pas gede pemilihan dihapuskan…asssemmm!!!
Iya juga sih, tetapi namanya demokrasi..begitulah adanya..peraturan di buat berdasarkan kesepakatan